Minggu, 04 Agustus 2013

Pelajaran Berharga

"Au, geli dong, Mas... Jangan, Mas... Jangan disini! Ntar lagi dong mainnya...“ ucap Ratna sambil menggeliat setengah membungkuk, berusaha melepaskan diri dari pelukan sang suami.

Suaminya tidak menjawab, malah tetap memeluk Ratna dari belakang semakin erat, tangannya bergantian meremas-remas buah dada sang istri yang kenyal dan sangat menggemaskan. Ukurannya tidak besar namun padat dan montok, tidak kendor ke bawah. Dengan BH 34C, benda itu tampak begitu sempurna. Apalagi ditambah dengan puting mungil kemerahan yang selalu mengacung tegak ke atas, makin memancing jari pria untuk memilin dan merangsangnya.

"Mau makan dulu nggak? Kan udah sore. Udah dong, geli aaah... nafsu kamu gede banget sih!!" geliat Ratna saat sang suami menciumi kuduk dan belakang telinganya, membuat dia merinding dan menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan untuk menghindari rasa geli dari hembusan nafas panas yang masuk ke lubang telinganya.

"Iya, udah lapar nih, mau minum susu dan madu alam yang manis dulu sebelum makan yang pokok." goda suaminya yang bernama Husen itu.

Ratna semakin memberontak mati-matian berusaha melepaskan dirinya karena tahu benar apa yang dimaksudkan oleh laki-laki itu : minum air susu berarti buah dadanya akan diremas-remas dan digigit dengan gemas, sedangkan minum air madu berarti sang suami akan menjilat gua kewanitaannya agar cairan licin pelumasnya mengalir keluar untuk dihirup olehnya. Ratna tahu bahwa ia harus mencegah rangsangan suaminya pada saat ini - jika terlaksana apa yang baru dikatakan oleh laki-laki itu dan cairan pelumasnya sampai keluar, maka berarti ia akan sudah lemas pasrah duluan dan tak sanggup lagi bangun untuk makan sore itu.

Ratna tahu ia harus melakukan sesuatu yang dapat memuaskan suaminya agar laki-laki itu mau berhenti dari kenakalannya saat ini. Ratna terus memberontak dengan sekuat tenaga, ia membalikkan badannya sehingga kini ia berhadapan dengan sang suami. Ia kecup bibir suaminya dengan mesra sedangkan tangannya yang berjari-jari lentik mulai meremas tonjolan keras di tengah selangkangan suaminya. Dibiarkannya sang suami mengulum serta membelah bibirnya, dibiarkannya lidah laki-laki itu memasuki rongga mulutnya dan menyapu langit-langit kerongkongannya lalu membasahi rongga mulutnya dengan ludahnya sendiri.

Di bawah, Ratna merasakan kemaluan suaminya sudah semakin tegang dan menonjol, apalagi ketika jari-jari lentiknya telah membuka ritsluiting dan dengan nakal memasuki celana dalam. Husen mendesah nikmat dan membiarkan istrinya perlahan-lahan mulai berlutut di hadapannya, ia biarkan Ratna mengeluarkan senjata ampuhnya keluar dari lindungan CD, ia juga tidak menolak saat saat jari-jari lemah wanita cantik itu mulai mengurut dan membelai batang kemaluannya dengan gemulai sehingga terasa sangat tegang dan nikmat, begitu nikmatnya hingga seolah akan segera meledak.

Ratna menoleh ke atas sambil berkata, "Janji ya... kalo udah banjir, stop dulu mainnya. Ntar disambung lagi."

Husen hanya mengangguk saja dan membiarkan sang istri mulai menjulurkan lidahnya untuk mengusap kepala kejantanannya yang berbentuk topi baja, tepi bawah topi baja itu disapu-sapu oleh Ratna dengan penuh kemahiran. Sapuan lidah mesra perempuan cantik itu kini beralih ke puncak sang jamur dan menggelitik celah kemerahan yang sangat peka terhadap rangsangan, hingga menyebabkan muncul tetes pertama cairan bening namun agak lengket tak lama kemudian. Ini menandakan bahwa alat kelamin itu sudah siap untuk ejakulasi dalam waktu dekat. Ratna semakin rajin mengurut dan memijat kantung biji pelir suaminya dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya menggenggam dan mengocok penis Husen secara ritmis.

Husen tak tahan lagi dengan rangsangan sang istri yang sedemikian mahir, disertai dengan suara geraman -ibarat hewan terluka- tersemburlah sperma hangatnya memenuhi rongga mulut Ratna. Sambil mengurut-urut belakang leher istrinya yang jenjang, Husen menekan kepala Ratna ke selangkangannya, ia ingin agar seluruh spermanya tak hilang setetespun ditelan oleh istrinya.

Ratna yang telah mahir menghadapi ’serangan’ ini, tahu bagaimana cara mengatur pernafasannya agar tidak sampai tersedak. Ia harus tahan nafas sebentar selama meneguk yoghurt alamiah yang agak asam dan sepat itu, kemudian menarik dan mengeluarkan nafas satu dua kali, lalu kembali menahan nafas dan meneguk air mani, demikian secara bergonta-ganti sampai tetes terakhir habis diteguknya dari penis yang terus berdenyut-denyut dan akhirnya mulai mengecil hingga dapat dilepaskan dari mulutnya.

Husen merasa sedemikian berbahagia dapat menikahi istri cantik dan begitu erotis melayani hasratnya seperti Ratna. Penuh rasa sayang diangkatnya tubuh langsing wanita cantik itu sehingga berdiri lagi dihadapannya, diciumnya mulut Ratna yang mungil yang kini tercampur bau ludah dan spermanya sendiri.

"Aku segan masak hari ini, Mas. Aku mau beli aja di rumah makan yang baru itu lho, kata tante dan oom Mochtar, ikan bakar dan urapnya enak. Dan aku harus lihat kotak surat mereka," ujar Ratna sambil menatap suaminya dengan mesra.

Hampir saja Husen lupa, sejak dua hari lalu, istrinya dititipi kunci rumah oleh tetangga mereka yang tinggal satu blok di kompeks itu. Pasangan suami istri Mochtar yang telah pensiun sedang pulang mudik karena ada keluarga dekat mereka di daerah yang sedang sakit parah, oleh karena itu para pembantu mereka juga diberikan uang gaji selama sebulan dan dipulangkan sementara ke rumah masing-masing. Ratna yang sudah akrab dan dianggap sebagai keluarga sendiri oleh keluarga Mochtar, diberi kunci cadangan dan diminta untuk setiap hari menengok rumah kosong yang mereka tinggalkan sambil juga melihat surat yang datang dan mengumpulkan surat kabar di meja ruang tamu.

"Cepetan pulang ya, aku udah lapar nih... dan jangan sampai masuk ke waktu maghrib, nanti banyak genderuwo penculik gadis," kata Husen sambil menepuk pinggul istrinya yang bahenol.

Ratna menoleh dan bersenyum mesra sambil meraih kunci mobil Honda Jazz-nya yang baru, "Kalo ada tukang martabak, mau nggak?“ tanyanya di depan pintu.

"Bolehlah,“ sahut Husen.

“Yang asin atau manis, Mas?" tanya Ratna sebelum menutup pintu rumah mereka.

“Yang asin juga boleh, pokoknya jangan lama-lama di jalan... biar ada cowok ganteng, kamu jangan main mata ya," goda Husen, menyebabkan Ratna mencibirkan bibirnya sebelum masuk ke dalam mobil, dan tak lama kemudian Honda Jazz itupun menghilang di sudut jalan.

Akibat keletihan bekerja dan berkonsentrasi seharian dibidang ICT disebuah perusahaan asuransi internasional terkenal, maka Husen melenggut dan akhirnya tak terasa tertidur di sofa, meskipun pada saat itu ada acara menarik mengenai Egypt Ancient History di TV Discovery Channel yang biasanya selalu diikutinya. Tak terasa satu setengah jam berlalu dengan cepat, ketika lonceng berbunyi tujuh kali, barulah Husen terbangun dari tidurnya disertai rasa lapar yang amat sangat. Ditolehnya ke kiri dan ke kanan, namun Ratna istrinya yang diharapkan membawa makanan lezat, tidak dilihatnya. Husen bangun dari sofa dan mencari-cari ke dapur, juga ke atas loteng dan ke kamar tidur karena ada kemungkinan istrinya sedang berganti pakaian, namun semuanya kosong.

Rasa curiga tercampur gelisah mulai mengganggu pikiran Husen. Ratna bukanlah wanita gossip yang mudah melancong ke rumah tetangga untuk menggunjingkan tetangga lain atau membicarakan tokoh sinetron. Ratna adalah wanita yang telah dikenalnya cukup lama sebelum mereka menikah hampir satu setengah tahun lalu, dan Husen sangat bangga dapat menyunting Ratna sebagai istri yang di tempat kerja pun sangat disenangi baik rekan pria maupun wanita. Ratna bekerja sebagai sekretaris direksi dari multi level marketing dan sekaligus menjadi penterjemah karena ia fasih dalam tiga bahasa asing, yaitu Inggris, Perancis dan Mandarin. Penampilan wajahnya yang ayu oriental ditambah kulit yang putih kuning langsat mengakibatkan setiap orang menduga Ratna adalah keturunan Cina, padahal ia adalah berasal dari Manado dengan campuran Parahiangan dan juga sedikit darah Bangka Bengkulu.

Husen mulai merasa cemas dan mencoba menelpon HP Ratna, namun tak ada sambutan, hanya suara otomatis dari mailbox yang meminta agar Husen meninggalkan pesan. Rasa khawatirnya makin bertambah hingga Husen memutuskan menelpon rumah keluarga Mochtar dengan harapan mungkin Ratna masih ada disitu entah dengan alasan apapun. Telpon keluarga Mochtar ternyata bernada sibuk seperti ada yang sedang memakai, menyebabkan Husen jadi bertanya-tanya, “Apa ada yang menelpon ketika Ratna berada disitu, atau Ratna sendiri yang menelpon karena HP-nya hampir kehabisan pulsa.

