Minggu, 04 Agustus 2013

Para Istri Tetangga Kontrakan

Sebut saja namaku Ardi, usiaku saat ini menginjak 25 tahun dan baru saja menyelesaikan study ilmu computer di salah satu universitas di Jakarta. Baru-baru ini aku pindah dari kost-kostan ke salah satu kontrakan di daerah yang lumayan padat penduduknya, tapi melihat dari orang-orang yang menetap disana sepertinya orang-orang dari kelas menengah.

Kontrakan yang aku tempati terdiri dari 20 rumah yang berbaris sebelah menyebelah, kebetulan aku menempati posisi paling tengah. Saat pindahan aku mengetahui kalau keluarga di samping kanan kontrakanku adalah pasangan suami istri keturunan Chinese yang baru menikah kurang lebih dua minggu dan juga baru pindah ke kontrakan tersebut. Sang suami bernama Anton, mempunyai perawakan tinggi dan wajah yang lumayan tampan, usianya 29 tahun dan dia bekerja sebagai seorang accounting di salah satu perusahaan terkemuka di Jakarta. Sedangkan istrinya bernama Siska, tidak bekerja, usianya sekitar 25 tahun, penampilannya sungguh-sungguh sepadan karena mempunyai wajah yang cantik dan tubuh yang proporsional dengan tinggi sekitar 165 cm, kulitnya putih dengan bulu-bulu hitam halus di lengannya, dia juga mempunyai pinggang yang langsing tapi bokongnya bulat dan menonjol. Namun yang membuatku sangat kagum adalah ukuran buah dadanya yang lumayan besar dan membusung, seakan menantang untuk dipegang, kutaksir ukurannya saat itu sekitar 36.

Kalau tetanggaku yang sebelah kiri adalah pasangan suami istri keturunan sunda yang telah menikah kurang lebih tiga tahun dan sudah dikarunia seorang putra berusia 2,5 tahun. Yang laki-laki bernama Mang Ujang, berusia sekitar 35 tahun dan bekerja sebagai seorang security di sebuah Bank, sedangkan istrinya bernama Ece Geulis, berusia sekitar 30 tahun dan kesehariannya juga mengurus rumah dan anaknya. Ece Geulis inipun tidak kalah cantik, dia mempunyai kulit halus kuning langsat, walaupun sudah pernah melahirkan tapi bentuk tubuhnya sungguh dapat menggiurkan setiap lelaki yang melihatnya, tingginya pun sekitar 165 cm. Untuk tubuh aku pikir antara Siska dan Ece Geulis kurang lebih mempunyai nilai yang sama.

Malam itu pukul 21.00 hujan turun dengan derasnya, aku belum tidur karena aku masih mempunyai pekerjaan untuk melengkapi CV-ku, keberuntungan datang kepadaku karena Mas Anton, tetangga sebelah kananku, menawarkanku sebuah pekerjaan di tempatnya bekerja. Sedang asyiknya aku bekerja, aku terganggu oleh bunyi gemeretak seperti ranjang yang berderak-derak. Aku menjadi penasaran akan bunyi tersebut, ternyata suara tersebut datang dari dinding sebelah kananku, pikiran nakalku mulai bermain dan aku mencoba untuk menempelkan telingaku ke dinding. Oleh karena dinding kontrakan tersebut tidaklah tebal, aku bisa mendengar sesuatu yang membuat jantungku berdebar-debar. Aku mendengar suara napas dua orang sedang berpacu menggapai nikmat, aku terus mendengar sampai suara itu terhenti.

Malam itu pikiranku berkecamuk, aku membayangkan Siska tetanggaku yang cantik dan sexy itu sedang ditunggangi oleh suaminya. Hujan masih turun dengan derasnya, entah dorongan darimana, aku mulai mencari celah di dalam kontrakanku untuk mengintip aktifitas pasangan tersebut. Hampir 15 menit aku memperhatikan seluruh dinding, tapi tak satupun celah yang kudapatkan. Aku lalu merebahkan tubuh, berusaha menenangkan diri sambil terus berpikir. Saat itulah tak sengaja aku melihat ke bubungan atap kontrakanku, ternyata disitu ada celah sebesar ukuran orang, biasanya celah diatap setiap rumah memang disediakan untuk memeriksa jaringan listrik yang putus.

Akupun mendapat ide untuk menaiki atap rumahku melalui celah tersebut, cukup sulit dan beresiko, tapi nafsuku tidak bisa dibendung lagi. Dengan nekat kuambil senter dan tangga, lalu kunaiki atap kontrakanku. Sesampainya di atas sungguh gelap, hanya ada beberapa cahaya yang tembus dari beberapa rumah. Aku bergerak perlahan mendekati atas kamar pasangan tersebut. Kususuri pelan-pelan tiang-tiang pembatas hingga akhirnya aku berada tepat diatas kamar Siska. Aku berusaha mencari-cari celah di kamar tersebut. Sungguh beruntung, ternyata atap kamar mereka juga sama dengan kamarku, yaitu mempunyai celah atau pintu darurat di atasnya.

Pelan-pelan kugeser penutup dari triplek tersebut dan jantungku seakan ingin meledak begitu melihat apa yang terjadi. Aku menelan ludahku karena aku melihat pemandangan yang sungguh luar biasa indah. Aku melihat Siska sedang tergolek telanjang bulat tanpa ada selembar benangpun menutupi tubuhnya yang telanjang. Aku yang sehari-harinya hanya bisa membayangkan kemontokannya dibalik kaos putih transparan yang sering ia kenakan, kini mendapat pemandangan langsung yang sungguh luar biasa.

Payudara Siska yang besar tampak begitu kencang dan bulat, kemaluannya juga begitu licin, kelihatan sekali dia sangat merawat organ intimnya itu. Aku terus memperhatikan mereka, terlihat pasangan suami istri itu sedang berbicara. Sambil ngomong, tangan Anton terus mempermainkan payudara Siska. Terus dipermainkan, akhirnya gairah Siska pun bangkit kembali, aku mendengar wanita itu berkata, “Mas, burung mas nakal, dia bangun lagi tuh... hihihi,”

Anton pun menjawab, ”Yah pasti bangun lah, dia kan mau masuk ke sarangnya. Di luar kan dingin, tolong dimandiin donk, sayang, sebelum dimasukkan ke sangkarnya.”

Siska menyahut, ”Ah, aku nggak mau kalau disuruh jilatin. Aku kan geli. Pokoknya aku nggak mau ya, Mas!”

Anton menjawab, ”Oke-oke kalau nggak mau. Sini aku masukkan saja ke sangkarnya, aku mau kamu nungging donk!”

Dan aku melihat Siska merubah posisinya untuk menungging. Wow, sungguh luar biasa pantat wanita ini, begitu bulat dan begitu menantang. Sama sekali tak kulihat guratan-guratan selulit di pantat dan pahanya, begitu bersih... Melihat hal tersebut, aku jadi gak tahan. Pelan-pelan kukeluarkan penisku dan mulai mengocoknya dengan tanganku sembari terus kuperhatikan adegan panas yang ada di bawahku. Klimaksku tidak terbendung berbarengan dengan klimaks yang mereka dapatkan. Sebelum aku kembali ke kamarku, lama juga kupandangi wajah Siska yang begitu cantik saat tertidur pulas dalam keadaan telanjang setelah dua ronde digenjot oleh suaminya.

Di dalam kamarku aku termenung dan berpikir bagaimana caranya agar aku bisa menikmati tubuh Siska. Satu-satunya jalan aku harus melakukan pendekatan yang intens terhadap keluarga ini dan saat aku berpikir, aku mendapat ide yang cemerlang, yaitu aku harus merekam setiap adegan yang terjadi di rumah mereka. Aku punya rencana, besok aku harus pergi ke Glodok untuk mencari camera pengintai yang paling bagus. Aku mungkin akan membeli cukup banyak untuk aku tempatkan di atas bubungan rumah Anton. Dan oh iya, aku juga akan menempatkannya pada tetangga sebelah kiriku. Tak sabar aku menunggu pagi hari untuk menjalankan rencanaku.

Pagi-pagi sekali aku sudah terbangun karena aku masih penasaran dengan kemolekan tubuh Siska. Akupun naik kembali ke atap rumahku dan mencari letak kamar mandi mereka, mungkin saja aku bisa mengintip Siska mandi. Aku sekarang sudah berada tepat di kamar mandi mereka dan sudah mendapatkan celah diatapnya, tapi kulihat Siska belum mandi. Lama kutunggu, ternyata dia tidak kelihatan juga. Aku mencoba beranjak ke atas kamar mereka, dan disana kulihat ternyata Siska sudah mandi dan sedang berdiri berkaca di depan meja rias. Dia hanya memakai sebuah handuk yang tidak terlalu besar, yang hanya dapat menutupi payudara dan kemaluannya. Penantianku tidak sia-sia saat dia mulai membuka handuknya, dengan bebasnya payudaranya menggelantung indah dan bongkahan pantatnya yang bulat terlihat begitu menantang. Akupun menelan ludah menyaksikan pemandangan tersebut. Kulihat suaminya masuk ke kamar dengan baju kerja yang sudah rapi, mungkin akan berangkat kerja. Dari belakang, suaminya berusaha memeluk dan meremas payudara Siska, mereka berciuman.

Siska berkata, “Sudah, mas... nanti nggak kerja loh.”

“Sis, nanti kamu pergi ke pasar?" tanya Anton.

“Iya, ada yang mau aku beli nih, Mas bisa antar aku?”

“Waduh, sepertinya tidak bisa, Say… aku mesti buru-buru, mau meeting.”

“Oke deh. Sebenarnya aku sih malas pergi sendiri karena jarak pasar tersebut lumayan jauh, tapi ya sudah, tidak apa-apa. Nanti aku coba cari ojek saja, sudah lah kamu pergi kerja saja, tidak usah khawatir.”

Anton segera bergegas pergi meninggalkan rumah. Aku terus mengintip sampai Siska menutupi payudaranya dengan bra hitam yang sexy dan tubuh sintalnya dengan tanktop putih. Mendengar apa yang mereka bicarakan, otak nakalku mulai bekerja. Segera aku bergegas untuk turun ke kamarku, maksud hatiku aku mau mencoba pendekatan dengan Siska, aku ingin mencoba menawarkan diri mengantar dia ke pasar.

