Minggu, 04 Agustus 2013

Rapat Kerja

"Hah? Klien kita minta meeting hari jumat? Tapi itu kan jumat terakhir... waduh, masa orang lain udah pada libur, kita meeting disini?" aku protes ketika Anna melapor. Ini kurang masuk akal.

Si tengil Anna sedakep saja, membuat susunya yang sudah gede itu jadi tambah gede. Tidak menyahut sama sekali.

"Bener klien kita minta begitu?" ulangku memastikan.

"Kliennya orang Madura," jawab Anna nggak nyambung.

"Gue cium lu, An! Yang bilang kliennya dari Mexico tuh sapa?!" aku geregetan.

"Iya kok, bener. Kliennya orang Madura!" ulang Anna, tetap merasa tak bersalah.

"Iya-iya, saya tahu pak dirutnya itu orang Madura, tapi apa hubungannya?!" tanyaku. Cantik-cantik kok ngeselin nih anak buah satu.

Baru aku mau menyela, Bella, anak buah yang satu lagi nyeletuk. Dari tadi tuh anak roknya agak mengundang, pendek banget, pahanya yang putih mulus jadi kelihatan kemana-mana. Jadi aku tidak berani menghadap ke arahnya.

"You are the boss..." kata Bella, sambil kakinya disilangkan. Roknya jadi makin ngangkat, sekarang bukan pahanya saja yang kelihatan, celana dalamnya juga, terlihat sedikit mengintip.

"Iya bener... Jangan asal main coblos!" kata Cika. Hah? Coblos? Ngaco bener ni anak buah yang ketiga! Sehabis telinganya kecelakaan kecil, dan sekarang masih dibebat rapat, si Cika ini memang jadi rada-rada error pendengarannya.

Si Anna mesam-mesem menahan geli. Atau dia meledekku? Kurang asem! Aku meliriknya tajam, dan hanya ke arahnya aku berani melirik. "Melototnya kok cuma sama aku aja?" Anna protes.

Aku garuk-garuk kepala. Bagaimana aku bisa melotot ke arah Bella? Rok span hitamnya begitu pendek, dan posisinya juga sangat sembarangan. Sementara itu, Cika si tulalit, celana panjangnya nyopan, tapi belahan dadanya... melambai-lambai, seperti nyiur di pantai. Dalem banget. Eh, apanya?! Ya belahannya. Lho kok malah dibahas! Haduh, ngaco bener.

"Ya udah, demi rencana liburan kalian semua... Anna, Bella, dan Cika... biarlah aku tolak permintaan klien," kataku dengan berat hati.

"Demi kalian semua gombal!" sela Bella, sengit.

"Lho? Kok gombal, gimana sih?" aku bingung.

"Hehehe... Sorry, Boss." katanya cengar-cengir.

"Aku tahu, kalian kan pingin pada liburan ke Bandung." ulangku.

"Iya, bener, Mas. Si Bella celana dalemnya memang melendung! Mas perhatiin juga ya dari tadi?" sela Cika, tulalit.

"Buset, Cika! Ngaco banget, nih anak." aku jadi kikuk sendiri. Untuk sesaat bermunculan imajinasi gila yang mestinya tidak muncul. Dan bisalah dibayangkan bagaimana kikuknya Bella. Tapi salahnya sendiri, ngapain juga pake baju seperti itu ke cantor. Dan lagi pula, celana dalem melendung itu yang kayak apa, sih?! Dasar si Cika.

Baru aku mau menelepon klien, Anna merebut hapeku. Anak buah kurang ajar! Wong boss-nya mau nelepon kok main samber aja.

"Eh, meetingnya jangan dibatalin, Mas!" protes Anna.

"Hah? Kamu gimana sih? Tadi diajak meeting jumat, kamu manyun. Mau saya batalin, eh kamu larang juga. Jadi kamu maunya apa?!" protesku. Huh, dari tadi siang kok dibikin gemes aja nih, sama anak buah tiga.

"Iya tuh, An, tali beha kamu kelihatan! Warnanya merah marun!" kata Cika, kembali tulalit. Walah! Orang saya bilang manyun, dia malah ngomongin soal tali beha merah marun. Ampun dah...

"Cika, kamu tuh, biar kupingnya bumpet, matanya jeli juga ya... merhatiin banget sama dalemannya temen-temen," gumamku gemas.