Ditunggunya beberapa menit, namun tetap tak ada perubahan, bunyi nada tunggu tetap seperti sedang ada pembicaraan –hal ini membuat Husen jadi semakin curiga. Dia kenal betul watak istrinya yang tak mungkin akan bicara lama di telpon yang bukan miliknya sendiri. Husen mencoba menenangkan diri, ia kini menelpon rumah makan dimana Ratna diharapkannya membeli makanan malam yang lezat. Diterangkannya dan ditanyakannya apakah pegawai rumah makan -terutama bagian penerima pesanan dan juga bagian kasir- melihat Ratna yang ketika berangkat dari rumah memakai baju blouse berwarna ungu muda dan rok bawah berwarna biru tua. Tidak ada satupun pegawai rumah makan itu yang mengingat ada langganan wanita berpakaian sesuai dengan uraian Husen. Kini hilanglah rasa lapar Husen dan rasa panik mulai mencekamnya.

Di luar sudah gelap dan ibukota Jakarta mempunyai banyak tempat rawan yang cukup membahayakan - apalagi untuk seorang wanita cantik seperti Ratna. Husen dalam kegelisahannya mencoba menelpon semua kenalan dan teman-teman akrabnya sendiri maupun dari istrinya yang tinggal di sekitar tempat kediaman mereka di daerah Bintaro sampai ke Cinere - semua tak ada hasilnya. Akhirnya setelah lonceng dinding berdentang delapan kali, maka Husen memutuskan untuk mengunjungi rumah keluarga Mochtar - mungkin Ratna ada di dalam rumah itu dan terpeleset ketika berada di WC, jatuh dan gegar otak sehingga pingsan tak mendengar semua telpon yang berdering. Kemungkinan ini sangat kecil, tapi ya siapa tahu... dan kalau memang ini benar, maka sebetulnya hanya masalah kecil saja dan tak segawat apa yang telah dibayangkannya.

Hanya dalam waktu lima menit, Husen telah tiba di gedung tempat tinggal keluarga Mochtar, namun mobil Honda Jazz milik istrinya tak terlihat di depan rumah. Ini bukan tanda yang baik, dan terlebih lagi ketika Husen akan membunyikan bel pintu yang tersembunyi di belakang tembok dinding pagar besi rumah itu, dilihatnya bahwa pagar itu sama sekali tak terkunci dan dapat dibuka begitu saja dengan mendorongnya. Husen perlahan-lahan masuk ke depan pintu dan mengetuk dengan keras - tak ada yang menyahut. Ketika Husen mencoba mengetuk lebih keras lagi, tiba tiba pintu depan yang cukup berat dan besar itu juga terbuka sendiri.

Ini tanda yang jelek sekali karena tak pernah Ratna lalai dalam menge-check semua pintu sebelum pergi meninggalkan rumah, apalagi rumah yang dipercayakan kepadanya dan bukan miliknya sendiri. Husen kemudian berteriak memanggil-manggil nama istrinya di seluruh bagian rumah, dibawah maupun di loteng kamar tidur, semuanya sia-sia saja, tak ada manusia disitu yang menjawabnya. Karena pintu kamar tidur mewah yang terletak di bawah terlihat agak terbuka, maka Husen menengoknya - apa yang dilihatnya semakin membuat jantungnya berdebar-debar : kamar itu tampak sangat berantakan karena diaduk-aduk, semua pintu lemari pakaian terbuka dan isinya tersebar di lantai - ini mudah sekali di-interpretasikan oleh siapapun, ada penjahat yang mencari barang berharga di rumah ini. Dengan penasaran Husen memasuki semua kamar tidur yang berada di tingkat atas dan semua hasilnya sama.

Kini Husen mengerti kenapa telpon keluarga Mochtar selalu seperti sedang bicara : karena genggamannya ada di lantai dan dalam display terlihat beberapa angka yang mungkin sekali merupakan nomor telpon tak lengkap sehingga selalu memberikan bunyi seolah-olah ada yang sedang bicara. Husen mengambil alat telpon itu dan ingin meletakkannya di holder alias chargernya - pada saat itulah ia melihat secarik kertas di lantai disamping meja telpon. Ia segera memungutnya dan hatinya langsung tercekat begitu mengetahui apa isinya. Kertas itu adalah catatan dengan tulisan tangan Ratna yang khas, berisikan makanan apa saja yang akan dibelinya. Dengan bukti ini dapat disimpulkan dengan pasti bahwa Ratna telah berada di gedung ini, mungkin secara kebetulan sekali Ratna memergoki kawanan penjahat yang sedang mengobrak-abrik seluruh kamar tidur untuk mencari barang berharga, dan sekarang dia diculik oleh mereka agar tidak ada saksi mata. Husen merasa seluruh badannya lemas membayangkan apa yang akan dan dapat terjadi dengan istrinya yang cantik jelita menghadapi perampok ganas yang jumlahnya beberapa orang itu.

Dalam waktu tak sampai setengah jam, Husen yang telah melupakan rasa laparnya, telah duduk di kantor resort kepolisian setempat. Bersama dengan dua orang petugas, ia membuat laporan lengkap tentang peristiwa menghilangnya Ratna...


***

DUA JAM SEBELUMNYA

Ratna tidak mengetahui nasib apa yang akan menunggunya sebentar lagi. Dengan santai dihentikan mobil Honda Jazz-nya yang baru di depan rumah Pak Mochtar. Ia memang dititipi kunci, tapi bukan pintu depan yang besar dan berat itu, melainkan pintu kecil disamping pintu garasi. Ratna tak mau menyolok masuk pintu depan, karena ia bukanlah penghuni atau pemilik rumah itu, jadi dimintanya kepada nyonya Mochtar kunci pintu samping garasi yang lebih ringan dan mudah dibuka.

Apa yang Ratna tak ketahui adalah seminggu sebelum itu pembantu baru yang baru masuk sekitar tiga bulan telah dikeluarkan lagi karena ketahuan mencuri satu set sendok garpu dan pisau yang lengkap dan mahal merk Zwillinge buatan Solingen di Jerman. Pembantu bernama Umi yang dikeluarkan itu sebenarnya sudah ‘profi’ dan sering mencuri ditempat majikan lain sebelumnya. Bukan itu saja, pembantu itu juga mempunyai suami tak sah seorang pencuri-perampok yang sampai saat ini masih menjadi buronan polisi, Rivan namanya. Rivan dalam melakukan pencurian atau perampokan tidak sendirian, melainkan dibantu oleh tiga anak buahnya yang berasal dari desa yang sama : Urip, Ujang dan Udin - dan karena semua nama mereka kebetulan dimulai dengan huruf yang sama, maka oleh pihak kepolisian, mereka dijuluki ’Trio-U’.

Selain berhasil mencuri set sendok garpu dan pisau mahal, Umi yang juga tak kalah profi dibandingkan keempat penjahat itu berhasil mencuri kunci pintu depan - dibuatnya duplikat dengan bantuan Udin yang pernah bekerja di mister minit pembuat kunci - sedangkan aslinya ditaruh lagi ditempat asalnya, sehingga baik tuan maupun nyonya Mochtar sama sekali tidak curiga. Dengan demikian keempat perampok itu dengan mudah dapat memasuki rumah mewah itu setiap saat, mereka hanya tinggal menunggu saat yang tepat. Secara sangat kebetulan mereka mengetahui bahwa pasangan suami istri setengah baya itu akan pulang kampung untuk mengunjungi kerabat yang sakit parah. Tapi mereka tidak menduga bahwa Ratna dititipi kunci rumah untuk melihat dan mengawasi rumah itu selama tak ada penghuninya.

Inilah yang disebut perjalanan nasib yang tak dapat diramalkan semula : baik untuk para perampok maupun untuk Ratna.

Ratna memasuki ruang tamu yang besar tanpa rasa curiga sedikitpun, diletakkannya koran serta surat yang baru diambilnya di kotak pos dan semuanya ia taruh di atas meja kecil di samping telpon. Perhatian Ratna mendadak tertarik oleh pintu kamar tidur yang terlihat sedikit renggang terbuka - ini aneh sekali karena kemarin masih diingatnya semua pintu tertutup rapat tanpa kecuali.

Ratna mendekati pintu kamar tidur itu yang terletak agak di sudut gelap dan menjulurkan kepalanya untuk melihat ke dalam, pada saat itulah mendadak beberapa tangan kasar dengan sangat kuat memeluknya dari belakang sekaligus membekap mulutnya menggunakan handuk kumal sehingga jeritan Ratna yang akan keluar terhenti menjadi suara geraman yang teredam. Ratna terkejut bukan kepalang dengan peristiwa yang sama sekali tak diduganya tersebut, ia mencoba menggeliatkan tubuhnya dan meronta sekuat tenaga, namun tetap tak berdaya melawan dua orang penjahat yang mendekapnya dari belakang. Bahkan sebelum dapat melihat siapa yang membekuknya, tiba-tiba sebuah benda logam yang terasa dingin dan sangat tajam menyentuh bagian depan lehernya yang jenjang dan menekan kuat disana.



"Kalo loe berontak terus atau mencoba menjerit, pisau ini akan segera menggorok leher loe, tahu!!" terdengar suara berat menghardiknya dari belakang hingga membuat Ratna bergidik.

Ratna tahu bahwa yang mengancam itu pastinya adalah perampok yang kebetulan sekali sedang beraksi di dalam rumah mewah keluarga Mochtar dan kini secara kebetulan ia jatuh ke tangan mereka. Ratna berusaha menekan rasa takutnya dan menganggukkan kepalanya sebagai tanda mengerti atas ancaman yang baru saja didengarnya. ’Biarlah asal jiwaku selamat maka semua barang yang hilang kalau ada rejeki pasti dapat dibeli kembali - apalagi untuk keluarga Mochtar yang memang cukup berada,’ demikian pikiran yang melintas di benak Ratna saat itu.