Saat aku beranjak mau turun, samar-samar kudengar suara gemericik air dari tetangga sebelah kiriku. Pikirku, siapa lagi kalau bukan Ece Geulis. Kesempatan ini tidak boleh disia-siakan. Aku pun mendekat ke arah suara tersebut dan mencari celah untuk mengintip. Aku mendapatkannya dan langsung kuintip. Wooow, ternyata benar!! Seorang bidadari cantik tengah melepaskan satu persatu pakaiannya, ternyata Ece Geulis sedang bersiap untuk mandi. Ckckck, aku kembali menelan ludahku dan penisku pun kembali menegang. Aku sungguh beruntung semalaman aku mendapatkan pemandangan yang luar biasa. Pelan tapi pasti akhirnya tubuh molek Ece Geulis terbuka seluruhnya. Aku kagum dengan wanita ini, biarpun sudah memiliki anak, tapi kesintalan tubuhnya masih tetap terjaga. Dengan mataku aku sapu semua lekuk tubuh Ece Geulis, payudaranya tampak besar dan masih kelihatan kekencangannya. Uuh... rasanya ingin sekali aku meraih, meremas dan menghisap kedua gunung tersebut.

Hampir 10 menit aku memperhatikan Ece Geulis mandi. Aku baru menghentikannya saat aku tersadar akan rencanaku terhadap Siska yang akan pergi ke pasar. Segera aku turun dari atap rumahku lalu segera mandi. Selesai mandi, akupun mempersiapkan baju kesukaanku karena baju tersebut sedikit memperlihatkan sisi atletis dari tubuhku. Aku segera mengeluarkan motor Honda CBR ku dan kuparkir dihalaman depan rumahku. Karena antara masing-masing kontrakan tidak dipisahkan pagar atau tembok, maka akan sangat mudah untuk bertegur sapa, pikirku. Aku pun berpura-pura mengelap motorku.

Tak lama kulihat Siska keluar dari pintu kontrakannya sambil tersenyum menyapaku. “Pagi, mas Ardi, sedang apa?” sapanya ramah.

Oh my God... cantiknya wanita ini, pikirku. “Pagi juga, bu Siska. Ini, lagi siap-siap mau berangkat ke tempat kuliah, ada yang masih ketinggalan di kampus.” sahutku. “Ibu mau kemana?” tanyaku kemudian, berpura-pura.

“Ini loh, aku mesti ke pasar, tapi aku sebenarnya malas karena letaknya jauh. Disini cari ojek dimana ya?” tanya Siska sambil wajahnya menampilkan muka sedih.

“Maaf, bu Siska. Kalau nggak keberatan, boleh aku temani ke pasar? Biar nggak diganggu preman disana. Setelah itu aku baru jalan ke kampus.” tawarku.

“Memangnya searah, dan mas Ardi tidak keberatan? Nanti ada yang marah lagi?” sahut Siska.

“Tenang aja, bu Siska, aku belum punya pacar kok. Lagipula searah dan juga sekalian mau sedikit membalas kebaikan suami ibu karena telah memberikan saya pekerjaan.” jawabku.

“Oh begitu, memangnya mas Ardi ke tempat kuliah jam berapa? Nanti aku ganggu waktuny lagi,” jawab Siska seakan tidak enak hati.

“Aku waktunya bebas kok, kan sudah lulus. Tenang aja, pokoknya beres deh.” sahutku.

“Oke deh kalau Mas Ardi nggak keberatan, terima kasih ya!” Diapun mendekatiku. Jantungku langsung berdetak kencang tidak karuan. Semalaman hingga pagi aku memandangi tubuh telanjangnya, dan sekarang dia akan berboncengan denganku. Wow, ternyata bila kita berusaha pasti ada jalan... hehe.

Motorku telah kustarter dan kulihat Siska mulai menaikinya. Karena motorku tinggi dan posisi duduk Siska searah denganku, alhasil tubuh bagian atasnya jatuh ke punggungku. Tak sengaja payudaranya menyentuh punggungku. Tanganku sedikit bergetar, aku menahan nafas menerima tekanan dadanya di punggungku. Ternyata dadanya keras juga. Tak terasa penisku menegang.
Siska pun tersadar dan menempatkan tangannya untuk membatasi dadanya agar tidak menyentuh punggungku lagi.

“Maaf ya, mas Ardi, nggak sengaja.” gumam Siska dibelakangku.

“Oh nggak apa-apa kok, Bu. Justru aku yang minta maaf, motorku terlalu tinggi dan nungging. Tapi kalau kelamaan, aku yang bisa bahaya, bu Siska.” candaku.

“Kok bahaya, emang kenapa?” tanya Siska.

“Ya iyalah, aku bisa-bisa grogi dan nggak konsentrasi bawa motornya karena saking empuknya, hehe.” jawabku.

“Ih, mas Ardi bisa aja. Memangnya nggak pernah kesentuh sama begituan?” tanya Siska penasaran.

“Hehe, aku belum pernah tuh. Baru kali ini sama bu Siska, sampai-sampai panas dingin aku, hehe.” jawabku menimpali.

Karena gemas, Siska mencubit pahaku. Hal ini membuat penisku semakin terasa menegang. “Ih, bu Siska jangan gitu dong. Nanti kalau aku nggak tahan gimana, mau tanggung jawab?”

Kulihat wajah bu Siska memerah, sungguh cantik wanita ini, rambutnya tergerai dan tertiup oleh angin. Kami pun terdiam seribu bahasa, tak terasa kami sudah sampai di parkiran pasar.

Selama kurang lebih 15 menit aku menemani Siska belanja kebutuhannya. Aku melihat seluruh mata lelaki disana menyantap kesintalan tubuh Siska yang hanya terbalut tank top putih dan bra hitam yang terlihat membayang di balik bajunya. Setelah selesai belanja, kembali dia terlihat kebingungan.

“Kenapa, bu Siska?” tanyaku.

“Mas Ardi, aku bingung pulangnya. Ternyata jauh juga ya, kalau naik ojek, aku jadi takut dijahati. Gimana ya, Mas?”

“Ya sudah, aku anterin pulang lagi deh.”

“Tapi Mas Ardi kan mau ke kampus?” tanya Siska.

“Nggak apa-apa, besok-besok masih bisa. Sebenarnya aku cuma mau minta tolong teman untuk buatkan aku CV lamaran, aku masih bingung.” jawabku.

“Oh begitu... kenapa nggak bilang dari tadi, kan aku bisa buatkan untuk mas Ardi, aku bisa kok, pokoknya bagus deh.” sahut Siska.

“Oke deh kalau begitu. Jadi malu aku, Bu. Yuk sekarang kita pulang,”

“Oh iya, mas Ardi, jangan panggil saya Ibu donk, kita kan masih seumuran. Aku kan masih muda juga, anak aja belum punya. Kita saling panggil nama aja ya? Gimana, Ardi?” pinta Siska.

“Oke deh, Siska.” sahutku menyetujui.

Tak lama, kami sampai juga di kontrakan. Aku melihat sekeliling, keadaan masih sepi, mungkin semua sudah berangkat kerja. Aku menarik nafas... aman, pikirku.

“Terima kasih ya, Ardi!” sahut Siska saat turun dari motor.

“Iya, sama-sama. Oh iya, CV ku kira-kira kapan bisa dibuatkan, Sis?” tanyaku mengingatkan.

“Nanti ya setelah aku masak sayur-sayur ini. Aku nanti panggil kamu deh, kamu istirahat dulu aja.”

“Nanti di misscal aja ya, atau sms juga boleh.” kataku.

“Boleh juga, berapa no hp kamu, Ar?” tanya Siska.

Akupun memberitahukan no hp milikku kepadanya dan diapun memberikan nomornya kepadaku. Kami kemudian sama-sama masuk ke dalam kontrakan masing-masing. Karena masih penasaran, aku kembali naik ke atap rumahku dengan maksud kembali mengintip aktifitas dari Siska.

Di dalam kamarnya, kembali aku disuguhi pemandangan yang luar biasa indah. Siska saat itu tengah mengganti bajunya dengan daster terusan berlengan tali, mungkin dia kegerahan setelah dari pasar tadi. Lalu mulailah dia memasak. Aku segera turun untuk memikirkan rencana selanjutnya.

Tak terasa satu jam berlalu. Sepertinya Siska sudah selesai memasak, tak lama kudengar suara sms di handphoneku berbunyi, “Ardi, aku sudah selesai nih, kamu sudah bisa datang. Oh iya, bawa juga file-file kamu ya.” Sms dari Siska.

“Oke, aku segera ke sana, thx.” balasku. Aku segera mengganti celana panjangku dengan celana pendek berbahan halus. Biar gampang, pikirku.

Akupun mengetuk pintu kontrakannya, tak lama pintu dibuka dan aku dipersilakan masuk.

“Silakan duduk, Ar. Sebentar, aku ambilkan minum.” kata Siska.

“Waduh, nggak usah repot-repot, Sis. Kayak orang jauh aja” sahutku.

“Nggak apa-apa. Namanya juga tamu, masa dicuekin. Santai aja lagi.” balasnya.

Tak lama Siska keluar lagi sambil membawa minuman. Sambil merunduk dia menaruh gelas berisi coca cola dingin di meja. Karena daster yang dipakainya mempunyai corak V yang lumayan lebar, aku melihat kedua gunung kembar miliknya yang tersembul diantara bra hitamnya. Wow, indah sekali bila dilihat dari jarak sedekat ini. Sungguh beruntung kau Anton, pikirku.

Siska rupanya sadar kalau benda kesayangannya itu kupandangi. Dia segera menutupinya dengan nampan. “Ih, kamu nakal ya lihat-lihat punyaku. Nggak boleh, tahu.” sahut Siska dengan wajah memerah.

“Maaf ya, Sis, Nggak sengaja. Tapi bagus banget kok, pantesan waktu tadi kesentuh di motor enak banget.” jawabku bercanda.

Tak sadar penisku terbangun dan tercetak jelas sekali di celana pendekku.
Mata siska ternyata melihat perubahan pada celanaku, wajahnya memerah dan sempat menelan ludahnya.

“Tuh kan beneran,” sambil tangannya menunjuk ke celana pendekku dan buru-buru berjalan ke dapur dengan tangan menutupi matanya.