"Hah? Mas demen sama dalemannya Cika?! Kelihatan ya?!" Sontak dia panik nggak puguh. Tangannya menyilang di dada, berusaha menutupi belahannya yang lebar kaya tebing Gunung Semeru. Mau diterangin juga percuma. Jadi aku cuma mengelus dada saja.

"Mampus deh, gue! Orang lagi diskusi meeting di injury time, kok belok jadi diskusi masalah daleman, sih?" keluhku.

"Dadanya Cika kelihatan banget ginjur-ginjur ya, Mas?" kata Cika panik. “Perasaan tadi pagi waktu mau berangkat masih sekel n padet. Apa Cika salah makan ya?” gadis itu meremas-remas payudaranya sendiri, mencoba menimbang kepadatannya.

Walah, aku jadi merinding disko melihatnya. Segera kupalingkan muka._"Injury time, Cika! In-ju-ry time! Bukan ginjur-ginjur atau gonjir-gonjir!!!" potongku, antara gemas dan risih.

"Tapi mengkel juga kan, Mas?" kerling Anna nakal.

"Shut up!" bentakku. Habis sudah kesabaranku. Kuraih tubuh langsing Anne yang berdiri di depanku dan langsung kulumat habis bibirnya, sementara tanganku bergerilya di dadanya yang bulat. ”Ini tuh yang mengkel.” geramku sambil kupenceti buah dadanya berulang kali.

“Mas, ahhh... aduh,” rintihnya.

"Ingat darah tingginya lho, Mas..." Bella menyela melihat keganasanku.

Ah, bener juga! Ya ampun. ”Ah, iya deh,” kulepaskan pelukanku. ”Huh, aku jadi terangsang nih. Gara-gara si Cika error terus dari tadi." kataku melunak.

“Aug..!” desah Anna begitu payudaranya kulepaskan.

"Kembali ke soal meeting?" ajak Cika, mukanya tampak memerah melihat apa yang kulakukan pada Anna.

"Oh? Jadi kamu tahu juga kalau kita ini tadi diskusi soal meeting?" kata Anna sambil mmebenahi baju depannya yang acak-acakan.

"Idih, enggak lah, An! Biar agak kebuka, cuma kelihatan belahannya doang kok. Nggak sampai kelihatan put..."

"STOP CIKA! Orang ngomongin meeting kok depannya diganti put-" Bella cepat-cepat membekap mulut si kuping error itu. Takut kalau aku jadi tak terkendali lagi. Tapi aku yang masih BT (Birahi Tinggi) langsung menyela.

“Gini deh, Cik. Daripada kamu mancing-mancing terus dari tadi, sini aku puasin. Setelah itu kita lanjutin meeting, biar omongan kita bisa fokus.” seruku seraya memeluknya dan mencium bibirnya dengan rakus.

”Hmph,” Cika kaget, tapi tidak menolak. Bahkan saat tanganku masuk ke belahan dadanya, dia tidak keberatan.

”Tapi, mas...” malah Anna yang memprotes.

”Apa?! Kamu mau ikut juga?” aku mendelik ke arahnya.

”Eh, tidak. Tidak.” Anna salah tingkah.

”Kalau kamu, La?” kulihat dia menatapku tanpa berkedip, mungkin terangsang, salah satu tangannya sudah masuk ke dalam roknya.

”Mas terusin aja, aku nanti menyusul.” jawab Bella sambil mengusap-usap kemaluannya dari luar celana dalam. Anna yang ada di sebelahnya, langsung menjitak kepalanya.

Tak peduli dengan tingkah mereka, aku kembali fokus pada Cika. Kulihat si montok ini sudah sangat sangat pasrah. Dia diam saja meski tanganku terus bermain-main di atas gundukan payudaranya yang menggunung. Bahkan dia tidak menolak saat ciumanku mulai turun ke arah payudaranya yang masih terbungkus BH dan kemeja itu. Kulumat buah dadanya yang sebelah kiri, sedangkan yang kanan kuremas-remas penuh nafsu.

“Augh...” desah Cika saat tanganku berhasil masuk melewati BH-nya.

Kubuka baju dan bra yang dipakainya dengan cepat, “Wow, tambah gede aja susumu, Cik.” bisikku sambil kumainkan susunya dan kupelintir putingnya.