Tanpa sempat melihat siapa yang melakukan, Ratna merasakan kedua lengannya ditelikung ke belakang dan ditekuk di bagian sikunya, lalu diikat dengan kencang sekali sehingga ia tak berdaya lagi untuk memberontak. Kemudian tubuhnya diputar dan baru kini Ratna dapat melihat orang-orang yang membekap dan meringkusnya, dengan nanar ia tatap empat wajah yang menakutkan itu.

"Ya Allah, tolonglah hambamu ini," demikian bisik doa dalam hati Ratna ketika melihat para begundal yang rupanya memang sedang sibuk merampok itu. Mereka terdiri dari 4 orang laki-laki, semuanya berbadan kekar, tegap, dan berkulit hitam, dengan lengan penuh tattoo atau bekas-bekas luka, terutama wajah-wajah mereka yang sangat beringas menakutkan atau menyeringai mesum melihat siapa yang jatuh ke tangan mereka.

Kemudian seseorang yang terlihat paling dingin dengan pandangan mata amat tajam mendekatinya, "Perkenalkan, nyonya cantik, nama saya Rivan. Dan ini rekan-rekan saya. Kami disini sedang mencari nafkah sesuap nasi." jelasnya. Dan sebelum Ratna sempat menjawab, laki-laki bernama Rivan itu melanjutkan, "kebetulan nyonya masuk dan mengganggu urusan kami, nyonya telah melihat wajah kami, oleh karena itu sekarang nyonya harus ikut kami."

"Oh, tolong, Pak! Lepaskan saya, pasti saya tak akan laporkan soal bapak ke polisi, saya hanya ingin pulang ke suami saya!" suara Ratna memelas ketika dibayangkannya apa yang akan terjadi jika ia dibawa oleh keempat lelaki perampok itu yang terlihat bengis itu.

Mereka hanya terkekeh pelan mendengar permohonan Ratna.

"Jangan culik saya, Pak! Saya hanya menengok rumah ini karena dititipi sama yang punya, saya akan ceritakan bahwa ketika saya datang maka semuanya sudah terjadi, saya tak akan ceritakan ketemu bapak dan teman-teman bapak. Sungguh, Pak, tolong kasihani saya. Saya cuma ingin dilepaskan dan kembali pulang ke rumah." Ratna kembali memohon dengan suara penuh iba mengharapkan belas kasihan para perampok itu.

Dilihatnya keempat perampok itu kasak-kusuk berunding sementara mata mereka sering melirik dan mengawasi tubuhnya dari atas ke bawah. Jantung Ratna berdebar-debar dan perasaannya semakin resah dan tidak nyaman melihat empat pasang mata buas seolah-olah sedang membuka baju dan menelanjanginya.

Kemudian Rivan mendekatinya kembali, "Kami telah mengambil keputusan bahwa nyonya harus ikut kami, Urip akan bawa mobil nyonya, kami bertiga akan naik mobil kijang milik kami mengikuti belakang mobil nyonya. Di satu tempat terpencil, mobil nyonya akan kami tinggalkan dan Urip akan ikut naik dengan mobil kijang, sehingga jika mobil nyonya ditemukan polisi, maka mereka akan menduga bahwa ada kemungkinan nyonya-lah yang mencuri barang-barang di rumah ini, lalu menghilang meninggalkan suami nyonya untuk hidup menikmati hasil curian nyonya dengan kekasih nyonya yang lain. Bagaimana pendapat nyonya mengenai taktik ini, brilian bukan?"

Ratna tidak menjawab, ia hanya bisa menatap dan terbengong tak percaya saat mendengarnya.

"Agar nyonya tidak menimbulkan keributan yang akan dapat menarik perhatian para tetangga, maka kami harus melakukan tindakan yang mungkin tak menyenangkan bagi nyonya, namun ini perlu untuk menjamin keselamatan kita semua." Rivan lalu memberikan tanda kepada anak buahnya, yang kembali mendekati dan mengerubungi Ratna yang semakin ketakutan.

Ratna menjerit dan berteriak sekuatnya meminta tolong, namun teriakan itu hanya satu dua detik saja karena Rivan langsung meninju ulu hatinya dengan kepalan tangan yang sekeras batu. Rasa sakit tak terkira membuat muncul ribuan bintang dipelupuk mata Ratna dan teriakannya langsung teredam, yang terlihat hanya mulutnya yang mungil terbuka selebar-lebarnya menahan sakit. Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Ujang yang langsung menyumpalkan saputangannya yang telah usang dan berbau tak enak ke mulut Ratna- membuat Ratna langsung mual dan terbatuk-batuk karenanya.

Sementara itu Udin mengaduk-aduk tas kecil milik Ratna yang terjatuh ketika disergap dan ditelikung tadi, diambilnya lembaran uang yang terselip di dompet, demikian pula beberapa kartu kredit, dan dilihatnya KTP mangsanya dengan nama Ratna Simone Tambayong.

"Hehehe, si nyonya ini namanya Ratna, Boss. Nama bagus teuing, dulu pacar gue juga namanya Ratna, tapi dia ninggalin gue karena ketemu cowok yang kaya raya." wajah Udin berubah menjadi beringas dan mendekati Ratna yang terikat dan tersumpal mulutnya, "gue dulu belon sempet nikmati badan pacar gue, tapi ntar loe boleh deh ngegantiin pacar gue.“ kata Udin sinis sambil menyentuh dan menaikkan dagu Ratna. “Loe pernah selingkuh nggak? Ayoh cepetan ngaku, kalo nggak mau gue siksa!!" ancamnya.

Rasa panas dingin langsung menerpa tubuh Ratna membayangkan yang akan dialaminya di tangan keempat penjahat itu - tubuhnya terasa menggigil, dipanggilnya nama Husen suaminya dalam doa. Teriakan dan jeritannya tak keluar sama sekali karena teredam oleh saputangan kotor yang membuatnya ingin muntah.

"Hehehe, si bahenol ini rupanya nggak suka sama saputangan gue - ntar deh di mobil kita ganti dengan sepotong kain miliknya sendiri. Akur kan, Boss?" demikian tanya Udin sambil menoleh bergantian ke arah Ratna dan Rivan.

Rupanya Rivan mengerti apa maksudnya, dan ia hanya menjawab dengan singkat. "Itu urusan belakangan. Yang penting kita harus segera meninggalkan rumah ini sebelum ada yang memergoki. Rip, loe nyetir mobil milik si nyonya, gue akan nyetir mobil kijang kita. Jangan lewat jalan tol, Rip, ambil jalan jalan tikus aja, loe tahu kan?"

"Beres, Boss.“ sahut Urip. “ngimpi apa nih malam ini, rejeki nomplok nyambet banyak barang berharga, mana ketemu bidadari lagi yang bisa menghibur kita malam ini." tambahnya.

Semuanya segera bertindak, mereka bergegas berjalan ke arah pintu keluar dengan sambil mendorong dan menyeret barang jarahan masing-masing. Rivan kembali meletakkan pisau belatinya yang setajam pisau cukur di leher Ratna, membuat perempuan cantik itu jadi tak berani melawan sedikitpun. Di luar sudah gelap sehingga dengan mudah mereka dapat menyelinap keluar rumah besar itu , Urip menyetir mobil Honda Jazz Ratna, disusul di belakangnya mobil kijang warna gelap yang dikendarai oleh Rivan, sementara Ratna duduk di belakang didampingi kiri kanan oleh Udin dan Ujang. Ternyata Udin juga mempunyai pisau yang hampir serupa dengan milik Rivan dan kini ditekannya di pinggang Ratna sehingga membuat wanita itu tak berani memberontak atau berkutik lagi.

Kedua mobil itu berjalan berliku-liku lewat ’jalan tikus’ yang sempit dan setelah melewati batas kota Jakarta Selatan menuju ke arah Depok Cibinong dimana lampu pinggir jalan telah tak ada lagi sehingga dalam mobil pun selalu gelap, mulailah Udin dan Ujang beraksi. Dengan sebelah tangan mereka meremas-remas buah dada Ratna yang kenyal dan padat, sementara tangan yang satu lagi mengusap-usap betis dan terus menggerayang naik ke atas untuk menyingkap rok pendek Ratna. Terbukalah kini paha halus mulus milik wanita cantik itu yang selama ini hanya Husenlah yang pernah menjamahnya.

Ratna berusaha sekuat tenaga merapatkan pahanya agar tangan-tangan yang tidak berhak itu tidak meneruskan aksi mereka, namun upayanya itu terus ditahan oleh tangan-tangan kasar Ujang dan Udin. Hanya sebentar saja kekuatan otot otot pahanya dapat membuat Ratna merapatkan paha, namun itu justru dipakai oleh Ujang dan udin untuk dengan sigap menarik CD string satin berwarna merah jambu yang ia kenakan. Hanya dalam waktu dua detik, kain itu telah merosot ke tengah paha lalu terus turun ke lutut Ratna. Wanita itu sama sekali tidak bisa mencegahnya meski ia sudah sekuat-kuatnya menendang ke kiri dan ke kanan untuk meronta, namun akhirnya CD string itu lepas juga ke bawah kakinya. Kini tak ada lagi pelindung yang menutup aurat Ratna, namun untunglah saat itu di dalam mobil sangat gelap sehingga kedua pemerkosa Ratna masih belum melihat betapa indahnya bukit kemaluan wanita cantik itu.

Ujang menunduk dan mengambil CD Ratna yang terjatuh di bawah tempat duduk mobil, sementara Udin -sambil terus mengancam dengan pisau belatinya- menekan pinggang ramping Ratna kuat-kuat saat ia menarik keluar sapu tangannya yang menyumpal mulut manis Ratna.

"Awas kalo loe teriak, pisau si Udin akan masuk di usus loe sebagaimana telah terjadi dengan banyak korbannya yang lain, ngarti!?" bentak Ujang sambil mulai menciumi dan mengendus-endus CD Ratna yang ada di tangannya seperti binatang buas yang menciumi aroma mangsanya sebelum disantap.