Aku berkat dalam hati, ”Kau tidak usah malu, Sis, karena aku sudah melihat seluruh tubuhmu yang luar biasa menggairahkan itu. Tunggu saatnya, aku akan menikmati tubuhmu dan kau pasti akan ketagihan denganku.”

Sekembalinya dari dapur, terlihat Siska sudah bisa menguasai diri dan menanyakan file-file yang aku bawa. Dia mengambil kursi untuk mengerjakan CV ku di komputernya.

“Tunggu ya, Ar, sebentar aku buatkan.” kata Siska.

Oleh karena ada yang masih bingung, dia memanggilku untuk mendekat. Aku beranjak dari kursi ruang tamu dan mendekat, berdiri di sampingnya. Kembali aku melihat pemandangan yang luar biasa karena payudara Siska terlihat jelas diantara celah daster yang dipakainya. Oh good position, pikirku.

Aku berusaha menguasai diri agar tidak kelihatan grogi dan menjawab satu persatu pertanyaan dari Siska sambil mataku dengan rakusnya terus menyapu semua permukaan dari payudaranya. Kulitnya tampak begitu halus dan rambut-rambut halus tumbuh di permukaannya.

Tak sadar keluar perkataan dariku, “Sis, bener nggak kata orang, kalau perempuan yang punyai bulu-bulu halus di kulitnya, nafsu sexnya besar?” tanyaku.

Siska sempat terkaget menyadari kalau aku mempehatikannya. Dengan malu-malu dia menjawab, “Aku sih nggak pernah dengar diomongan seperti itu, memangnya kenapa? Kamu masih ngeliatin tubuhku ya? Aku bilangin suamiku loh,” sahut Siska mengancam.

“Iya deh, sorry. Habisnya kamu cantik banget sih, tadi aja di pasar semua lelaki perhatiin kamu. Aku jadi iri sama mereka, mereka bisa pandangi kamu, sedang aku yang deket sama kamu nggak boleh lihat-lihat.” jawabku sedih.

Kulihat ada perubahan di wajah Siska mendengar perkataanku, dia menelan ludah. “Oke deh, kamu boleh lihatin. Tapi nggak boleh sentuh-sentuh ya?” jawabnya.

“Boleh bebas ngeliatin nih?” tanyaku penasaran.

“Iya, tapi jangan kelewatan ya.” sambil tersenyum dia menjawabku.

“Nah, kalau begini baru adil. Tapi kalau Siska mau lihat aku juga, nggak apa-apa, bebas kok, hehe.” candaku.

“Ih, apa yang aku mau lihat dari kamu, tak usah ya.” sombongnya.

“Ah, tadi kamu liatin celanaku, sambil menelan ludah lagi, artinya apa tuh?” tanyaku sengit.

“Ih, nakal bener nih, Ardi. Habisnya gimana nggak lihat, lha wong…” katanya terbata-bata.

“Lha wong apa?” sahutku menyerbu.

“Ge-gede b-banget kelihatannya,” jawabnya gemetar.

“Masa sih? Dari luar mana kelihatan, itukan cuma bungkusnya doank.” jawabku pura-pura.

“Gede tau... ah, udah ah, nanti kita nggak selesai-selesai nih.” jawabnya mengalihkan.

“Ya kalo nggak selesai sekarang, besok aja kita lanjutin lagi. Aku senang kok dibantuin sama cewek cantik dan sexy seperti kamu, hehe.” jawabku.

“Ardi!! Sudah donk,” dengan raut muka merah dia membentakku.

“Ok deh, sorry. Yuk kita lanjutkan.” jawabku.

Kamipun terlibat pembicaraan yang serius kurang lebih 1 jam, sampai akhirnya CV ku selesai dibuatnya. Akupun beranjak untuk pamit kepada Siska. “Terima kasih ya, Sis.” kataku.

“Sama-sama, Ar.” jawabnya.

“Oh iya, Sis, CV ini kapan ya aku bisa berikan sama suami kamu?” tanyaku.

“Nanti jam 7 malam kamu datang saja kesini, ketemu sama suami aku. Biar aku ceritain juga soal kenakalan kamu godain-godain aku, biar diomelin sekalian, hihi...” Siska pun tertawa lepas.

“Ih, kamu jahat banget, Sis. Jangan diceritain donk, inikan rahasia kita berdua, hehe... Ok deh, nanti aku datang ya. Oh iya, nanti pakai baju yang sexy lagi ya, hehe.” candaku.

“Huh, maunya tuh! Enak aja!” sambil tersenyum dia menjawabku.

Kami pun berpisah siang itu. Aku kembali ke kontrakanku, niatku untuk beli camera pengintai aku urungkan karena sudah mendapat lampu hijau dari Siska. Sekembalinya ke kamar, aku masih penasaran dengannya, akupun naik kembali ke atap kamarku menuju ke atas kamarnya. Aku mulai mengintipnya, ternyata Siska sedang berbaring istirahat, matanya sedikit terpejam. Tapi aku terkaget saat kulihat tangannya yang kanan bergerak ke arah payudaranya dan meremasnya perlahan-lahan, sementara tangannya yang kiri bergerak ke arah kemaluannya. Ooh, ternyata dia sedang melakukan masturbasi, hehehe... ternyata kamu juga terangsang ya, Sis? Hehe, rencanaku sudah berjalan mulus, tinggal tunggu waktunya, pikirku.

Aku terus memperhatikan Siska yang sedang mastubasi itu dengan seksama. Tiba-tiba timbul ide nakalku, aku bergegas turun, kulangkahkan kakiku menuju pintu rumahnya dan kuketok pintu rumahnya.

“Sis, Siska, bukain pintu donk, ada yang ketinggalan nih.” teriakku.

“I-iyaa... i-iyaa, tunggu sebentar ya,” jawabnya terdengar gemetar. Tak lama Siska keluar juga dengan wajah sedikit merah dan keringetan. “Ada apa ya, Ar?” tanyanya curiga.

“Tadi kan kamu kerjain CV aku, masih ada yang tertinggal satu yang belum di print.” jawabku. “Sorry ya ganggu istirahat kamu. Kamu kok keringatan gitu, kamu capek ya?” tanyaku sambil berjalan masuk ke ruang tamunya.

“Iya, aku kecapekan kali. Tadi lagi rebahan di kamar, eh kamu panggil-panggil. Ya udah, aku nyalain dulu komputernya, tunggu ya.” jawabnya.

“Mau nggak aku pijitin lehernya, biar pegal-pegalnya rada enteng?” aku menawarkan diri.

“Emangnya bisa? Tapi nggak mau ah, nanti kamu macem-macem sama aku.” katanya to the point.

“Aku ini jagonya pijit memijit tahu, soal macem-macem sih tergantung respon kamunya tuh. Aku sih bisa nahan diri, tapi kamu kan aku nggak tau, hehehe.”

“Ah, paling kamu yang nggak kuat.” balasnya.

“Kita buktikan saja, gimana?” kataku.

“Oke,” jawabnya tak mau kalah.

“Mana lehernya?” aku mulai mendekat dan tanganku kuarahkan ke lehernya.
Siska pun memberikan lehernya untuk kupijit. Pelan dan lembut mulai kupijit lehernya, kulihat dia mulai menikmati pijatanku. Kadang-kadang tanganku bergerak nakal berusaha membuat dasternya jadi lebih terbuka agar aku dapat melihat payudaranya yang montok. Sungguh aku menikmati pemandangan tersebut, tak terasa penisku menegang dan ternyata sudah merapat menekan ke punggungnya.

“Tuh kan, kamu yang nggak kuat.” rintihnya sambil menikmati pijatanku di lehernya.

“Justru aku semakin kuat, tahu. Itu tandanya kekuatanku, tadi kan kamu bilang paling nanti aku yang nggak kuat, hehe.” balasku.

“Maksudku bukan begitu, ih... kamu nakalin aku nih.” jawabnya.

Sambil memijat, terus saja kutekan-tekan torpedoku ke punggungnya, diapun kegelian. “Aduuuh… itu punya kamu gede banget sih, geli tau... jadi merinding aku.” rintihnya. Memang aku melihat bulu halusnya kelihatan sedikit berdiri. Akupun semakin bernafsu.

“Ardi… kamu nakal banget, nanti kalau ketahuan suamiku gimana loh?” erangnya.

“Belum juga apa-apa sudah dibilang nakal. Belum juga dipegang sudah bilang gede, pegang dong!” pintaku.

“Nggak mau ah,” jawabnya. “Itu kan nggak bersih,” katanya lagi.

“Kamu tuh salah, punyaku nih selalu aku bersihkan. Pokoknya kamu pasti suka deh,” akupun merajuk. “Memangnya kamu belum pernah pegang punya suami kamu?” tanyaku.

Dia menggeleng.

“Wah, kasian deh kamu. Sudah gede begini, sexy lagi, belum pernah pegang penis lelaki. Padahal kalau sudah pernah pegang dan merasakannya, kamu akan ketagihan deh. Btw, tahu nggak kalau aku tanya semua lelaki di dunia ini, pasti mereka kepingin banget penisnya dipegang sama kamu.” kataku.

“Nggak ah…” jawabnya ragu.

“Sudah, nggak usah ragu-ragu. Aku jamin deh, kamu pasti bakal keenakan.” sambil kuarahkan tangan Siska menuju ke penisku. Kulihat dia dengan lembut meraba penisku dari luar celana pendekku, untung aku sudah melepaskan celana dalamku waktu di rumah tadi.

“Besar banget punya kamu, Ar, keras lagi.” sahutnya.

“Memangnya punya suamimu nggak seperti ini?” kataku.

“Nggak tuh,” jawabnya.

“Pegang dari luar mana enak, buka donk celanaku.” pintaku.

Dengan sedikit merengut, dia mulai membuka celanaku. Wajahnya terlihat kaget begitu melihat penisku keluar dari celana. Kepalanya begitu licin mempesona, dan kurasa ukurannya yang super besar yang membuat Siska tercengang.

“Bersih kan?” tanyaku, dan iapun mengganguk dengan wajah memerah.

Perlahan Siska mengelus penisku sambil dia memperhatikan setiap lekuknya. Dia kembali menelan ludah. “Besar sekali ya… pernah diukur nggak, Ar, panjang penismu ini berapa?” tanyanya sembari tangannya gemetar menggenggam penisku.

“Nggak pernah tuh,” jawabku, “Tolong diukurin donk.” sahutku lagi.