“Ahhh,” Cika mendesah. ”Ayo dong, Mas. Nyusu dulu… augh!” dia mendorong kepalaku ke arah gundunkannya hingga susunya langsung tertelan oleh mulutku.

“Augghh..,” Cika makin merintih keenakan. Tangannya terjulur, berusaha masuk ke balik celanaku. Saat sudah berhasil, dia langsung mengocok batang penisku yang sudah menegang dahsyat dari tadi.

Sambil menikmati kocokannya, kujilat dan kuhisap payudara gadis itu. Aku juga meremas serta mempermainkan puting susunya, kadang kugigit dan kusedot kuat-kuat benda mungil itu hingga Cika berteriak kencang, “Auughh..!”

Tanganku kini juga berhasil menelusup masuk ke balik CD-nya, kukorek-korek liang senggamanya yang terasa masih sangat sempit itu. Saat aku puas menyusu pada buah dadanya, ciumanku turun ke bawah, kujilat perut Cika yang agak gemuk dan kubuka roknya lebar-lebar hingga bisa kulihat sepasang pahanya yang putih mulus, juga liang senggamanya yang tampak sudah mulai basah. Celdamnya yang menghalangi, aku singkirkan ke samping, sekedar agar lubang kemaluannya terlihat. Ugh, aku jadi makin terangsang. Nafsuku bertambah berlipat ganda.

Di sebelah, kulihat Anna dan Bella juga sudah telanjang bulat. Entah kapan mereka melepas pakaian masing-masing. Kedua gadis itu sekarang asyik melakukan masturbasi sendiri-sendiri sambil melihat bossnya ini bercinta dengan temannya. Anna meremas-remas payudaranya yang tampak bulat, dengan tangan kiri mengocok cepat lubang vaginanya. Sedangkan Bella, dengan kaki mengangkang lebar-lebar, sibuk menggosok-gosok kelentitnya yang mungil kemerahan. Teriakan mereka berpadu, bersahutan dengan rintihan Cika yang tak kuat menerima jilatanku pada kemaluannya.

“Augghh... Aaghhh...” Cika menggelinjang hebat. Dia menekan kepalaku, mendorongnya makin masuk ke liang senggamanya, meminta agar aku menjilat lebih kuat dan lebih dalam lagi.

“Auughh.. Aughh..” rintihnya saat lidahku menyapu permukaan klitorisnya. Kugigit dan kukenyot benda mungil itu. Tak lupa juga kumasukkan lidahku ke liangnya yang sempit dan kujilati semua dinding kemaluan Cika tanpa ada sedikitpun yang terlewat.

“Mass.. Aauugghh.. Aaagghh..!” Cika makin menggelinjang, sementara lidahku terus menyerbu bagian dalam vaginanya. Tubuhnya mulai menggelinjang, mengejang-ngejang bagai tersambar petir. Tangannya dengan kasar menjambak rambutku, menekan lebih dalam lagi agar aku makin liar mengerjai vaginanya.

“Aarrgghhhh.. aku mau keluarrgghhhhh.. masss!” rintihnya, dan... Croott..! Crroott..! Crroott..! cairan kental yang panas dan asin menyembur deras dari liang senggamanya. Segera kutampung cairan itu dengan lidahku dan kutelan dalam sekali teguk. Sisanya yang masih menetes-netes, kujilati sampai bersih.

”Mas.. aghhh.. ahhhh..” Cika terengah-engah. Payudaranya yang bulat tampak naik-turun menggiurkan. Kuremas-remas benda itu sebentar sebelum aku pergi meninggalkan dirinya, menghampiri Anna yang sedang tiduran di meja sambil mengocok vaginanya sendiri.

Langsung kutindih tubuh mulusnya. Kuciumi dengan rakus payudara Anna yang sudah mengencang keras. Kujilat dan kugigit putingnya hingga Anna mendesah kegelian. Dia menggelinjang hebat, tapi tangannya masih tetap berada di liang vaginanya, mengocok cepat disana. Aku yang bergairah, segera menggantikan tangan itu dengan lidahku.

“Aaugghh..!” desah Anna ketika lidah panjangku menelusuri dinding kemaluannya.
Tangannya kini beralih meremas-remas payudaranya sendiri. Ia memijitnya begitu keras hingga benda bulat itu tergencet-gencet tak karuan. Anna juga memilin-milin putingnya kuat-kuat untuk menahan rasa geli dan nikmat akibat seranganku.