"Hmm, celana dalamnya aja wangi begini, gimana jerohannya?!“ raung Ujang suka, “tapi koq gue cium kayaknya ada bau sperma juga, eh loe abis main sama laki loe ya, atau sama cowok lain?! Ngaku deh, loe abis selingkuh sama lelaki lain ya?!" Ujang meneruskan filsafatnya dan tanpa menunggu jawaban Ratna yang mulai menangis sesenggukan, ia menyumpalkan CD itu ke mulut Ratna.

Kedua penjahat profesional itu lalu melanjutkan perantauan tangan mereka, Udin meraba dan mengusap paha serta selangkangan Ratna, tangannya semakin lama menjadi semakin nakal dengan jari mulai mencari celah lembab yang dihiasi rambut halus yang ada di pangkal paha Ratna. Sementara itu Ujang yang tak mau kalah -sambil tetap menahan paha Ratna agar tetap terbuka, dengan dibantu oleh Udin di paha yang satunya- mulai mengelus-elus bokong bulat Ratna. Diraba dan dipijit-pijitnya kulit yang sedemikian halus, mulus, dan sangat merangsang itu kuat-kuat.

"Hmm, betul-betul bohay nih pantat, gimana tengahnya ya?! Eh, laki loe pernah nembusin lobang pantat loe nggak, atau situ loe masih perawan?!" tanya Ujang yang kini tanpa permisi mencapai belahan tengah dan mengusap-usap anus Ratna dengan penuh nafsu, lalu tanpa peringatan sama sekali, ia menusukkan jari tengahnya ke dalam lubang sempit itu.

Tanpa sumpalan celana dalamnya sendiri di dalam mulutnya, pasti akan terdengar jeritan melengking Ratna memenuhi mobil kijang itu, namun saat ini yang terdengar hanyalah, "Hmmnggggghppppmmnnnggh!!" Sementara tanpa sadar, otot lingkaran anus Ratna berusaha menolak, melawan dan mendorong keluar jari tengah yang sedang merajah lubang intimnya itu. Bagi Ratna, lubang anus adalah sangat tabu dan setiap usaha atau bujukan suaminya untuk ML disitu tak pernah diladeninya. Jangankan mau disodomi, dicium atau hanya diusap dengan jari saja selalu ditolaknya mentah-mentah.

Tapi kini seorang lelaki asing tak dikenal memasuki lubang anusnya dengan jari secara kasar tanpa ada peringatan samasekali, bahkan saat ini jari itu mendesak dan menembusi perlawanan otot lingkarannya. Jari itu terus menyodok-nyodok semakin dalam tanpa ada rasa belas kasihan sedikitpun. Ratna menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan untuk menahan rasa nyeri di anusnya, kedua pahanya yang dipaksa membuka lebar oleh tangan-tangan kuat mereka terus meronta menendang-nendang, namun ruangan tempat duduk di mobil kijang yang sempit tak membantunya untuk dapat melepaskan diri, apalagi dengan kedua lengan tangannya terterlikung dan terikat erat di punggungnya. Ratna benar-benar tak berdaya.

Udin dan Ujang justru merasa sangat gembira melihat korbannya yang cantik terus menggelinjang dan meronta, dengan begitu paha Ratna jadi semakin terkuak lebar. Mereka dengan paksa juga terus memeganginya kuat sekali sehingga pasti akan terlihat bercak merah kebiruan di tempat cekalan perampok itu di paha Ratna yang halus mulus. Udin kini semakin binal dengan tangan dan jarinya mengusap bukit kemaluan Ratna, dicarinya celah kenikmatan yang tersembunyi di balik bulu keritingnya yang halus terawat. Setelah ditemukan, mulailah dimasukkannya dua jari ke celah lembab itu; jari tengahnya menyeruak semakin dalam, sementara jari telunjuknya menyentuh daging kecil di bagian atas vagina Ratna yang tersembunyi diantara kedua bibir vaginanya. Tusukan jari ke dalam gua kenikmatan dan sentuhan di kelentitnya menyebabkan Ratna menggelinjang hebat, rasa geli tak terkira ibarat terkena aliran listrik menjalar dari selangkangan ke seluruh tubuhnya. Jari lain yang memasuki anusnya tak mau kalah, dan terus menerus menggelitik selaput lendir pelumas yang ada disitu sehingga dinding anusnya menjadi semakin licin dan lengket, membantu Ujang untuk mengeluarkan dan memasukkan jarinya kesitu dengan amat rajin.

"Hmm... enak tenan ya, Neng, dirajah barengan dua lelaki?! Kapan lagi Neng ngerasain yang kayak gini, hehehe... ntar malahan Neng bakal di service sama kami berempat sekaligus!" celoteh Udin yang disambut oleh ketawa Ujang yang membuat Ratna mulai menangis terisak-isak lagi. "Koq nangis sih, Neng, kan sedang ngalami nikmat gini?! Nggak usah malu deh, Neng, jari abang makin basah nih disiram air madu Neng." tambah Udin sambil semakin getol mengusap-usap klitoris Ratna.

Ratna semakin lemas mendengar ocehan Udin, tak dibayangkannya malam ini akan dikerjain oleh empat lelaki bergantian atau malahan sekaligus. Bukan belaian mesra suami sendiri di tengah suasana romantis di kamar tidur yang akan dialaminya, melainkan perkosaan brutal yang sering didengar dan dibacanya di pelbagai koran dan majalah.


Namun yang sangat merisaukan Ratna adalah kenyataan pahit saat ini, betapapun jiwa dan kehendaknya untuk melawan serta menolak penggarapan kurang ajar yang sedang dialaminya, namun tubuhnya yang sehat sebagai wanita muda penuh hormon betina mulai bereaksi terhadap rangsangan bertubi-tubi itu. Seluruh pori-pori kulitnya ibarat menerima dan bahkan mengharapkan agar rangsangan yang dialaminya diteruskan, tidak dihentikan, atau bahkan kalau bisa makin di-intensifkan. Teriakan minta tolongnya semakin melemah, semakin berubah menjadi keluhan, desahan dan dengusan seorang wanita sedang digarap oleh nafsu. Mata Ratna semakin kuyu, paha dan betisnya bergerak semakin cepat menekuk dan melurus kembali, bergantian dengan naik turun menggiurkan, terkadang agak mengatup dan kembali membuka menahan rasa geli dan gatal yang mengganggu di celah selangkangannya.

Tanpa diduga, mendadak Ujang menyentil-nyentil kemudian menekan dan memijit mijit serta mencubit kelentitnya. Rangsangan ini tak sanggup lagi ditahan oleh Ratna, ibarat ada tegangan listrik tinggi menyengat klitorisnya, lalu menjalar ke seluruh tubuhnya, dan terus naik hingga ke otaknya, disitu terjadi ledakan yang membuyar menjadi jutaan bintang di pelupuk matanya. Ratna meraung tanpa tertahan di dalam mulutnya yang tersumbat, kedua tangannya yang terikat membentuk kepalan, seluruh badannya mengejang, terutama paha dan betisnya, kepalanya menengadah lalu menoleh ke kiri dan ke kanan sehingga rambutnya yang panjang tergerai awut-awutan. Tanpa terkendali lagi, Ratna mengalami orgasmenya - orgasme yang tidak terjadi secara paksaan namun intensitasnya tidak kalah dengan orgasme yang dialaminya ketika ML dengan suami yang dicintainya - dan ini tak dapat dimengertinya!

Bagaikan ada perjanjian sempurna, ketika Ratna mulai lemas lunglai dari orgasmenya, tiba-tiba mobil kijang itu berhenti. Pintu di samping sopir terbuka dan masuklah Urip yang telah meninggalkan Honda Jazz milik Ratna di jalan kecil sebelumnya. Kini lengkaplah kembali semua penjahat berempat itu dalam mobil kijang mereka beserta sang korban : wanita muda yang cantik jelita, seorang istri setia yang selalu mendambakan belaian dan kemesraan sang suami. Kini istri setia dengan body sexy bahenol itu akan mengalami nasib yang tak pernah diduganya, bahkan tak pernah dibayangkannya sekalipun dalam mimpi bahwa nasibnya akan sejelek itu.

Semua ibarat mimpi buruk yang tak akan berhenti, tak akan berlalu begitu saja, dan Ratna kini hanya mengharapkan bahwa keempat penculiknya masih mempunyai belas kasihan dan tak membunuhnya. ’Biarlah tubuhku ternoda asal jiwaku murni tetap mencintai seorang lelaki, yaitu suamiku sendiri. Semoga dia akan mengerti dan bersedia memaafkan segalanya, karena ini bukanlah kesalahanku sendiri, melainkan jalan nasib yang tak pernah terduga.’ batin Ratna dalam hati.

Sementara itu mobil kijang terus meluncur melewati jalan-jalan tikus yang semakin berliku-liku, semakin lama semakin sepi, tak ada mobil lain yang lewat disamping mereka. Semakin lama semakin dalam mereka memasuki desa pedalaman yang terletak di suatu tempat di daerah sekitar Cibaragujul, tak terlalu jauh dari anak sungai terkecil Citedoy.

Beberapa kilometer terakhir dirasakan Ratna bahwa jalanan semakin jelek karena mobil kijang itu bergoyang-goyang terus ke kiri dan kekanan, begitu kasarnya permukaan yang ditempuh sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa jalanan itu tidak dilapisi aspal. Setelah melalui perjalanan yang dirasa sedemikian lama oleh Ratna, akhirnya mobil kijang itu berhenti. Ratna merasakan tubuhnya didorong keluar dengan kasar sehingga hampir saja ia terjatuh jika tidak segera disanggah oleh Urip yang telah keluar duluan.

Urip pun langsung mengambil kesempatan untuk meraba buah dada Ratna yang bulat besar yang kini ada di telapak tangannya, segera diremas-remasnya benda itu sambil tangan satunya memijit dan menepuk pantat Ratna yang sangat bohay, yang selalu menjadi pusat perhatian lelaki. Goyangan pantat itu terlihat sangat merangsang namun alamiah.