“Ok, sebentar, aku ambil penggaris dulu.” jawabnya. Lama juga dia keluar dari kamarnya sambil membawa penggarisan. “Susah carinya, sorry ya kelamaan. Sudah kecil lagi ya?” tanyanya.

“Iya, lama banget sih. Udah kecil lagi nih, ya kalau mau diukur mesti digedein lagi.” kataku.

“Caranya gimana?” tanyanya.

Wah, ini wanita lugu beneran atau pura-pura sih, pikirku. Tapi melihat caranya memegang penisku, kelihatan sekali dia memang belum pengalaman. “Banyak caranya, salah satunya dengan aku melihat payudaramu dan memegangnya, pasti dia kembali besar deh.” kataku.

“Masa sih?” sahutnya.

“Buktiin aja, boleh aku lihat dan memegang payudaramu?” pintaku.

“Ehm… kita mestinya nggak boleh melakukan ini loh, Ar. Nanti kalau ketahuan suamiku gimana?” sanggahnya.

“Kalau kamu tidak kasih tahu ya nggak mungkin dia akan tahu, betul nggak?” katakuku.

“Ah, aku rasa ini akal-akalan kamu aja untuk mengecilkan punyamu supaya bisa pegang-pagang dadaku, pasti kamu nakalin aku ya?” kata Siska.

“Gimana bisa begitu, itu kan berjalan alami. Butuh elusan, pemandangan yang indah, dan rangsangan yang tepat buat bikin ini tegang lagi. Percaya deh sama aku, nanti juga kamu keenakan... hehe. Ayo donk, bolehkan kupegang dadamu?” rayuku sambil tersenyum dan memainkan penisku yang telah mengecil. Di dalam hati aku tertawa melihat keluguan sikap Siska.

“Tapi… kamu cuma pegang-pagang aja ya? Jangan kelewatan loh, janji ya? Aku kan istri mas Anton.” pinta Siska.

“Iya, aku janji deh.”

Perlahan dia mendekatiku dan duduk di sampingku. Aku pun langsung menyambutnya dengan rangkulan, pelan tapi pasti mulai kuraba dada Siska yang masih terbungkus dengan daster dan bra hitamnya, dan mulai meremas lembut. Terasa di tanganku nafasnya memburu. Tanganku mulai naik ke atas pundaknya untuk melepaskan tali ikatan dari daster yang digunakannya. Kedua mata Siska terpejam, sedangkan mataku terbuka lebar karena melihat dua buah gundukan daging kenyal yang masih terbungkus bra hitam yang sexy, terlihat begitu menantangku. Aku menelan ludahku. Tadi malam aku hanya bisa berkhayal menikmati kemontokan payudara Siska, sekarang ini aku bisa merasakan kehalusan kulitnya, kekenyalan dari dadanya, dan pastinya nanti aku bisa menghisap putingnya. Tak sabar aku untuk melakukannya, tapi aku tidak mau keindahan ini berlalu dengan cepatnya. Aku akan berlambat-lambat biar Siska tidak akan melupakan kejadian hari ini dan besok-besok akan merindukanku.

“Sis...” panggilku.

“Ehm... kenapa, Ar?” jawabnya sambil matanya terpejam.

“Kubuka bra hitammu ya?” tanyaku.

“Eehm...” hanya itu jawabnya sebagai persetujuan.

Tanganku yang bergetar hebat segera membuka kaitan bra yang ada punggungnya, cukup sulit tapi akhirnya terbuka. Mataku terbelalak begitu payudara Siska terlepas dari penutupnya, begitu kencang dan besar, puting susunya yang hanya sebesar ujung jari kelingking kelihatan berwarna coklat agak kemerah mudaan, begitu keras. Kelihatannya Siska sudah terangsang hebat, tapi matanya tetap terpejam rapat. Akupun mendapat ide nakal, perlahan kukeluarkan dengan hati-hati camera handphoneku dan Siska yang dalam keadaan toples itu kufoto berulang kali tanpa sepengetahuannya. Selesai mengambil gambarnya, dengan tak sabar kuraih dan kuremas kedua payudaranya dengan kedua tanganku. Siska pun menggeliat nikmat. Putingnya tak mau kusia-siakan, segera kuarahkan mulutku kesana dan mulai menjilat, menghisap dan sekali-kali kugigit-gigit kecil.

Siska menggelinjang hebat. “Ehmm... duh, Ardi, apa yang kamu lakukan… uow... ahh... ahh... enak tau... Ardi, kamu nakal banget... sudah donk, aku bisa nggak tahan nih.”

“Tuh kan, sekarang malah kamu yang nggak tahan. Makanya jangan sombong, hehe.” sambil terus kupermainkan kedua susunya.

“Ehm... Ardi, tadi kan bukannya kita mau ngukur penismu? Sudah besar belum?” katanya seakan ingin menyadarkanku.

“Nggak tau, coba aja periksa sendiri.” kataku pura-pura tidak tahu. Biar saja, akan kuajari dia untuk agresif, sembari terus kugumuli dadanya yang montok itu.

“Aku periksa ya, boleh?” tanya Siska.

“Boleh donk, buat kamu apa sih yang nggak aku kasih.” jawabku.

Perlahan kulihat dengan malu-malu tangan Siska bergerak ke selangkanganku, tak susah dia mencarinya, kini penisku sudah berada di dalam genggamannya.

“Wah, ternyata sudah besar lagi. Yuk kita ukur, Ar.” sahut Siska.

“Masa sih, sudah maksimal belum?” tanyaku.

“Aku mana tahu maksimalnya penis kamu, kalau segini sudah maksimal belum?” katanya ganti bertanya.

“Coba kita lihat,” jawabku. Akupun melepaskan cengkramanku pada susunya dan kami bangkit berdiri untuk melihat kondisi torpedoku. “Wah, kalau segini sih belum maksimal.” jawabku berbohong, padahal torpedoku sudah keras sekali.

“Ah, masa sih? Ini kan sudah besar sekali, bisa lebih besar dari ini?” tanya Siska sambil mengelus penisku.

“Iya, ini belum maksimal, masih bisa lebih besar. Rangsangan dari kamu masih belum maksimal nih.” kataku menjebaknya.

“Jadi aku harus gimana donk, aku elus-elus gini ya biar tambah gede?” tanya Siska.

“Mana bisa kalo hanya dielus-elus aja? Ini harus pake mulut kamu, ya dijilatin gitu,” jawabku mengarahkan.

“Ah, aku gak mau... kan jijik. Suamiku saja tidak pernah aku ciumin penisnya.” sanggah Siska.

“Yah sudah, kita tidak usah mengukurnya.” jawabku sambil pura-pura menarik penisku dari genggamannya dan berniat memasukkan kembali ke dalam celanaku.

“Yah, jangan dimasukkan dulu donk, kita kan belum selesai mengukurnya.” pinta Siska memelas.

“Habisnya kamu nggak mau hisapin penisku sih... mau nggak? Buruan, nanti kecil lagi loh. Lagian nantinya kamu juga akan terbiasa, trus ketagihan deh. Percaya deh.” kataku meyakinkannya.

“Oke-oke deh, aku mau... tapi nggak lama-lama ya. Mana penismu? Sambil berdiri saja,” kata Siska ragu-ragu.

“Enakan sih akunya duduk dan kamu jongkok di lantai, yuk.” kataku sambil menggiringnya ke sofa ruang tamunya yang lumayan lebar dan empuk.

Siska pun mengikuti arahanku. Kulihat diawalnya dia begitu ragu-ragu dan geli, tapi setelah penisku ada di dalam mulutnya, dia sempat kaget karena tidak semua batangku bisa masuk ke dalam mulutnya, paling hanya setengahnya sudah mentok di tenggorokannya. Kelihatannya dia baru pertama kalinya melakukan ini karena beberapa kali penisku berbenturan dengan giginya. Sakit, tapi kutahan... akupun memberitahunya agar tidak bersentuhan dengan giginya dan kuminta dia juga untuk menjilati batang penisku sampai ke buah pelirku. Ooh nikmatnya.

“Ohhh... nikmat sekali bibir dan lidahmu, Sis… terus, Sis... kamu makin pintar aja.” erangku.

“Masa sih, Ar? Diginiin enak ya? Ternyata asyik juga ya, seperti makan permen lolipop... ternyata aku bodoh juga selama ini ya, terlalu termakan omongan teman-teman.” sambil mulutnya terus mengulum batang penisku.

Kurasakan semakin lama dia semakin ahli mengetahui titik-titik rangsang yang kuat pada penisku, dan kulihat juga dia semakin menikmati penisku, seperti anak kecil menemukan mainan baru, digenggam erat penisku ditangannya. Tanganku pun tak diam saja, kuremas kedua susunya dan kepermainkan kedua pentilnya, kelihatan dia menggelinjang keenakan.

“Ar, sudah maksimal belum sekarang?” tanya Siska menyudahi kulumannya pada penisku.

“Coba kulihat... iya, ini sudah besar maksimal. Betulkan lebih besar? Dan lihat kepalanya, merah sekali, seakan-akan mau meledak. Mau diukur?” jawabku.

“Mau donk, aku kan penasaran, soalnya suamiku saja tidak seperti ini. Dari kecil memangnya sudah sebesar ini?” tanya Siska.

“Ya enggak lah, aku punya rahasianya donk.” jawabku.

“Maksud kamu punya cara biar bisa sebesar ini?” tanya Siska.

“Pastinya, mau tau aja, hehe.” jawabku.

“Boleh donk bagi-bagi kau ajarkan untuk suamiku, akupun kepingin suamiku punya penis sebesar ini.” pinta Siska.

“Nggak mau ah, nanti kamu nggak mau sama penis aku lagi, hehe.” jawabku licik.

“Please donk, Ar…” pintanya.

“Ya udah, diukur dulu, berapa panjang dan diameternya...” jawabku.

“Oke-oke... wah, panjangnya 20 cm dan diameternya 4 cm. Gede banget, Ar. Kalau punya suamiku paling hanya 12 cm dan diameternya 3 cm, jauh banget sama punya kamu. Ceritain donk rahasianya,” rayu Siska.

“Boleh, tapi kamu harus tanggung jawab dulu karena sudah membesarkan penisku, hehe.” kataku sambil kuelus-elus batang penisku dihadapannya.