Lidahku kutarik dan kugantikan jariku. Tidak cuma satu, tapi langsung masuk tiga jari. Kukocok vagina sempit Anna dengan tiga jari sekaligus. Sementara mulutku beralih menjilati payudaranya. Terutama putingnya, yang terlihat merah menggiurkan. Kuseruput benda mungil itu berulang-ulang, bergantian kiri dan kanan.

“Auugghh… Aaagghh… Uugghh… Uughh…!” Anna mendesah hebat, tubuh langsingnya bergerak ke kiri dan ke kanan untuk menahan rasa nikmat yang luar biasa, sungguh sangat liar sekali.

Kuteruskan kocokanku, dan semakin lama menjadi semakin cepat, karena vagina Anna semakin lama juga menjadi semakin basah. Sementara jilatanku pada payudaranya, semakin kasar dan rakus saja. Putingnya berkali-kali kugigit dan kupilin-pilin kecil.

“Aagghh.. Mass...” Anna menjerit. ”Aku mau keluar...!!” teriaknya parau sambil memasukkan jariku dalam-dalam ke liang senggamanya.

Mengetahui dia mau keluar, tanganku segera kutarik dan kuganti lagi dengan lidahku, sementara tanganku kualihkan untuk memelintir serta meremas bulatan payudaranya agar dia lebih cepat mencapai orgasme.

Beberapa detik kemudian, “Aarrgghhhhh.. Aku keluar..! Aahhh.. Aahhh..” dari dalam vaginanya, menyembur cairan panas yang banyak sekali hingga memenuhi mulutku. Sama seperti Cika tadi, segera kutelan juga cairan kental itu.

Tubuh Anna lemas seketika. Dia memandangku - yang masih asyik menjilati vaginanya - penuh kepuasan sambil meremas-remas pelan buah dadanya sendiri. Setelah selangkangannya bersih dari cairan orgasme, aku berdiri dan mengecup bibirnya. Anna ingin memegang penisku yang terlihat menegang dahsyat di balik celana, tapi segera kutepis. Aku tidak ingin moncrot duluan, karena Anna memang terkenal jago banget ngemut kontol.

Aku beralih pada Bella, si cantik, yang sekarang sedang asyik berciuman mesra dengan Cika. Mereka saling melumat dan memagut bibir dengan rakus. Kaki Bella sudah terbuka lebar, memperlihatkan lubang kencingnya yang licin dan merah menyala. Bella memang paling rajin mencukur bulu memeknya, dia tidak suka kalau ada jembut yang tumbuh mengotori selangkangannya.

Aku memandangi benda itu sejenak, memperhatikan betapa vagina Bella sudah banjir oleh cairan kental. Sementara tangannya yang terus meremas-remas payudara Cika terlihat gemetar hebat. Rupanya gadis cantik itu sudah begitu bergairah. Karena sudah posisi siap, maka sambil berlutut, segera kutancapkan lidahku ke liang memeknya.

“Agghh..!” Bella menjerit keras, kaget saat tiba-tiba lidahku menjilat dan menghisap klitorisnya. Dia melenguh sejenak, sebelum akhirnya kembali melanjutkan ciumannya dengan Cika. Sementara di atas meja, Anna memandangi tingkahku sambil melakukan masturbasi lagi.

Aku terus menjilat kemaluan Bella sambil sesekali kumasukkan tanganku ke lubangnya. Kurasakan benda itu begitu sempit dan legit. Aku jadi ketagihan. Penuh nafsu, kupercepat jilatan dan hisapanku, juga kocokan tanganku. Bella yang menerimanya, langsung berhenti berciuman dan mengejang. Tubuh montoknya oleng ke kiri dan ke kanan. Sementara tangannya, meremas-remas susu jumbo Cika semakin keras, sampai Cika sedikit mengaduh kesakitan.

“Aagh.. Uuugghh.. aku mau keluar, masss..!” jeritnya. Cika yang mengetahui hal itu, ikut membantuku dengan menjilat dan menciumi susu Bella bergantian.

Tak lama, sambil memaju-mundurkan pantatnya, Bella mengejang. Ccrrott.. Crroott.. Croott..! cairan panas keluar membasahi mulut dan wajahku lagi, untuk yang ketiga kalinya dalam 1 jam ini. Seperti sebelumnya, segera kutampung dan kutelan bulat-bulat, seluruhnya.