Ratna hanya mengerang lemah dengan tubuh masih gemetar karena baru saja mengalami orgasme, ia merasa sangat ketakutan untuk menolak. Ratna lebih berkonsentrasi untuk mencari orientasi dimana mereka sekarang berada. Sayang sekali yang dilihatnya hanya lingkungan yang sangat gelap, sedikit sekali terlihat beberapa titik sinar dikejauhan yang sukar untuk dijadikan patokan.

Lengan Ratna yang masih terikat di punggungnya kini dicekal oleh Rivan di sebelah kiri dan Urip di sebelah kanan, dari belakang dirasakannya dorongan tangan tangan kasar kurang ajar dimana ada satu dua jari yang tetap nakal berusaha menyeruak diantara bongkahan pantatnya. Ratna menduga bahwa itu adalah jari-jari Ujang yang memang rupanya terobsesi dengan indahnya bulatan pantat wanita dan sekaligus mempunyai kecenderungan sebagai anal maniak.

Ratna hanya dapat memanjatkan doa tiada henti agar apa yang dialaminya akan cepat berakhir dan sekaligus para penculiknya masih mempunyai rasa peri kemanusiaan untuk kemudian melepaskannya dan tak membunuhnya. Melewati jalan yang berbatu dan disana-sini tergenang air bekas hujan lebat sehari sebelumnya, akhirnya mereka masuk pekarangan sebuah rumah khas pedesaan yang cukup besar namun sukar terlihat dari jalanan karena tersembunyi di balik pohon-pohon besar.

***

PEMBANTAIAN RATNA - TRANSFORMASI RATNA


Berbeda dengan rumah-rumah penduduk di desa pedalaman itu yang hanya kebagian aliran listrik sangat minim, ternyata di rumah sederhana yang dijadikan sarang penyamun oleh keempat penjahat itu terdapat kapasitas listrik lumayan besar karena mereka mempunyai generator sendiri. Generator itu adalah hasil curian ketika Rivan bekerja di bagian pembangunan rumah-rumah mewah di estate BSD beberapa tahun lalu. Di setiap ruangan ada penerangan yang setidaknya cukup untuk membaca - baik di ruangan depan yang biasa dipakai mereka untuk duduk-duduk main gaplé maupun di tiap kamar tidur. Yang paling terang lampunya adalah di kamar tidur terbesar yang dipakai oleh Rivan, si kepala rampok - disitu terdapat ranjang terbesar pula, meskipun usang namun cukup kokoh, terbuat dari kayu dengan pilar di ujung-ujung kepala dan kakinya.

Ratna kini berdiri dengan tubuh gemetar akibat rasa takut tak terkira dikelilingi oleh empat bandit berwajah beringas dan menyeramkan itu. Dari semuanya, wajah Rivan tak lebih menyeramkan dibandingkan anak buahnya, namun memiliki tatapan mata paling dingin dan membuat hati Ratna semakin resah, meskipun sumpalan celana dalamnya sendiri di mulutnya kini telah dilepaskan.

"Kami telah letih mencari nafkah seharian dan sudah waktunya mendapatkan hiburan sepantasnya," kata Rivan memecah keheningan, "kamu sekarang harus mulai menari di depan kami, sambil menari kamu harus melepaskan semua pakaian, juga baju dalam kamu sehingga akhirnya kami dapat menikmati keindahan tubuhmu!" lanjutnya dengan suara datar seolah tanpa emosi. Ratna bergidik mendengar perintah ini, dengan air mata berlinang ia menggelengkan kepala.

Rivan yang sedang menghisap rokok kretek yang baunya sangat tak disenangi Ratna mendekati mangsanya disertai oleh Udin yang menyeringai dengan buas, sementara Urip dan Ujang masih duduk mengepulkan rokok kretek pula sambil bergantian menciumi celana g-string milik Ratna.

Udin berdiri dibelakang Ratna dan menahan punggungnya sehingga Ratna tak dapat mundur lagi, dan dengan amat sadis disentaknya lengan Ratna yang terikat ke arah atas sehingga menyebabkan rasa sakit mendadak yang amat sangat. Secara refleks Ratna berusaha menarik dan menjauhkan lengannya yang terpelintir itu, namun tanpa guna, bahkan gerakan itu menyebabkan dadanya semakin membusung ke depan.

"Kalau kamu menolak dan melawan, maka kamu akan ditelanjangi secara paksa oleh kami beramai-ramai, sesudah itu puting susu kamu akan mengalami sentuhan rokok-rokok kami atau akan ditindik dan dipasangkan cincin piercings oleh ahli khusus yaitu Udin yang sedang berdiri di belakang kamu - gimana, mau nurut atau harus disiksa dulu?!" tanya Rivan tetap dengan nada sangat tenang dan dingin, namun justru ini sangat menakutkan Ratna.

"Ampun, jangan, saya nggak mau disiksa. Saya cuma mau pulang ke rumah. Ampun, Pak, saya sumpah tak akan cerita kepada siapapun. Saya akan bilang bahwa saya pingsan dan tak tahu apa-apa lagi. Betul, Pak, saya sumpah kepada Allah dan semua leluhur saya, asal saya dilepasin dan boleh pulang ke rumah, saya bahkan tak akan bicara apapun kepada suami saya. Tolong, Pak, kasihani saya!!" dengan isak tangis putus asa, akhirnya Ratna menjatuhkan diri berlutut dihadapan Rivan.

Sejenak terlihat Rivan agak ragu dan melintaskan pandangannya kepada anak buahnya yang menyeringai lebar melihat mangsa yang telah tak berdaya dihadapan mereka. Urip dan Ujang kini ikut mendekati Ratna dari kiri kanan sehingga ia dikelilingi oleh empat laki-laki ibarat kancil lemah dikurung oleh empat ekor singa ganas yang siap mengoyaknya.

"Begini sajalah, kamu harus melayani kami berempat, satu persatu dan juga sekaligus. Kalau kami semuanya puas atas layanan kamu, maka kami akan melepaskan kamu dan mungkin kami antarkan kembali ke depan rumah kamu di tengah malam esok atau kami telpon suami kamu untuk menjemput. Tapi kalau kamu mencoba melawan keinginan kami, maka setelah kamu diperkosa bergantian kemudian beramai-ramai sekaligus oleh kami berempat, maka kamu akan kami bawa dalam keadaan telanjang bulat ke daerah perumahan yang baru akan dibangun tak berapa jauh dari kompleks perumahan tempat kita berjumpa tadi. Disitu belum ada satupun rumah yang jadi dan sama sekali belum ada penghuninya, yang ada hanya puluhan kuli-kuli bangunan yang tentu saja setelah letih seharian membanting tulang akan gembira sekali jika ada wanita cantik yang bersedia menghibur mereka semalaman. Gimana kawan-kawan, siapa menolak usul ini, silahkan angkat tangan, seperti di MPR/DPR kan?!" tanya Rivan dengan nada sinis sambil bertolak pinggang.

"Akuuuur, setuju bangeet, emang Boss pinter cari jalan tengah keluar yang terbagus!" demikian seruan Udin dengan nada tak sabaran, sementara Urip dan Ujang ikut membantu dengan manggut-manggut tak kalah dengan para anggota MPR/DPR yang pada umumnya mempunyai mental ’yes man’ dan ’mumpung’ bisa korupsi.

"Ya Tuhan, ambil sajalah jiwa saya! Ya Allah, jangan biarkan semua ini terjadi!!" demikian doa putus asa Ratna yang tahu bagaimana nasibnya sebentar lagi.

Keempat lelaki jahanam itu segera memulai aksi pembantaian mereka, sebagai langkah pertama, mereka menggusur mangsanya ke ruangan dimana mereka biasa makan. Tanpa memperdulikan rontaan dan geliatan tubuh Ratna yang sia-sia saja, mereka meletakkan mangsanya diatas meja. Udin yang berada di belakang kepala Ratna memegang erat-erat kedua tangan Ratna, sementara Urip dan Ujang merejang pergelangan kaki Ratna yang langsing dan dipaksa membuka lebar.

Rivan si kepala rampok mulai melepaskan kancing-kancing blouse Ratna sehingga tampaklah dua gumpalan gunung yang sangat merangsang mata mereka. Meskipun masih terlindung bh berukuran 34C, namun di balik bahan tekstil mahal itu terlihat jelas puting buah dada Ratna yang memang secara alamiah selalu mencuat tegang menggemaskan tiap mata lelaki.

Kebetulan kaitan penghubung BH yang dipakai Ratna tak terdapat di punggung seperti BH pada umumnya, melainkan khas pada model baru merk Enamora Senorita, berada di depan tepat di tengah-tengah diantara dua bulatan daging sehingga dengan mudah dilepaskan oleh Rivan. Muncullah tonjolan buah dada montok berkulit putih amat licin dan halus mulus milik Ratna yang dihiasi oleh dua kerucut berwarna coklat muda kemerahan dikelilingi aureola merah jambu.

Semua rontaan Ratna disertai jeritan sekuat tenaganya hanya membuat keempat laki-laki itu tertawa semakin keras karena mereka tahu betapa terpencilnya letak rumah sarang penyamun itu, tak ada rumah lain didekat situ dan karenanya tak ada orang yang akan lewat kesitu. Rivan yang selama ini dapat tenang menguasai dirinya, kini mulai tergugah syahwatnya melihat payudara Ratna yang sedemikian indah menggemaskan, mulailah kedua tangannya meremas bulatan daging putih mulus itu.

Bersamaan dengan itu, Ujang dan Urip yang memegangi pergelangan kaki Ratna juga ikut beraksi dan melepaskan ikatan pinggang serta ritsluiting samping pleated skirt Ratna, lalu dengan tak sabar menariknya ke bawah. Kini kedua betis langsing dan paha mulus milik Ratna ibarat pualam dari Italia, terpampang di hadapan empat pasang mata yang semakin melotot mencerminkan nafsu birahi.