“Tapi kita nggak boleh melakukan hal itu, Ar. Kemaluanku hanya untuk suamiku, aku takut berdosa… maafin aku ya, Ar, aku nggak bisa.“ jawabnya sambil buru-buru dia merapikan bajunya.

“Trus aku mesti gimana donk?” tanyaku.

“Yah kamu cari cara sendiri deh, sana pakai saja wc-ku, keluarkan gih disana, pokoknya aku nggak mau.” kata Siska tetap pada prinsipnya.

“Ah, kamu tega sekali sama aku, Sis. Gimana kalau kamu hisepin aja seperti tadi, lama-lama juga bisa keluar. Tolong ya?” kali ini aku yang ganti merajuk.

“Hihi... nggak mau ah, biarin aja kamu pusing sendiri, hihi.” candanya nakal, membuatku semakin terangsang. Pikirku, apa aku perkosa saja dia? Tapi akal sehatku bicara, bisa rugi nantinya bagiku karena resikonya dia bisa kapok main sama aku lagi.

“Hihi, ya udah, sini aku bantuin pakai mulutku. Tapi ingat ya, aku nggak mau disetubuhi.” jawab Siska pada akhirnya, tidak tega.

“Oke deh, aku janji.” sahutku sambil menyodorkan penisku ke mulutnya yang saat itu sedang duduk di sofa.

Sambil berdiri, penisku kembali dihisapnya. Cukup lama dia menjilati penisku, dan tanganku kembali mempermainkan susunya. Setelah hampir lima menit, akhirnya penisku mulai ada tanda-tanda mau meledak. Aku ada ide nakal lagi, sengaja aku tidak mau bilang-bilang kalau penisku mau meledak. Siska pun tidak curiga dan semakin rakus menjilati penisku. Saat aku sudah tidak bisa menahan ledakan sperma yang mau keluar, sengaja kubenamkan penisku dalam-dalam di mulut Siska, dan muncratlah spermaku di dalam mulutnya. Siska terkaget-kaget dibuatnya, tapi sudah terlambat. Sebagian spermaku menyemprot di tenggorokannya, sebagian lagi muncrat di wajahnya. Uhh, puasnya hatiku. Siska terbatuk-batuk dan segera berlari ke kamar mandi untuk membersihkan spermaku. Hehe... kena juga lu, rasain. Lagian gua sudah pusing sampai ke ubun-ubun, tapi lu nggak mau disetubuhi.

Tak lama Siska keluar dari kamar mandi sambil membawa handuk kecil dan menyeka mulut serta wajahnya. “Ih, kamu nakalin aku ya? Kamu nggak bilang kalau mau keluar, sebagian spermamu tertelan sama aku. Tadi sperma kamu kental banget dan rasanya asin, ini sperma pertama yang aku cicipi. Kalau suamiku tahu bisa gawat kamu. Ar.” rengut Siska sambil mencubit pinggangku.

“Iya, biar kamu makin sayang sama penisku, hehe.” jawabku.

Kami berpelukan dan berciuman mesra seperti sepasang kekasih yang tidak bertemu cukup lama.

“Oh iya, janji ya ngasih tahu rahasianya penis kamu itu.” pinta Siska mengingatkanku.

“Nggak mau ah, biarin aja punya suami kamu kecil. Nanti kalau aku ajarin, kamu lupain aku. Udah, kamu nikmati aja penisku ini, selamanya buat kamu deh, hehe.” jawabku.

“Tuh kan, janjinya nggak bisa dipegang. Tapi... bener nih penismu milik aku selamanya?” tanya Siska sambil tangannya meraba penisku.

“So pasti lah, hehe.” jawabku.

Tak terasa hari sudah sore, Siska memintaku untuk pulang, dia takut suaminya datang dan menemukan kami sedang berdua.

“Oh iya, Sis, soal CV lamaran kapan bisa aku berikan ke suamimu?” tanyaku sebelum kembali ke kontrakanku.

“Nanti jam setengah tujuh malam saja kamu datang kesini lagi, ok?” jawabnya.

“Ok deh, tapi nanti kamu pakai baju yang sexy ya biar nanti malam aku tidurnya nyenyak, hehe.” pintaku.

“Ih, masih nakal aja. Nggak mau ah, keenakan kamu nanti.” katanya sambil kembali mencubit tanganku.

Berat rasanya berpisah dengan wanita cantik dan menggairahkan ini. Tapi daripada nantinya membahayakan, lebih baik aku segera pamit. Sebelum pamit, aku melumat bibirnya kembali dan meremas buah dadanya.

Aku pun pulang dan beristirahat untuk bersiap-siap memulai petualanganku nanti malam. Rencananya aku akan mengintip Ece Geulis nanti. Akupun tertidur. Tak sadar ternyata jam sudah setengah tujuh malam, aku dibangunkan oleh suara sms yang setelah kubuka ternyata dari Siska yang bertanya apakah aku jadi untuk datang ke rumahnya. Aku segera bersiap-siap dan berjalan keluar rumahku mendekati rumah Siska lalu mengetuk pintunya. Tak lama pintupun terbuka dan kulihat wajah orang yang kugumuli tadi siang membuka pintu untukku. Malam itu kulihat Siska menggunakan gaun tidur warna hitam, kelihatan kontras sekali dengan kulitnya yang putih mulus. Tangannya memberi kode di bibirnya agar aku berhati-hati dalam bicara dengan suaminya. Aku kemudian dipersilakan duduk olehnya.

“Sebentar ya, Ar, aku panggilkan suamiku. Dia baru selesai mandi, mungkin sekarang sudah selesai ganti baju.” kata Siska.

“Siapa, mam?” tanya orang di dalam kamar.

“Ini pah, Ardi tetangga sebelah. Dia mau ketemu sama kamu, katanya mau antar CV lamaran.” teriak Siska.

“Oh iya, tunggu ya.”

Tak lama keluarlah Anton, suami Siska, dari kamarnya. “Halo, Ardi, apa kabar?” sapanya.

“Baik, pak Anton.” jawabku, sementara batinku bicara, “Luar biasa hari ini, pak. Istrimu sungguh-sungguh luar biasa nikmat.”

Pak Anton duduk di sofa dan mempersilahkanku duduk juga, sementara Siska duduk disampingnya. “Mana CV-nya, aku mau lihat. Oh iya, tunggu sebentar, aku lupa ambil kacamata bacaku.” Kata pak Anton.

Sementara laki-laki itu masuk ke dalam kamarnya, aku dan Siska saling bertatapan. Aku mencoba menggodanya dengan mengelus-elus penisku yang berada di balik celana. Siska melotot sambil tersenyum, diapun membalas dengan memegang dadanya sambil lidahnya dikeluarkan seakan ingin menjilat. Kami saling tersenyum. Tingkah kami berhenti setelah mendengar langkah kaki Anton berjalan keluar dari kamar.

Setelah pembicaraan serius hampir 30 menit, akhirnya aku pamit untuk pulang. Di depan pintu, Siska yang berdiri dibelakang suaminya, mengerlingkan matanya kepadaku.

Sesampainya di rumah, aku segera menyusun rencana. Segera kunaiki atap rumahku, tadinya kupikir mau langsung ke atas rumah Ece Geulis, tapi kuurungkan niatku. Aku masih penasaran dengan Siska, aku mau tahu yang akan mereka lakukan malam ini. Kini aku sudah tepat diatas kamar mereka.
Kulihat sepasang suami istri itu tengah berbaring berdua diranjang dan tengah bercakap-cakap.

“Gimana hari ini, Mas?” tanya Siska.

“Baik-baik aja, semuanya lancar. Bisnis perusahaan semakin besar, penjualannya meningkat, ke depannya mungkin aku akan sering pulang telat karena aku ditunjuk untuk bertanggung jawab pada Div. Accounting.” jawab suaminya.

“Apakah itu artinya mas naik posisi?” tanya Siska.

“Iya, apakah kamu senang?” tanya suaminya.

“Yah pasti senang dong, mas. Mas ini gimana sih?” sahut Siska. “Kalau begitu malam ini kita harus merayakannya,” lanjutnya.

“Bagaimana kita merayakannya?” tanya suaminya sambil mencium dan memeluk tubuh sintal Siska.

Merekapun berpagutan dengan mesranya. Tangan Anton mulai menjelajah ke bagian-bagian sensitif dari tubuh Siska, mereka melakukan foreplay yang sungguh panas cukup lama. Kulihat Siska begitu bernafsu, mungkin itu gara-gara tadi siang hasratnya belum tersalurkan bersamaku dan kini dia lampiaskan bersama suaminya. Tapi sekarang mulai ada perubahan dari cara bercinta Siska, kulihat dia sudah mau melakukan oral terhadap penis suaminya. Kudengar suaminya sangat senang melihat perubahan dari istrinya itu, saat ini Siska sedang menjilati penis Anton. Tak berapa lama kulihat suaminya tak dapat menahan ledakan spermanya, tapi cepat-cepat dikeluarkan oleh Siska sehingga tak sampai tertelan, hehe... sudah pengalaman nih ye, batinku.

Kulihat Siska kelihatan kecewa karena setelah spermanya keluar, ternyata penis suaminya tidak mau membesar kembali walaupun sudah beristirahat dan dirangsang olehnya. “Mas Anton, burungnya dah bobo ya? Masa baru satu ronde sudah keok, akunya aja belum apa-apa, mas.” kata Siska.

“Maaf ya, sayang, aku hari lelah sekali, pekerjaan lagi banyak-banyaknya. Hal itu lah yang mau aku bicarakan dengan kamu, mungkin minggu-minggu yang akan datang staminaku akan terkuras lebih banyak. Aku mohon pengertian dari kamu.” pinta suaminya.

“Iya deh nggak apa-apa, aku ngerti. Tapi mas mesti jaga kesehatan juga, jangan sampai sakit loh.” jawab Siska.

Diatas atap, hatiku bersorak gembira karena keadaan yang menimpa suaminya, jawaban dari Siska yang mau mengerti aku pikir mungkin karena dia teringat sama penisku yang sangat besar, hehe... ternyata arah angin keberuntungan sedang berjalan ke arahku.

“Oh iya, mas, btw si Ardi nanti pekerjaannya sama dengan mas Anton?” tanya Siska.

Benar saja dugaanku, ternyata dia teringat sama penisku, hahaha... hampir saja aku tertawa lepas, tapi cepat-cepat kututup mulutku.