Setelah membersihkan vagina Bella dari sisa-sisa cairan orgasmenya, aku berdiri dan menarik Cika. Kucium dia sebentar sebelum kudorong tubuhnya agar berposisi nungging di lantai. Cika tertawa saat kupukul-pukul pantatnya yang bulat dengan batang kejantananku. Setelah terlihat lubang kemaluannya yang merah merekah, langsung kutancapkan batang penisku.

“Aaagghh..!” Cika mengerang saat benda milikku itu masuk semua ke lubang senggamanya. Berpegangan pada payudaranya yang bulat, aku pun mulai memompanya secara stabil dan teratur, diselingi hentakan-hentakan ringan yang tiba-tiba. ”Aauugghhhh..!” Cika makin mendesah.

Dengan sabar, aku terus memompa dan menggenjot tubuhnya, makin lama makin bertambah cepat. Cika sampai terdongak-dongak ke atas karenanya. Teriakannya juga menjadi semakin keras. Bahkan ia tidak sungkan-sungkan untuk mengucapkan kata-kata kotor.

“Auugghh.. Mas, kontol mas enak banget. Terus entot aku, mas! Aaghhh.. enak!” teriaknya. “Aaghhh.. aku moncrootthhhhh..!” tubuhnya mengejang hebat dan dari dalam liang kemaluannya keluar cairan bening yang membasahi batang penisku. Terasa sangat panas dan lengket.

Kupegangi tubuh montok Cika yang masih gemetar dan kuciumi punggungnya, “Liang kamu juga enak, nanti aku nambah lagi ya?” bisikku. Cika hanya diam berbaring dalam pelukanku sambil tangannya meremas-remas susunya sendiri.

Aku kemudian merangkak mendekati Anna yang duduk di meja dan sedang masturbasi mengocok vaginanya sendiri. Saat kuacungkan batang penisku ke mukanya, dia langsung menyambar dan menjilatinya. Dengan tak sabar, Anna memasukkan benda itu ke mulutnya.

“Hmm, aagghh..!” aku mendesah keenakan, “Kamu memang hebat kalau ngemut beginian!” kataku memuji hisapannya.

Anna memang ahli blowjob. Dengan sabar dan telaten dia menjilat batangku, mulai dari ujung hingga ke buah zakarnya. Kadang dimasukkan semua ke dalam mulut dan disedot kuat-kuat, tak jarang cuma dimaju-mundurkan di ujung bibirnya. Apapun yang ia lakukan, yang jelas rasanya sangat nikmat sekali.

Setelah puas ’dimandikan’ olehnya, aku meminta Anna untuk naik ke atas tubuhku. Aku sudah tak sabar untuk menyetubuhinya. Kulihat memek Anna sudah menganga lebar dan sangat basah sekali. Terlihat begitu menggiurkan. Berbaring telentang di meja, kutuntun batang kejantananku masuk ke liang Anna yang memposisikan diri duduk di atas tubuhku.

“Agghhh..!” desah kami bersamaan saat penisku mulai masuk menusuk liang kewanitaannya. Kudorong pinggulku untuk menekannya lebih masuk lagi, dan Anna menggoyangkan pinggangnya agar batangku bisa menggesek semua dinding vaginanya.

Saat aku mulai menggoyang naik-turun, Anna turut bergerak memutar untuk mengimbangi sodokan liarku. Tak tahan nikmatnya, tanganku pun meremas susu bulatnya yang bergoyang-goyang indah mengikuti gerakannya untuk melampiaskan nafsuku.

“Agghh.. Uuuggkkhh..!” Anna mendesah. Dan desahannya berubah menjadi jeritan
saat dia merasa sudah mau keluar. “Aaghh.. Mas, aku mau... keluar...!” teriaknya.

Aku pun mempercepat goyanganku, begitu juga dengan Anna. Dia menggerakkan pinggulnya makin liar dan kasar, hingga akhirnya... Croott!! Croott!! Croott!! Cairan bening keluar dari dalam memeknya. Rasanya lebih panas daripada milik Cika.

Batangku serasa direndam. “Kamu hebat, An...” bisikku sambil mengemut susunya.