Rivan si kepala penyamun kini mulai mencium bibir mungil Ratna, sementara jarinya melanjutkan meremas dan mengusap puting buah dada Ratna. Ia memilin lalu memijit dan menarik-nariknya kuat-kuat. Ratna tetap berusaha melawan dengan mengatupkan kedua bibirnya erat-erat, tak mau menerima desakan dan dorongan lidah Rivan yang berusaha memasuki rongga mulutnya. Mendadak Rivan memijit dan mencubit puting Ratna dengan keras dan secara sadis kukunya menjepit kuat, menyebabkan rasa sakit yang tak diduga oleh Ratna. Secara naluriah Ratna berusaha menjerit kesakitan dan inilah yang telah dinantikan oleh Rivan, lidahnya segera menerobos masuk ke rongga mulut Ratna dan menekan tenggorokannya, menyebabkan jeritan Ratna segera teredam.

"Auuuuweeefmmmmmpphhh..." hanya itu yang keluar dari celah bibir Ratna yang kini menjadi sasaran lumatan bibir tebal Rivan.

Sementara Ratna berontak dan bergulat berusaha memperoleh nafas karena mulutnya terbungkam oleh mulut Rivan, kedua perampok lain yaitu Urip dan Ujang tak kalah bernafsu, mereka tetap merejang kedua kaki Ratna yang menendang ke kiri dan ke kanan tanpa daya. Celana dalam G-string yang dihiasi kupu kupu kecil mungil rupanya amat disukai oleh kedua jahanam itu karena masih tanpa hentinya bergantian mereka ciumi.

"Eumm... duuh, harumnya nih celana, apa pake minyak wangi ato memang body nih cewek yang wangi banget?!" gumam Urip, yang kemudian ditimpali oleh Ujang...

"Dasar goblog loe, tentu aja pake minyak wangi. Tapi bukan beli di toko, lobang ini nih yang bikin wangi, goa sumber minyak wangi alami. Apa loe nggak ngerasa nih celana udah rada demek-demek basah?! Ayo kita terusin barengan ngerajah nih cewek supaya keluar keringatnya, siapa tahu juga sama wanginya!!"

Mendengar celoteh Ujang, rupanya Udin memperoleh ilham. Sambil tetap memegang kedua pergelangan tangan Ratna diatas kepalanya, kini diendus dan diciuminya ketiak Ratna yang sangat terawat, licin tanpa selembar bulu sedikitpun, ibarat anjing yang sedang mencari makanan, Udin menjilat-jilatnya dengan rakus.

Ratna semakin menggelinjang meronta mati-matian sekuat tenaga menerimanya, namun apa artinya tenaga seorang wanita dikerubuti oleh empat lelaki dengan nafsu birahi mulai mendidih. Apalagi ditambah dengan aksi Ujang dan Urip yang tak puas hanya merejang pergelangan kaki langsingnya, namun kini memasukkan jari-jari kaki Ratna ke mulut mereka yang bau, lidah mereka mulai menjilat-jilat celah jari kaki Ratna.

Rivan tetap menutup mulut Ratna dengan bibirnya yang domblé serta berkumis kasar, sementara lidahnya terus bersilat berusaha menaklukkan lidah mangsanya yang semakin lama semakin lemah, sambil tangan satu tetap meremas-remas buah dada serta memilin puting Ratna, sedang yang satunya lagi kini mengusap dan membelai bukit kemaluan Ratna. Dimasukkannya jarinya ke dalam celah hangat Ratna, ibu jarinya mencari dan menggelitik kelentit Ratna.

Semua rangsangan itu harus diderita oleh Ratna - dan tentu saja itu terlalu banyak untuk dapat ditahan oleh tubuh seorang wanita muda yang sehat dengan kadar hormon kewanitaan yang masih sangat tinggi. Disertai oleh lengkingan yang teredam, serta kejang-kejangan tubuh sexy bahenolnya yang melengkung ke atas, Ratna tak sanggup menahan diri lagi. Ia mengalami kembali orgasme hebat untuk yang kedua kalinya, cairan kewanitaannya menyembur deras membasahi dinding goa kenikmatannya sehingga terasa semakin hangat, licin dan basah. Sekitar dua-tiga menit tubuh Ratna melenting dan mengejang ke atas ibarat jembatan, dengat ditahan kuat oleh tangan-tangan para pemerkosanya, sebelum akhirnya gemetaran itu berlalu dan tubuh molek Ratna lemas dan lunglai terhempas ke atas meja, wajah cantiknya yang penuh keringat terlihat sayu berlinang air mata.

Keempat penyamun yang ganas itu sangat puas melihat mengsanya kini telah dikuasai sepenuhnya oleh mereka - seorang istri setia yang selama ini hanya mengenal cinta kasih mesra dari suaminya, kini diajari mengenal sisi lain dari permainan sex : kenikmatan yang dipaksakan, kenikmatan yang diakibatkan oleh permainan kasar, kenikmatan terlarang.

"Ini baru taraf permulaan, Neng, sekarang kita lanjutkan dengan babak yang sesungguhnya. Neng sudah alami kepuasan barusan kan? Nah sekarang gantian kami minta tagihan untuk dipuasi oleh Neng, udah siap kan?" tanya Rivan dengan suaranya yang tetap dingin namun sangat menakutkan di telinga Ratna.

"Udah dong, Pak, saya udah capek. Kasihani saya, Pak. Tolong, Pak, saya mau pulang ke rumah, saya nggak akan cerita ke siapapun. Tolong lepasin saya, Pak." demikian kembali Ratna memohon dengan suara memelas.

"Wah, udah malam, gelap gulita di luar, siapa yang mau anterin Neng pulang?! Mendingan temenin kami aja supaya anget, kan di luar dingin, nanti Neng sakit." demikian ejek Udin sambil nyengir dengan giginya yang agak tonggos.

Ratna tak dapat membayangkan apa yang akan terjadi jika ia harus melayani empat lelaki yang haus sex itu semalaman, telah dibayangkannya akan jatuh pingsan berkali-kali, dan yang lebih ditakutkannya adalah jika ia akan hanyut terbawa oleh kenikmatan yang tabu itu, kenikmatan yang terlarang sangat terlarang bagi wanita sepeeti dirinya. Betapa aib dan malunya untuk bertemu lagi dengan suaminya tercinta jika tubuhnya telah ternoda berulang kali namun justru seluruh syarafnya menagih permainan gelap terlarang itu...

Keempat penyamun itu kini mendirikan dan menopang tubuh putih Ratna yang telanjang bulat, mereka menggiring dan menggusurnya ke kamar tidur besar milik Rivan, setengah menyeretnya ke ranjang yang cukup besar untuk dua orang. Ratna hanya dapat meronta lemah ibarat seekor kambing lemah yang ditarik menuju tempat penyembelihan, terkadang dilihatnya sepintas empat buah kemaluan yang telah menegang mengangguk-angguk tak sabar menunggu giliran masuk ke goa surgawinya.

Ketika telah berada di dekat ranjangnya, Rivan berpikir sejenak dan berkata, "Emmh, gue pikir malam ini kita ketomplok rejeki tambahan bidadari yang bisa kita bagi bersama - ibarat hidangan lezat, dapat kita santap bersama. Kalo diatas ranjang rasanya kekecilan, gimana kalo kita taroh kasur ranjang di lantai, jadi bisa kita nikmati tubuh nyonya cantik ini bersama-sama!"

Ketiga anak buah Rivan ternyata tak banyak bawel, langsung menyetujui usul sang pemimpin dan semenit kemudian kasur ranjang Rivan yang cukup lebar itu telah terbentang di lantai. Tubuh Ratna kini mereka letakkan disitu, kemudian mereka berganti posisi mengelilingi mangsa yang malang dan tak berdaya itu. Ujang kini merejang pergelangan tangan Ratna diatas kepalanya, Udin dan Urip yang duduk di sebelah kiri dan kanan meremas-remas gunung montok milik Ratna, sambil tak puas-puasnya menjilat dan menggigiti putingnya yang mungil menggemaskan itu. Ratna merasakan putingnya telah amat mengeras dan juga geli nyeri tak terkira, kemungkinan besar mulai ada luka-luka kecil akibat gigitan gemas keempat pemerkosanya itu. Sementara itu Rivan mulai menciumi telapak kaki kiri Ratna, lalu naik ke betisnya, menyusur naik ke paha, menyentuh selangkangan yang telah lembab, menyebabkan sang bidadari merintih dan kelojotan dibuatnya. Lalu kembali dimulai dari telapak kaki kanan, satu persatu jari kaki Ratna dikulumnya dan dijilatnya, menyebabkan Ratna memberontak akibat menahan rasa geli yang tak terkira.

Akhirnya Rivan telah siap melakukan persenggamaan dengan istri Husen yang diculiknya itu, kedua kaki Ratna yang terkuak lebar kini diletakkan di bahu kiri kanannya, diarahkannya kepala penisnya yang telah menegang maksimal dan membesar penuh ke celah kewanitaan Ratna yang basah dan lengket, pelan didorongnya hingga terjepit sempurna diantara bibir vagina Ratna. Rivan memberikan tanda kepada ketiga anak buahnya untuk sementara menghentikan kegiatan mereka dan membiarkan dirinya sebagai boss untuk menikmati haknya sebagai grand du seigneur menjarah Ratna. Sambil menggerutu karena terpaksa harus menunggu giliran, Udin, Ujang dan Urip mundur sementara dan memuaskan diri dengan mengocok penis masing-masing dan memperhatikan apa yang kini dikerjakan oleh boss mereka.