“Beda, Mah. Dia di bidang IT yang urusin komputer-komputer di kantorku. Sebenarnya kerjanya enteng dan cepat kalau memang dia sudah ahli. Enaknya lagi, pekerjaan Ardi bebas waktunya, seperti orang freeland, tidak terikat waktu.” jawab suaminya.

Kulihat Siska tersenyum puas.

“Bagaimana menurut mama, si Ardi itu?” tanya suaminya.

“Keliatannya orangnya pintar, supel, dan bertanggung jawab. Oh iya, ada satu lagi, dia lumayan ganteng juga, hihi...” jawab Siska.

“Ganteng mana sama aku?” tanya suaminya.

“Masih gantengan mas sih, tapi gak tau burungnya kuatan mana, hihihi...” canda Siska.

“Kok kamu bicaranya gitu sih?” jawab suaminya.

“Habisnya burungnya mas belum masuk kandangnya malam ini, udah tewas tertembak duluan, hihi...” sahut Siska. Merekapun tertawa bersama dan Siska menghabiskan malam itu tanpa orgasme… sungguh kasihan kau, Siska. Lagian sombong sekali sih kau tadi siang tidak mau menerima torpedoku, aku mau lihat sampai kapan kau bertahan, batinku.

Malam itu berlalu begitu saja. Aku juga tidak jadi mengintip aktifitas dari Ece Geulis dan suaminya. Aku segera turun untuk beristirahat, akupun merebahkan tubuhku dan tertidur. Kira-kira pukul 11.30 malam, handphoneku berbunyi. Aku terbangun dan melihat, ternyata ada sms. Wah, ternyata dari Siska. Ada apa nih, pikirku.

“Ar, kamu sudah tidur?” begitu bunyi sms tersebut.

“Belum, Sis. Ada apa ya?” segera kujawab dengan sms.

“Boleh aku ke kontrakanmu?” balas Siska.

“Boleh aja sih, tapi ini kan sudah malam, nanti kalau suamimu tahu gimana?” balasku.

“Dia sudah tidur pulas banget, ngorok lagi, nggak mungkin bangun deh biarpun ada geledek.” jawab Siska. “Boleh ya? Ada yang mau aku bicarakan sama kamu. Boleh ya, Ar, please?” pinta Siska.

“Oke deh, tapi hati-hati ya, jangan sampai suamimu tahu.” kataku.

“Iya, tenang aja. Bukain pintunya ya,” balas Siska.

Dengan gembira aku bergegas bangun menuju pintu rumahku dan membuka kuncinya. Tak lama Siska muncul hanya dengan menggunakan gaun malam hitam yang mempertontonkan lekuk tubuhnya yang sexy. Ia segera masuk ke dalam rumahku.

“Ada apa, Sis?” tanyaku pura-pura.

“Ar, enaknya ngobrolnya jangan di ruang tamu, nanti kalau ada tetangga yang dengar bisa berabe.” katanya.

“Oke deh, kita ke kamarku saja.” jawabku. Kupegang tangan Siska dan kuajak ke kamarku. Sesampainya di kamar, aku minta dia untuk duduk di ranjangku. “Ada apa sih, Sis?” tanyaku lagi.

“Aku mau minta tolong sama kamu, Ar.” katanya.

“Apa yang bisa kubantu?” tanyaku.

“Itu... tapi aku malu ngomongnya.” balas Siska.

“Apaan sih, jadi penasaran gini.” tanyaku lagi.

“Begini, Ar… tolongin dong, aku lagi nanggung nih…” jawab Siska.

“Maksudmu nanggung apa? Ngomong aja, nggak usah malu-malu sama aku.” sahutku.

“Bantu aku keluarin…” jawab Siska malu.

“Keluarin apaan?” tanyaku semakin penasaran.

Dengan wajah memerah dia menunjuk ke aarah kemaluannya.

“Oh, maksud kamu, aku bantuin keluarin cairanmu gitu? Supaya orgasme? Hahaha,” kataku sambil tertawa geli.

“Ih, kamu nakal godain aku. Ya udah deh, nggak jadi aja kalau kamu ledekin aku kayak gitu.” Siska berdiri seakan mau pergi.

“Jangan marah gitu dong.” kuraih tangannya. “Kan ada suamimu, kenapa kamu nggak minta sama dia?” balasku lagi.

“Maunya sih begitu, tapi dia sudah keburu lemes duluan, kecapekan kerja. Aku dicuekin malam ini.” jawabnya.

“Gimana caranya aku bisa buat kamu orgasme kalau masukin penisku aja gak boleh?” tanyaku.

“Iya sih... tapi aku butuh banget nih, gimana ya?” tanya Siska kebingungan.

“Boleh nggak aku masukin?” tanyaku lagi.

“Ehmm... oke deh. Tapi nanti lubangku jadi longgar nggak ya, soalnya punyamu kan lebih besar dari milik mas Anton. Nanti ketahuan sama dia nggak ya?” tanya Siska.

“Hahaha... ya pasti enggaklah. Lubangmu itu elastis tahu, jadi dia akan kembali normal seperti biasa. Kalau nggak elastis, wah... banyak ibu-ibu diceraikan sama suaminya setelah melahirkan.” jawabku.

“Tapi bukannya setelah melahirkan jadi longgar?” tanya Siska lagi.

“Kepala bayi kan lebih besar dari punyaku, Sis. Gimana sih, mau nggak?” balasku.

“Oke deh... tapi pelan-pelan ya, aku belum pernah ngerasain yang sebesar itu.” jawab Siska.

“Sip lah... kenapa nggak dari tadi siang aja, kamu bikin repot aku aja, tapi…” kataku.

“Tapi apa, Ar?” balas Siska.

“Apa kata orang kalau kita melakukan ini, nanti kalau suami tahu gimana?” godaku.

“Kamu nakalin aku lagi ya, Ar?” sahut Siska sambil mencubit pahaku.

Kutangkap tangannya dan segera kupeluk tubuh sintalnya. Kami pun tertawa bersama-sama sambil berguling-guling di atas kasur. Kenyalnya payudara Siska yang bersentuhan dengan dadaku kembali membangkitkan kelaki-lakianku. Dengan lembut kucium bibirnya. “Kamu cantik dan sexy sekali malam ini, Sis.” kataku.

“Kan tadi sore kamu yang pesan supaya aku pakai yang sexy.” jawab Siska.

“Oh iya, berarti sudah sesuai pesanan donk? Dan artinya pula aku harus bayar, karena yang aku pesan sudah sampai malam ini dengan mulus.” kataku sambil dengan nakal menyusupkan tangan ke balik gaunnya, mencari payudara montoknya dan mulai meraba serta meremasnya. Terasa di telapak tanganku pentilnya sudah mengeras tanda dia sudah terangsang.

“Pembayarannya pakai apa, Sis? Cash atau cicilan perbulan nih?” tanyaku menggoda.

“Ehm, sebentar aku pikir dulu ya… ehm, kalau bayarnya sih sudah jelas pakai ini.” katanya sambil mengelus penisku yang sudah membesar. “Kalau soal kapan bayarnya, aku pikir aku minta di muka dulu malam ini, selanjutnya atau sisanya harus cicilan keras loh, pak. Hehe...” kata Siska sambil tersenyum-senyum nakal.

“Maksud kamu bayar dimuka itu seperti ini?” kataku sambil mengeluarkan penisku dan mengarahkan ke mukanya.

“Betul sekali, Pak, hehe... ini baru customer yang pintar sekali. Tapi ingat ya, cicilannya mesti rutin dibayar loh, kalau gak rutin aku kenakan denda.” jawabnya sambil meraih penisku dan mulai mencium dan menjilatinya dengan penuh nafsu.

“Ehm... oke deh, nanti tolong dibuatkan schedull cicilan rutinnya ya. Tapi kalau saya mau bayar cicilan agak besar dan sebelum schedullnya, boleh ya?” tanyaku sambil mengelus rambutnya dan tanganku yang satunya lagi meremas payudara dan memainkan pentilnya.

“Ugh... boleh, asal dikonfirmasi dulu. Ingat ya, bayarnya harus melalui saya loh.” balas Siska.

“Ah, kita ini seperti lagi kredit rumah ja. Padahal kita kan sekarang lagi persiapan mau menggapai nikmat, hehe... mana punyamu sini, biar aku masukin penisku ke lubangmu, biar kamu lega.” kataku lembut dan mulai membuka seluruh gaun tidurnya. Akupun terpesona begitu melihat celana dalam Siska, wow begitu sexynya. Malam ini dia memakai cd lingerie warna hitam yang hanya mampu menutupi kemaluannya, sedangkan pantatnya yang bulat terbuka kelihatan begitu menantang. Sebelum aksiku kulanjutkan, aku segera mengambil cameraku dan meminta Siska untuk berpose sexy dengan hanya menggunakan bra hitam dan cd lingerinya. Tadinya dia menolak, tapi setelah kurayu terus dengan mengatakan kalau hal ini bisa membuat penisku tambah besar, akhirnya dia mau juga dan mulai berpose sexy dengan wajah bersemu merah. Hal ini membuatnya keliatan sangat sexy.

“Oke deh, aku sudah nggak tahan melihat kamu berpose seperti ini. Coba kamu nungging, aku mau tusuk kamu dari belakang.” pintaku.

“Boleh, siapa takut?” balas Siska.

“Jangan kapok ya dientot sama aku, Sis.” kuarah penisku ke lubangnya. Sangat sulit bagiku untuk memasukkannya pertama kali, tapi setelah kulumasi dengan ludah, akhirnya jebol juga pertahanannya. Siska pun meringis kesakitan.

“Ughh... Ar, jangan digoyang dulu. Uuuh... penismu padat sekali di lubangku. Ohh...” rintihnya.

“Sudah enakan belum?” tanyaku.

“Ehmm… iya, pelan-pelan ya, Ar.” pintanya.

Akupun mulai mengenjot tubuhnya dari belakang. Mata Siska terpejam-pejam menikmatinya. Baru sepuluh kali sodokan, ternyata dia sudah di puncak. “Ooh... enak banget batangmu, Ar. Aku nggak kuat nih. Aku sudah mau sampai… terus sodok memekku, Ar… ah... ah... ah...” rintih Siska dengan napas memburu.

Kugenjot terus tubuh mulusnya sambil tak lupa kuremas-remas tonjolan buah dadanya yang menggantung indah.