”Aghh.., Mas juga hebat, kontol mas enak banget!” sahutnya nakal.

Kini aku beralih pada Bella, tinggal dia yang belum mendapat giliran. Kutarik si cantik itu yang sedang asyik menjilati bibir kemaluan Cika. Kusuruh dia untuk menjilat dan menghisap penisku yang agak melembek setelah bertempur dengan Anna. Setelah batang itu berdiri kembali, kutidurkan Bella di lantai dan kutindih tubuh sintalnya. Tanpa aba-aba kumasukkan batangku yang sudah menegang dahsyat ke lubang kenikmatannya.

“Agghh..!” Bella mendesah, padahal penisku baru masuk setengahnya saja.

“Rapet banget lubangmu, Bel!” kataku saat merasa agak kesulitan menyetubuhinya. Tapi aku tidak mau menyerah. Penisku terus kutekan.

”Auw!” jerit Bella saat aku menghentak dan menyodok kemaluannya keras-keras. ”P-punya mas... terlalu b-besar!” rintihnya.

Aku berhenti, kudiamkan penisku sebentar. Lumayan, benda itu sudah hampir masuk seluruhnya. Karena tidak ingin membuatnya lebih kesakitan lagi, aku tidak melanjutkan doronganku. Tapi aku langsung memompanya, pelan. Setelah kulihat Bella mulai rileks dan menikmati - bisa kulihat dari desahan dan rintihannya yang mulai merdu – baru aku mempercepatnya.

“Aghh.. Uuugghh.. kontol mas.. enak..!” teriaknya manja.

Aku menjawab dengan menghisap payudaranya kuat-kuat hingga membuatnya makin menjerit. ”Auw! Aagghhhh...” tubuh montoknya bergerak ke kanan dan ke kiri. Vaginanya semakin erat menjepit rudalku. Rasanya ngilu, tapi juga nikmat.

”Aaaghh... aku keluar, mass... Uuughh... Uughh..!” Bella menjerit kencang tidak beraturan karena nafasnya mulai habis. Ia terlihat sangat menikmati sodokan penisku.

Crroott..! Ccrroott..! Croott..! cairan panas memancar deras dari dalam liang kemaluannya. Begitu banyaknya hingga meluber keluar dari liang senggamanya, padahal saat itu penisku masih menancap dalam-dalam.

“Boleh juga memek kamu, Bel. Susu kamu juga oke!” kataku setelah mengecup kedua puting susunya.

“Ah, Mas bisa aja.” sahutnya malu.

Karena aku masih belum ejakulasi, maka kusuruh ketika anak buahku itu untuk menghisap dan menjilat batang kemaluanku yang masih berdiri tegak sampai mengeluarkan sperma. Aku sengaja tidak menyetubuhi mereka lagi agar tidak ada yang iri kalau sampai tidak mendapat giliran. Aku merasa tidak mampu kalau harus menggilir mereka seperti tadi. Aku sudah hampir keluar. Pejuhku rasanya sudah berada di ujung.

Cika, Anna dan Bella berebutan menghisap dan memasukkan batang kemaluanku ke mulut mereka, bergantian. Aku yang merasa sudah mau moncrot menarik keluar benda itu dan mulai mengocok dengan cepat di depan wajah mereka.

“Aaaghh..!” desahku saat spermaku menyembur mengenai wajah Cika, Anna dan Bella. Rasanya lega bisa melepas ’beban’ yang menggantung dari tadi. Karena sperma yang kukeluarkan sangat banyak, sampai-sampai mengalir ke susu dan tubuh mereka bertiga.

”Jilat, An.” kusuruh Anna untuk membersihkan sisa sperma di batang kejantananku.

Sementara Anna menjilati penisku, Cika dan Bella yang menganggur, membersihkan lelehan sperma yang menempel di wajah dan susu mereka, lalu menjilatnya dan menelannya tanpa rasa jijik. Mereka juga menyerbu spermaku yang menempel di tubuh Anna.

Setelah bersih semua, Anna berkata, “Sekarang, bisa kita membicarakan pekerjaan lagi?”

”Silahkan,” aku berjalan mengambil bajuku dan mulai mengenakannya lagi. Begitu juga dengan Bella dan Cika.