Rivan kini telah menindih tubuh Ratna dengan sempurna, kedua tangannya yang kasar memegang dan menekan kedua pergelangan tangan Ratna yang langsing ke kasur sehingga Ratna tidak dapat berbuat apa-apa lagi, hanya kaki betisnya yang mulus ibarat padi beras Cianjur membunting dan tergantung di pundak Rivan kini memukul-mukul lemah punggung pemerkosanya. Milimeter demi milimeter penis besar Rivan memasuki lubang kewanitaan Ratna yang meskipun bukan perawan lagi tapi masih sangat sempit karena Ratna selalu rajin latihan kegel untuk menjamin bugarnya kontraksi otot vagina sehingga selalu memuaskan sang suami.

Masuknya penis Rivan ini dirasakan sangat peret dan ngilu oleh Ratna sehingga ia langsung merintih dan menangis, "Auuuuuw! Aduuuuh... sakiiiiiiit, Paaak... toloooong... jangaaaan... jangaaaan... ampuuuuun... sakiiiit... ngiluuuuu... auuuuw!!" jeritan Ratna memenuhi ruangan ketika dirasakannya benda asing keras bagaikan kayu memasuki dan membelah celah vaginanya tanpa rasa kasihan.

Rivan menatap korbannya yang kini menggeleng-gelengkan kepala ke kiri dan ke kanan, sementara tangan Ratna hanya dapat mengatup membuat tinju kecil namun tak berdaya karena nadinya direjang oleh jari-jari kasar Rivan ibarat borgol besi. Penuh kepuasan, Rivan melihat betapa cantiknya Ratna pada saat ini : wajah mendongak ke atas dengan rambut tergerai kusut, mata setengah tertutup penuh linangan air mata di sudutnya, hidung bangir mancung kembang kempis disertai isak tangis, mulut setengah terbuka dihias bibir sedemikian mungil yang terkadang gemetar. ’Ooooh, betapa beruntungnya aku malam ini!’ pikir Rivan.

"Masa segitu aja udah sakit sih, Neng?! Abang belum apa-apa nih, si otong baru masuk sedikit, kepalanya baru ngintip ke dalam goa yang gelap. Nih dia mau masuk lebih dalem lagi, mau nyari sumber air madu." demikian Rivan berkata, dan tanpa kasihan makin dalam menghunjamkan penisnya.

"Sakiiiiit.... bang! Ampuuuun... udaaaah... saya mohooooon... kasihani saya dong, Bang! Ngiluuuuu... periiiiih... Bang, ooooh!!" Ratna tak hentinya menjerit-jerit bagaikan hewan sedang menderita luka, namun para pemerkosanya hanya tertawa terbahak-bahak.

Rivan terus memaju mundurkan senjatanya tanpa memperdulikan ukuran alat vitalnya yang tampak terlalu besar bagi vagina sempit Ratna. Ia terus mendorong-dorong, maju mundur, maju mundur, tarik dorong, naik turun, milimeter demi milimeter penis itu menerobos hingga akhirnya terasa ujungnya menumbuk mulut rahim Ratna. Bagi seorang wanita, sebetulnya ini salah satu idaman disaat bersenggama, yaitu penis si laki-laki cukup panjang dan mantab menekan-nekan mulut rahim yang penuh dengan syaraf peka, ini menimbulkan sensasi luar biasa karena ada rasa ngilu namun nikmat sekaligus, asalkan tak kasar dan brutal.


Namun apa yang dialami oleh Ratna saat ini adalah jauh dari apa yang dialaminya ketika intim dengan Husen suaminya yang selalu memperlakukannya sedemikian halus mesra : terlebih-lebih disaat senggama Husen sangat hati-hati, ibarat Ratna adalah benda hiasan porselen yang mudah pecah. Tapi yang sedang dialaminya kini justru bertolak belakang, tubuhnya sedang disantap oleh pria asing yang memperlakukannya dengan kasar, bagian tubuhnya yang demikian halus dirawat dan hingga kini hanya mengenal kemesraan cinta suami kini disodok-sodok dengan ganas dan brutal tanpa ampun. Semua ujung-ujung syaraf di dalam vaginanya ibarat ikut menjerit-jerit protes, namun tak digubris oleh penis besar penyiksanya. Puluhan juta ujung ujung syaraf di dinding vagina dan di mulut rahim Ratna saat ini sedang disiksa sadis dan dipaksakan untuk menerima rangsangan demi rangsangan, ibarat sekian banyak alat musik yang semula kacau balau tak membentuk melodi yang enak didengar namun karena terus menerus dilatih oleh dirigent yang ahli, maka perlahan-lahan mulai timbul keserasian. Mulai terjadi saling penyesuaian dan adaptasi, mulai menimbulkan irama enak didengar, mulai timbul kerjasama yang semakin lama semakin sempurna - dan inilah yang dialami oleh Ratna. Perlahan-lahan namun pasti tubuhnya yang sedemikian sehat terisi pelbagai hormon kewanitaan tanpa disadari dan keinginan sendiri ikut terbuai permainan kasar dan kotor dari Rivan. Pinggulnya yang montok mulai bergoyang ke kiri dan ke kanan, Ratna bergerak naik turun menyambut batang kemaluan yang menumbuk-numbuk lubang rahimnya.

Sebagai lelaki berpengalaman yang pernah menggagahi sekian banyak wanita, Rivan merasakan perubahan itu. Tanda pertama adalah tatapan mata Ratna yang semula selalu melengos ke kiri dan ke kanan, kini mulai menatap sayu ke mata pemerkosanya, pandangan rasa muak dan benci berubah menjadi sendu seolah memohon untuk dikasihani. Namun ini hanya sebentar, karena beberapa menit kemudian, mata seindah bintang kejora itu menampilkan sebersit kebinalan wanita dewasa yang terbenam di arus ekstase. Walaupun masih berkaca-kaca dengan air mata, namun terlihat ada keinginan untuk dapat menikmati birahi lebih lama dan lebih intens lagi. Mulut mungil Ratna yang setengah terbuka dengan rintihan penuh kesakitan kini terganti oleh gigitan ke bibir bawah sendiri, pergelangan tangan langsing Ratna tak perlu direjang dan ditekan ke kasur karena ternyata tidak memberontak lagi. Bahkan sebaliknya, tangan itu yang mula-mula ragu, kini mulai memegang erat lengan atas Rivan yang penuh otot. Ratna meremas-remas, naik ke arah pundak Rivan, meremas-remas disitu, selanjutnya merangkul bahu dan mencakar-cakar tak teratur. Cakaran seorang wanita yang semakin lama semakin keras di bahu atau pundak lelaki disaat senggama merupakan tanda tak dapat dipungkiri bahwa si wanita mulai menikmati sex yang dialami, mesra ataupun dengan paksaan.

"Ooh... auh... ooh... udah, ooh... emmph... ooh... auw... eeh... aduh, tolong! Iya... iya... ooh... iya... iya..." terdengar dengusan Ratna yang semakin keras.

Rivan semakin ganas dan cepat menggerakkan pinggulnya, ibarat tumbukan tunggul kayu di lumpang padi, ibarat mesin bor di dinding beton yang hampir ditembus, semakin cepat, semakin cepat dan akhirnya disertai geraman panjang, Rivan menyemburkan spermanya ke dalam rahim Ratna. Pada saat itu Ratna juga merasakan seolah kepalanya berputar-putar dan mendadak jutaan bintang kecil bersinar di depan matanya yang tertutup, rasa nikmat sekaligus sakit, sakit yang ngilu namun dengan dera nikmat yang tak tertahankan lagi menghapus semua rasa malunya, sehingga Ratna menjerit-jerit sebagai tanda betina yang sedang dilanda orgasme.

Rivan melepaskan mangsanya yang kini benar-benar sudah lemas lalu berdiri mengundurkan diri sambil menoleh kepada ketiga anak buahnya yang sejak tadi melakukan masturbasi, mereka terlihat tak sabar lagi menantikan giliran menyantap hidangan lezat tubuh bugil Ratna.

Rupanya Udin, Ujang dan Urip sudah terbiasa menggarap wanita barengan dan mempunyai kesenangan utama masing-masing memasuki tubuh wanita dari arah dan lubang yang berbeda, karena tanpa banyak berunding dan berdiskusi, mereka mengambil tempat sendiri-sendiri. Urip merebahkan diri dengan penisnya yang lurus tegak ibarat sebuah tugu di tengah ibukota, Udin serta Ujang mengangkat bersama tubuh Ratna yang telah lemas lunglai dalam posisi telungkup. Lalu perlahan-lahan mereka menurunkan tubuh Ratna sedemikian rupa sehingga penis Urip tepat memasuki vagina Ratna. Urip menyambut dengan gembira kedatangan Ratna yang telah lemas itu dan vagina Ratna yang masih basah kuyup oleh sperma Rivan dan licin oleh minyak pelumas alamiahnya kini kembali terbelah oleh tongkat daging yang telah mengeras.

"Auuw! Aduh... udah dong, ampuuun... mau diapaian lagi?! Jangan perkosa lagi, kasihani saya, ampuuun..." teriak Ratna dengan lemah ketika dirasakannya goa kewanitaannya yang masih memar kembali dipaksa membuka menerima daging kejantanan Urip.

Penuh kegembiraan, Urip menyanggah tubuh Ratna dan dipeluknya dengan kasar sehingga Ratna tak dapat memberontak lagi, sementara Udin dan Ujang mengambil posisi masing-masing. Udin berdiri di depan kepala Ratna yang lunglai, sedangkan Ujang berdiri diantara kedua kaki Urip yang terkatup rapat. Keduanya kini mengarahkan penis mereka yang juga telah menegak dan mengacung mengangguk-angguk mencari mangsanya. Udin menjambak rambut Ratna sehingga kepala wanita itu menengadah ke atas, dengan penisnya ia menyentuh dan mendorong mulut Ratna agar terbuka, sementara itu Ujang si anal fetichist menumbukkan kepala kemaluannya ke tengah lingkaran anus Ratna.