“Ardi, ahh... aku keluar! Oooh... batanngmu perkasa sekali... uh... ah!!” teriak Siska kelojotan. Kurasakan tubuhnya mengejang dan melengkung penuh kenikmatan. Terus saja kugenjot dia meski kurasakan sensasi yang luar biasa karena kurasakan memeknya seperti meremas-remas penisku. Aku berusaha bertahan. Pikirku, aku harus benar-benar menikmati tubuh sintalnya dan membuatnya tidak mudah melupakan kontolku.

Hampir satu jam aku menggenjotnya dengan berbagai macam gaya dan entah sudah berapa kali dia mencapai orgasme, sampai akhirnya akupun ingin meledak. Kutekan sedalam-dalamnya kontolku dan ingin kukeluarkan spermaku di dalam liang nikmatnya.

“Ooohh… Sis, aku entot kamu sampai habis! Ughh... biar kamu tahu rasa karena sudah nolak kontolku tadi siang. Uuh... uhh... uhh... ahh... aku keluar, Sis! Ini, nikmati peju panasku!” erangku sambil terus kugenjot sedalam dan secepat-cepatnya kontolku ke liang memeknya.

“Aduh, ah... ah... terus, Ar. Tapi jangan dikeluarin di dalam. Jangan…” teriak Siska seakan ingin berontak dan melepaskan diri.

Aku tetap tak mempedulikan permintaannya. ”Aku harus menghukum kamu, Sis, dengan kontolku. Biar tahu rasa kamu, hehe...” Terus kugenjot kontolku dan akhirnya meledak juga spermaku, menyemprot semua ke ruang basah di dalam rahim Siska. Aku pun tergeletak di atas ranjangku di samping tubuh telanjang Siska yang basah oleh keringat. Napas kami sama-sama terengah-engah.

“Kamu jahat, Ar. Kenapa dimasukkan di dalam tadi?” terlihat air mata Siska berlinang.

“Aku melakukan itu karena aku sayang sama kamu, Sis. Apapun yang terjadi, aku akan tanggung jawab sama kamu. Percayalah, sayang.” kataku sambil kucium bibirnya yang mungil.

“Oh, Ardi, aku juga sayang sama kamu… terima kasih ya sudah mau bantu aku. Pejumu banyak dan hangat sekali di dalam memekku, enak banget…” jawab Siska.

Kamipun beristirahat sambil berpelukan mesra. Sampai kami tersadar waktu sudah menunjukan pukul satu malam. Kamipun berpisah dengan berat hati. Sesampainya di rumah, Siska memberitahuku dengan sms kalau suaminya masih lelap tertidur. Aku pun bernapas lega. Malam itu sebelum tertidur, kembali Siska mengirim sms yang bunyinya seperti ini: “Ar, aku puas sekali tadi. Kontol kamu benar-benar perkasa. Terima kasih ya, kutunggu cicilan selanjutnya, hihi.”

Setelah membacanya, akupun tertidur dengan begitu pulasnya….

Paginya aku bangun kesiangan, untungnya aku belum mulai masuk kerja, masih menunggu panggilan dari perusahaan pak Anton. Kubuka jendela rumahku untuk melihat situasi sekeliling, sepi sungguh sepi. Kubuka pintu rumahku, pikirku biar udara segar masuk ke dalam rumahku dan aku beranjak menuju kamar mandi. Kubuka seluruh bajuku dan kusiram tubuhku dengan air dingin, uuh segarnya.

Saat aku mulai menyabuni tubuhku, terdengar suara perempuan memanggilku. Samar-samar kuperhatikan suara tersebut, kupikir suara Siska, tapi bukan. Akupun membilas sabun yang melekat di tubuhku dan bergegas mengambil handuk dan kulilitkan sekenanya di tubuhku dan segera keluar kamar mandi. Tapi aku sungguh terkejut saat aku mau keluar dengan terburu, aku menubruk seseorang di depan pintu kamar mandiku. Aku pun terjatuh menimpa orang itu.

Setelah kagetku hilang, ternyata orang itu adalah perempuan yang sangat kukenal. Ece Geulis tertindih olehku, dan yang lebih membuatku syok adalah, wajahku terbenam diantara kedua buah dadanya yang saat itu hanya memakai tank top tali yang sexy. Akupun berusaha bangkit berdiri dan membantu dia berdiri juga.

“Maaf ya, Ece, saya tidak lihat Ece di depan pintu,” pintaku.

“Iya, mas Ardi. Saya yang mestinya minta maaf karena masuk-masuk sampai kesini. Habisnya saya panggil-panggil kok gak ada sahutan, tapi pintu rumah kamu terbuka, jadi Ece masuk saja.” jawab Ece sambil tersipu.

Wuih, cantiknya Wce Geulis ini. Lama kupandangi wajah dan tubuhnya, tak terasa penisku menegang karena teringat tadi saat wajahku terbenam di dadanya. Aku pun tak menyadari kalau aku hanya pakai handuk, handuk yang kupakai tidak dapat menutupi penisku yang saat itu sedang tegang. Ece Geulis melirik penisku yang menjulang seakan ingin menembus keluar dari handukku. Wajahnya bersemu merah.

“Kenapa, Ece, koK muka Ece jadi merah gitu?” tanyaku masih belum menyadari.

Matanya memberi isyarat kepadaku untuk melihat selangkanganku, dan akupun terkaget. Saking groginya aku berusaha menutupi, tapi sialnya, mungkin karena tadi aku sempat terjatuh, maka ikatan pada handukku kendor dan saat aku berusaha menutupi burung, eh malah handuknya terlepas. Ups! terbukalah handukku dan terlihatlah penisku yang tegak seperti monas.

Ece Geulis pun menjerit melihat pemandangan seperti itu. “Aduh, Mas Ardi!! Ih, malu atuh, Mas.” sambil berusaha menutupi wajahnya dan kulihat dia menelan ludahnya.

“Ups, maaf, maaf ya, Ece. Saya gak sengaja, gara-gara Ece sih ah, saya jadi malu nih.” jawabku sambil membereskan handukku.

“Kok gara-gara saya sih, mas Ardi?” jawab Ece.

“Kalau handuknya jatuh sih bukan gara-gara Ece, tapi…”

“Tapi apa, Mas?” tanya Ece penasaran.

“Nggak ah, malu.” jawabku.

“Apaan sih?” tanya Ece semakin penasaran.

Karena dia mendesakku, akhirnya aku menjawab juga. “Tadi waktu jatuh, muka saya jatuh di susunya Ece, trus...” jawabku ragu-ragu.

“Trus apa?’ tanya Ece.

“Tadi kan Ece sempat melihat punyaku kan?”

“Nggak kok,” jawabnya berbohong.

“Gede kan?” sambungku.

“Iya, gede banget.” jawabnya cepat dan spontan. “Ups!” Ece menutup mulutnya.

Aku pun tertawa kecil melihat tingkah lucu dan wajah Ece yang memerah. “Ya itu gara-gara susu Ece, punyaku jadi gede.” tambahku.

Bibirnya tersenyum dan rona wajahnya semakin memerah. “Ih, mas Ardi genit ah,” sambil beranjak ingin pergi.

“Eits, tunggu dulu, Ce. Tadi Ece mau ngapain panggil-panggil saya? tanyaku.

“Iya, aku ada perlu sama mas Ardi, mau pinjam handphone untuk menelpon suamiku. Handphone rusak, aku belum bisa ganti dengan yang baru, bolehkan?”

“Boleh, tapi nanti. Saya anterin saja ke rumah Ece, saya mau pakai baju dulu, oke?” jawabku.

“Iya deh, aku tunggu di rumah ya, Mas.” sahutnya sambil melangkah keluar.

Akupun segera memakai baju dan celana pendekku dan segera ke rumahnya, kesempatan emas ini tak boleh kusia-siakan. Segera kuketok pintu rumahnya dan keluarlah si cantik Ece Geulis menyambutku. “Silahkan masuk, Mas.”

“Ya, terima kasih, Ce. Enak ya rumahnya, bersih. Gak seperti rumahku.” kataku.

“Ah, bisa aja. Mau minum apa, Mas?” tanya Ece.

“Kopi juga boleh,” jawabku, pikirku biar aku bisa berlama-lama di rumahnya.

“Sebentar ya, aku siapin.” diapun masuk ke dapurnya. Dari belakang kupandangi pantat perempuan ini, sungguh sangat menggairahkan, pikirku.

Tak lama dia keluar sambil membawa segelas kopi. “Silahkan, Mas, kopinya.” sambil merunduk dia menyuguhkan kopi dihadapanku, dan aku terpesona oleh dua bukit kenyal yang seakan-akan ingin melompat keluar dari balik tanktop putihnya yang dihidangkan bersama kopiku. Tapi sepertinya dia tidak menyadari kalau payudaranya sedang kuperhatikan. Dia duduk di sofa sebelah kananku dengan tenang.

“Oh iya, ini handphonenya, Ce. Katanya mau pinjam.” Kataku sambil kuberikan HP-ku kepadanya.

“Oh iya, terima kasih, Mas.” dia mengambilnya dari tanganku. Lama juga dia mengutak-utik HP-ku tapi tidak menelpon-nelpon.

“Kok belum nelpon juga, Ce?” tanyaku.

“Aku bingung pakenya, ini dikunci ya, Mas?” tanyanya.

“Oh iya, aku lupa bukain kuncinya. Sini aku bantu.” aku segera berdiri mendekatinya dan mengambil HP di tangannya, Ece Geulis tetap duduk di kursinya dan aku berada di sebelah kanan atasnya. Dari situ, aku bisa melihat dengan jelas payudara si Ece dan bra kremnya yang menyembul keluar. Wow, kesempatan ini tak boleh kusia siakan. Segera kuaktifkan camera HP-ku dan mulai menjepret isi dari tanktop Ece, sambil pura-pura seakan-akan kuncinya macet. Lumayan banyak juga kuambil gambarnya.

“Kenapa, Mas, susah juga ya?” tanyanya.

“Iya nih, tapi sekarang sudah bisa kok.” segera kuserahkan HP-ku kepadanya.

Ece Geulis pun segera menelepon suaminya, menanyakan kabarnya. Dari pembicaraan mereka yang kudengar, suami Ece dapat tugas jaga malam dan besok pagi baru bisa pulang. Wajah Ece keliatan kecewa mendengar kabar itu.