"Kita harus setuju meeting itu!" kata Anna. "Kalau kita tolak sekarang, sehabis tahun baru kita jungkir balik. Dan lagi, liburan jadi nggak tenang!" lanjutnya. Dia pakai lagi rok spannya, tapi payudaranya yang bulat tetap ia biarkan terbuka.

"Bener, Mas. Ditambah lagi nanti waktunya nggak akan sesuai kontrak dan kita akan kena penalti," sambung Bella. Berbeda dengan Anna, dia malah telanjang dari pinggang ke bawah.

"Bener banget. Waktu kena penalti, pendukung Persib malah berontak!" kata Cika menimpali. Meski out of topic, lumayan masih nyambung!

"Idih, Cika, kamu diem deh!" potong Bella sambil melempar celana dalamnya ke muka gadis itu. Cika membalas dengan melempar BH-nya, dia memang masih telanjang sekarang.

Lalu kami berdebat seperti biasa. Sambil berdebat, tak lupa juga tanganku menggerayangi tubuh mereka bertiga bergantian, mumpung masih pada terbuka. Semula aku tetap berkeras, meeting sebaiknya ditunda. Bagaimanapun, seperti kata mereka, I'm the boss. Tapi ketiga anak buah centil itu protes. Dan protesnya sambil meremas keras kontolku. Aku jadi nggak kuat. Lagi pula, aku menyadari... I'm not really the boss. Bossnya adalah klien kami. Dan begitulah. Akhirnya, keputusan diambil. Jumat ini kami meeting lagi.

Di luar, langit Jakarta terlihat mendung. Anginnya tidak pengap seperti biasanya, agak terasa sejuk. Selepas rapat bersama dengan ketiga anak buahku, aku menelepon Dini, pacarku. Dia marah, minggu kemarin aku absen mengapeli dia. Dengan teknologi 3G di hapeku, aku bisa melihat mukanya yang cantik ditekuk jadi empat kayak kardus. Kucoba untuk membujuknya dengan kata-kata mesra, ah lumayan, dia mulai sedikit tersenyum. Berguna juga si 3G ini. Bersemangat, makin kubanjiri dia dengan rayuan gombal, hingga insiden itu terjadi.

Cika yang semula mojok, tahu-tahu ikutan nongol di depan kamera. "Tenang aja, Mbak Dini," celetuknya, "Mas-nya di sini aman kok. Biar pun jauh dari Mbak, di sini dia terpuaskan kok, oleh tiga cewek-cewek cantik, hihihi!" katanya.

Hayo, bagaimana coba, saya harus ngomong apa sekarang?

Dan dasarnya si Dini cemburuan, dia langsung meledak. Apalagi Cika nongol dengan belahan dadanya yang seperti tebing mau runtuh, ditambah apa pentingnya juga dia menggunakan kata 'terpuaskan'?! Bercanda sih bercanda, tapi... waduh! Ingin kujitak kepalanya yang nonong itu.

"Eh, emangnya aku tadi salah ngomong ya?" kata Cika sambil ngacir begitu tahu Dini ngomel-ngomel tak karuan.

Aku mencoba mengejarnya, supaya Cika bisa memberi klarifikasi, tapi apesnya, itu kamera 3G malah nggak sengaja menyorot kaki Bella. Kaki jenjang putih mulus yang terbuka sampai ke perut. Gawat! Dan sebelum aku sempat memindahkannya, Anna ikut muncul dengan ’botol susunya’ yang bergelantungan indah kemana-mana.

"Oh, jadi suasananya di sana gitu ya, Mas?" muka Dini merah kayak kepiting rebus.

"Jangan marah begitu, Dini. Yang terjadi disini tidak seperti yang kamu lihat..." bujukku.

Tidak menjawab, Dini langsung memutus telepon. Aku menarik nafas panjang, panjang sekali saat telepon itu diputus oleh Dini. Nyesek bener rasanya. Lagi kangen berat, malah diginiin. Siapa yang nggak nyesek coba?

Kulirik ketiga anak buahku yang cekikikan di sofa. ”Pokoknya kalian harus tanggung jawab!” gerutuku sambil menghampiri mereka. ”Sebagai hukuman, kalian harus lembur. Jangan pulang dulu sebelum pejuhku habis!” kurengkuh tubuh mulus mereka dan kuciumi bergantian. Tertawa genit, ketiga bidadari itu pun kembali melepas pakaian masing-masing.

Urusan Dini, belakangan aja lah...