Ujang meludahi beberapa kali kepala kemaluannya yang tak kalah lebar dengan jamur alam dan didesakkannya ke tengah cekungan warna coklat yang dikelilingi kerutan halus sebagai tanda masih sempurnanya kontraksi otot penutup pelindung bagian sangat intim Ratna itu. Berkali kali usaha Ujang gagal namun ia tak kenal putus asa apalagi menyerah, karena ia sudah pengalaman dalam soal menyodomi wanita, segera ditariknya bongkahan pantat Ratna yang begitu montok ke samping kiri kanan dan didorongnya glans penisnya dengan gerakan sedikit memutar, mula-mula searah, lalu berlawanan dan kembali sesuai putaran jarum jam. Akhirnya dengan gerakan amat terlatih dan mahir, Ujang berhasil menembus otot lingkaran anus Ratna yang amat kuat itu, disertai dengan jeritan Ratna yang menyayat hati disaat kehilangan keperawanannnya yang kedua.

"Aaaaaaaaaaaaaaah... ampuuuuuuun... jangan disituuuuu... auuuuuuuw... sakiiiiiiiiit... ampuuuuuuun... aaauuwbbbempppfh!!" teriakan Ratna teredam secara tiba-tiba karena Udin yang telah siap menunggu saat ini, langsung memasukkan kejantanannya ke dalam rongga mulut Ratna saat terbuka lebar karena memekik menjerit sekuatnya ketika mulai disodomi.

Derita yang dirasakan oleh Ratna saat itu sedemikian intensif sehingga tubuhnya yang sebelumnya telah lemas lunglai seolah mendapat tenaga cadangan, ia kembali menggeliat dan meronta-ronta, tubuhnya meliuk-liuk seperti ikan yang terhempas ke daratan dan tidak mendapatkan oksigen. Tapi sayang sekali ketiga lelaki jahanam itu rupanya sudah sering melakukan ritual perkosaan bertiga, Ujang segera menelikung kedua tangan Ratna di punggungnya, Urip memeluk tubuh Ratna dan mendekapnya sekuat tenaga ke bawah menyebabkan penisnya semakin dalam masuk ke vagina perempuan cantik itu, sementara itu Udin menjambak rambut Ratna semakin kuat hingga membuat wajah Ratna semakin menengadah dan mulutnya terbuka. Perbuatan mereka membuat kedua lubang di tubuh Ratna jadi mudah sekali dimasuki dari arah depan dan belakang.

Ratna merasakan tubuhnya pada saat itu bukanlah miliknya lagi karena sepenuhnya berada dalam kekuasaan ketiga pria yang sedang menjarahnya habis-habisan. Rivan yang sudah kembali ke ruang tidur setelah meneliti hasil rampokan mereka malam itu, tersenyum sadis melihat ulah ketiga anak buahnya yang sedang mengerjai Ratna, si istri setia.

Ratna sudah terlalu lemah untuk dapat melawan lagi, yang terlihat hanyalah tubuhnya yang sintal putih dan bersih dihimpit ibarat sandwich, didekap dari segala arah. Hanya kejangan dan geleparan lemah masih menandakan bahwa Ratna belum pingsan - atau lebih tepat dikatakan tidak dibiarkan jatuh pingsan oleh ketiga pemerkosanya. Jika mereka merasakan Ratna mulai lunglai tak bergerak lagi, maka Urip dengan sadis menggigit payudara Ratna, sementara Udin menghentakkan kemaluannya di dalam rongga mulut Ratna sehingga tersedak terbatuk-batuk, dan tentunya Ujang tak mau kalah dengan menekan, mencabut kemudian menanamkan kejantanannya sejauh mungkin ke dalam anus Ratna. Semua aksi itu menyebabkan Ratna berkali-kali dipaksa sadar kembali dari keadaan setengah pingsan.

Semua kegiatan pemerkosaan itu menimbulkan hasil lain - sebuah sensasi yang beberapa saat lalu dialami oleh Ratna dan sangat ditakuti serta amat memalukannya, kini kembali muncul. Rasa lemah, pasrah, nyeri, ngilu, dan sakit mulai tercampur lagi dengan rasa nikmat gatal di semua bagian intimnya. Semuanya sangat merisaukan Ratna. Wanita ayu cantik yang merasa dirinya setia itu berusaha menghapuskan dan menekan rasa nikmat yang semakin lama semakin mengalahkan semuanya, namun apa daya karena itu adalah sudah kodrat dan naluriah alami di dalam tubuh seorang wanita muda yang sehat. Jeritan, desahan serta dengusan Ratna kini lebih menyamai seorang istri yang sedang menikmati persetubuhan dengan suami atau kekasih - raungan sakit memilukan hati berubah menjadi rintihan yang dikeluarkan setiap wanita disaat mengalami kenikmatan sex.

Ratna kini seolah olah menikmati apa yang sedang dialaminya, tubuhnya yang halus mulus putih kekuningan terjepit oleh tiga badan hitam legam berotot dan bau keringat, ketiga lubangnya yang semula menolak dimasuki oleh penis asing kini telah menyambut sang penjajah. Ratna mulai terbiasa dengan penis Udin yang entah sudah berapa lama tak pernah kenal sabun sehingga berbau pesing, lidahnya kini rajin menjilat pinggir jamur daging itu dan bahkan mulai agak nakal menyentuh celah lubang kencing Udin. Dinding vagina Ratna yang semula merasa ’tak betah’ dimasuki kemaluan Urip kini mulai berkontraksi ritmis, hal yang sama terjadi dengan otot-otot lingkaran anus Ratna yang juga meremas dan memijit-mijit rudal Ujang. Pantat Ratna yang begitu bahenol kini berputar pula tak kalah dengan sang ratu ngebor nusantara, dimulai searah dan berikutnya berlawanan dengan arah jarum jam - menyebabkan ketiga pemerkosanya merem-melek keenakan.

Nafas keempat insan itu semakin lama semakin memburu ibarat kuda sedang berpacu menuju garis finis, semua otot Ratna semakin lama menjadi semakin tegang menantikan kulminasi orgasme terakhir di malam itu. Ketiga perampok beruntung yang sedemikian asyik mengerjai wanita cantik yang belum pernah mereka impikan itu pun merasakan desakan lahar panas di biji pelir mereka. Desakan arus lahar itu semakin lama semakin tak tertahan, ibarat gunung merapi yang puluhan tahun menahan desakan magma dari inti bumi. Disertai dengan desahan, jeritan, dan geraman gemas, akhirnya mereka secara beruntun menembakkan lava panas ke dalam lubang Ratna. Dimulai dari Urip yang membanjiri rahim Ratna, disusul dengan Ujang yang membasahi seluruh anus dan usus Ratna, dan terakhir Udin yang menyemburkan sperma ke dalam kerongkongan Ratna yang kali ini tak segan lagi menelan cairan asin sepat kental, seolah sedang meminum obat kuat.

Bagaikan telah menguras tenaga mereka habis-habisan, akhirnya ketiga perampok dan Ratna terhempas terlentang lemas di lantai dan tak lama kemudian tertidur dengan badan masih penuh keringat tanpa sehelai benangpun menutupi tubuh bugil mereka.

***

Menjelang pagi, keempat penjahat itu telah bangun dan berunding apa tindakan terbaik selanjutnya. Hasil perampokan mereka sudah cukup banyak untuk membiayai mereka ’menghilang’ serta memulai hidup masing-masing di tempat jauh di segala pelosok negara yang terdiri dari ribuan pulau ini. Selanjutnya mereka berdebat apa yang sebaiknya dilakukan dengan bidadari ayu korban nafsu birahi mereka yang masih setengah pingsan menggeletak itu. Apakah sebaiknya dibawa merantau di daerah terpencil di ujung pelosok yang sukar dicari oleh pihak berwajib, ataukah melepaskannya. Namun bagaimana kalau Ratna melapor mengenai apa yang telah dialaminya? Lagipula tak satupun yang mau mengalah, keempatnya ingin memiliki Ratna sebagai istri mereka, dan ini adalah persoalan yang tentu saja tak dapat dipecahkan begitu saja.

Akhirnya Rivan sebagai pemimpin mengeluarkan pendapat bahwa risiko untuk tetap melibatkan Ratna dalam petualangan mereka selanjutnya adalah terlalu besar, tak perduli siapa yang akan ’dipilih’ oleh Ratna jika ia telah sadar. Dengan harta hasil rampokan mereka malam itu dan juga hasil-hasil sebelumnya, maka tanpa terlalu sukar mereka masing-masing akan dapat menggaet lagi wanita yang mata duitan, demikian alasan Rivan.

Setelah berdebat dan berunding sekitar satu jam, akhirnya mereka memutuskan untuk meninggalkan Ratna di rumah itu. Rivan secara singkat menelpon Husen, suami Ratna, dengan telpon seluler milik Ratna dan menjelaskan dimana Ratna dapat ditemukan. Setelah itu mereka langsung menghilang di kegelapan malam, meninggalkan Ratna yang masih tergolek di lantai dengan badan penuh cupangan, penuh cubitan biru biru, penuh bekas ludah dan sperma. Tubuh moleknya hanya tertutup seadanya dengan kain selimut usang.

***

Ratna akhirnya dapat ditemukan oleh Husen, mereka pulang ke rumah dan keduanya berusaha melupakan malam naas yang dialami oleh Ratna. Husen cukup toleran dan sama sekali tak menyalahkan Ratna, ia tak menyinggung soal perkosaan massal yang dialami oleh Ratna dan bahkan tetap mencintai Ratna sebagaimana semula. Hanya ada satu perubahan menyolok yang dirasakan oleh Husen, yaitu betapa binalnya sang istri kini di dalam hubungan sex. Jika sebelumnya Ratna masih malu-malu atau segan untuk diajak ML dengan segala macam gaya atau teknik yang ’tidak normal’, maka kini justru Ratna sendiri yang mengundang dan bahkan menantang suaminya untuk mencoba ’resep’ baru. Kehangatan kehidupan pernikahan mereka bukan saja tak terganggu dengan peristiwa di malam keji itu, namun sebaliknya justru semakin hangat dan mesra. Dan malam-malam syahdu yang mereka alami semakin lama semakin menggelora