“ini, mas Ardi, terima kasih ya.” katanya.

“Sama-sama, Ce. Oh iya, HP Ece rusak apanya sih? Boleh liat nggak?” tanyaku.

“Boleh, sebentar ya, Mas.” dia masuk ke kamarnya untuk mengambil HP-nya. “Ini, mas, sering hank dan macet. Katanya kena virus.” sahutnya kemudian.

Kulihat HP itu sudah dilengkapi kamera dengan pixel yang lumayan besar dan memorinya juga besar. “Ce, sebentar kuambil laptopku. Aku punya anti virus, siapa tau bisa.” kataku.

Tak lama aku kembali lagi sambil menenteng laptopku, dan mulai kunyalakan. Pelan-pelan kukeluarkan memori card dari HP-nya dan kumasukkan ke dalam card reader, dan aku mulai memindai setiap data yang ada. Akhirnya kutemukan salah satu virus akibat penggunaan fasilitas internet di HP.

”Ini loh, Ce, penyebabnya.” kataku.

“Bisa diperbaiki?” tanyanya.

“Bisa, tapi data Ece harus dipindahkan dulu ke dalam komputerku, nanti diinstall ulang. Gimana?” tanyaku.

“Iya deh, pindahin dulu.” pintanya.

Aku segera mengcopy semua data yang ada di HP-nya dan menetralisir virus yang ada di datanya. Saat memeriksa data, tak sengaja aku menekan folder image, dan keluarlah foto-foto milik Ece. Yang membuat aku kaget adalah banyak sekali foto-foto Ece dalam keadaan telanjang dan saat berhubungan dengan suaminya. Ece menyadarinya dan terkejut.

“Mas Ardi, kok buka folder saya sih?” katanya sedikit marah.

“Waduh, sory banget, Ce. Saya gak sengaja, maaf ya.” kataku.

“Suami saya sih, nakal. Aku pikir foto-foto itu sudah dihapus olehnya, ternyata belum.” wajahnya memerah.

“Sudahlah, Ce, toh cuma saya yang melihat dan saya tidak akan menyebarkannya. Tenang aja, saya janji kok.” kataku.

“Tapi kan saya malu sama mas Ardi…” sahutnya serak.

“Kenapa mesti malu, orang fotonya cantik-cantik kok. Ece tuh cantik dan sexy tau, saya aja kalau jadi suami atau pacar Ece pasti ingin mengabadikannya dalam bentuk foto, beneran loh!” belaku.

“Masa sih… ih, apanya yang cantik dan sexy hayo? Ih, jadi malu saya.” jawab Ece.

“Sini liat, saya tunjukan kecantikan Ece.” kutunjuk salah satu gambar di laptop. “Tuh liat payudara Ece besar dan tidak turun, tapi begitu montok, dengan puting yang begitu menantang. Wajah Ece keliatan oriental, seperti orang Chinese. Perut dan pantat Ece juga masih kencang, tidak kelihatan seperti perempuan yang sudah punya anak.” tegasku.

“Ah, mas Ardi bisa aja.” ucapnya malu.

“Cuma sayang camera yang dipakai bukan kamera professional, jadi agak blur atau pecah. Kalau pakai kamera prof pasti Ece kelihatan cantik sekali, seperti bidadari turun dari langit dalam keadaan telanjang, hehehe.” candaku.

“Ih, mas Ardi nakal. Memangnya kalo pake kamera prof bisa lebih bagus hasilnya?”

“Ya iya lah. Aku punya kamera seperti itu, Ace mau coba? Sebentar aku ambilin ya,” segera aku bangkit berdiri dan berlari balik ke rumah.

“Duh, gak usah repot-repot, Mas…” sahutnya.

“Udah, gak apa-apa kok,” aku segera mengambil kameraku. Sebentar saja aku sudah kembali. “Ayo, Ce, kita coba.” ajakku.

“Dimana ya mas tempat yang bagus?” tanyanya.

“Kalau mau foto telanjang sih bagusnya di kamar, Ce, hehehe.” candaku nakal.

“Ah, gak mau. Aku malu sama mas Ardi.”

“Kenapa mesti malu, kan saya sudah lihat semuanya, hehe. Lagian kan saya professional, Ce, gak bakal macam-macam kok.”

“Beneran nih?” ucapnya malu.

“Ya iyalah, emangnya becanda, kan Ece mau bedain nanti hasilnya.” kataku.

“Oke deh, yuk kita ke kamar. Untungnya anakku sedang kutitipkan di rumah neneknya.” katanya riang.

“Oh begitu, bagus donk.”

Kami sekarang sudah ada dalam kamarnya, aku pun berpura-pura seperti prof, mulai membereskan kamarnya dan menyetelnya supaya keliatan bagus saat diambil gambar. Ece Geulis keliatan berdiri mematung, pakaiannya belum ditanggalkan. Aku mendekatinya.

“Lha kok bengong, mau foto gak? Kalo gak mau ya sudah, gak usah kita lanjutkan nih,” kataku.

“Mas Ardi, aku takut dan malu. Kalo ketahuan suamiku gimana?” tanyanya.

“Hehe, dia pasti senang liat istrinya di foto cantik sekali. Lagian jangan dikasih tau kali,” sahutku.

“Ah, mas Ardi bisa aja.”

“Ayo donk, cepet dibuka bajunya. Apa perlu aku bantuin?” sahutku.

“Huh, maunya tuh, hihi.” Ece mulai rileks dan tertawa. Dia pun mulai membuka pakaian tanktopnya dengan membelakangiku, lalu celana pendeknya. Saat dia mau membuka bra kremnya, terlihat dia kesulitan, keliatannya kancingnya macet. Aku menelan ludah melihat pemandangan itu.

“Perlu aku bantuin gak?” tanyaku.

“Boleh deh,” jawabnya, dan akupun mendekatinya. Dengan tangan bergetar, kuraih kaitan bra krem tersebut, tapi masih sulit juga.

“Wah, gak bisa dibuka nih, Ce. Gimana neh?’ tanyaku.

“Diputusin aja deh, Mas. Tarik aja biar putus. Aku memang mau ganti bra ini dengan yang baru, sering macet begini.”

“Oke deh,” akupun mengerahkan tenagaku untuk memutuskan pengaitnya. Mungkin karena tenagaku terlalu besar, kaitan terputus dan bra-nya terlempar ke lantai dengan keras. Aku kaget bukan kepalang karena payudara Ece tersentak dan bergelantung sambil bergoyang-goyang dengan indahnya. Wow, sunggug luar biasa. Ternyata melihat dari dekat seperti ini semakin membuat penisku menegang dengan dahsyatnya.

“Mas Ardi, biar adil, mas fotonya juga sambil telanjang donk.” pinta Ece.

“Ah, gak mau ah. Aku malu. Sudah, Ece aja.” jawabku pura-pura.

“Gak, aku gak mau difoto telanjang sendirian.” sahutnya sambil kedua tangannya yang kecil berusaha menutupi kedua payudaranya yang besar.

“Oke-oke,” sahutku kemudian, aku pun mulai membuka bajuku. Saat kubuka celanaku, terlihatlah torpedoku yang tegak menantang. Kulihat Ece terus memperhatikan torpedoku yang besar dan berukuran diatas rata-rata itu, kulihat dia menelan ludah.

“Mas… anunya gede ya?” katanya.

“Anunya apaan, Ce?” tanyaku pura-pura.

“Itu tuh,” sambil tangannya menunjuk ke batangku.

“Oh ini, kan ada namanya, Ce. Ini namanya kontol, hehe.” kataku.

“Ih, mas Ardi ngomongnya kotor.”

“Kotor tapi mau kan? Mau pegang, mau cium atau mau jilatin, hehe.” candaku.

“Ih, mas Ardi nakal nih.” ia berjalan mendekatiku dan tangannya mencubit dadaku.

“Kok cubitnya di dada, kenapa gak di kontolku saja?” kutangkap tangannya dan kuarahkan ke arah kontolku yang sudah mengeras tajam. Lama juga tangannya mengelus-elus kontolku. Tanganku pun mulai bergerilya menuju payudara dan pentilnya, kuremas-remas pelan kedua bukit kembar itu. Mata Ece terpejam, kulihat dalam posisi ini Ece jadi sangat cantik sekali. Jadi kameraku pun mulai bekerja.

“Kok kontol saya cuma dielus-elus aja, gak mau dicium, Ce? Gak suka ya?” tanyaku.

“Ehm.. memangnya mas Ardi mau aku isepin?” tanyanya.

“Mau donk,” siapa juga yang bisa nolak.

Perlahan dia berjongkok di depan kontolku. Ece sempat kaget karena kontolku begitu besar, mulutnya hampir tak muat. “Mas Ardi, anunya gede banget sih.” bisiknya sambil terus menjilati batang kontolku.

“Itu namanya kontol, Ce, bukan anu!”

“Iya, kontol mas Ardi gede banget,” setengah berteriak dia mengucapkannya.

“Suka ya? Sama kontol suamimu gedean mana?” tanyaku.

“aku suka kontol gede, Mas. Suamiku saja yang jadi satpam kalah besarnya, ini mah cuma bisa disamakan dengan tongkat satpam. Gak kebayang kalo masuk ke lubangku.” lanjutnya.

Saat dia mengulum dan mencium kontolku, aku mengambil foto-fotonya. Sexy sekali nih perempuan. “Berarti sekarang istrinya satpam kena sodok sama pentungan satpam donk, hehe.” candaku.

“Iya, Mas. Please, sodok aku dengan pentunganmu.”

“Mau posisi apa?” tanyaku.

“Aku mau nungging, Mas. Kelihatan sexy kalau dilihat di kaca.” katanya, memang di depan kami ada sebuah kaca besar. “Ayo, Mas!” rengeknya.

Aku pun mulai menyodok Ece yang saat itu sudah menungging, agak sulit memasukkannya karena ukuran penisku yang lumayan besar. Tapi dengan bantuan ludahku, akhirnya kutembus juga lubangnya Ece. Dengan napas tertahan, dia memintaku untuk tidak menggenjotnya dulu. Setelah lima detik, aku merasakan liangnya Ece mulai licin, dan pelan tapi pasti aku mulai menggenjotnya.

“Auw... ahh… sssh… ach... terus, mas Ardi, ya terus…” kata-katanya meracau.

“Uuh... enak sekali memekmu, Ce. Memek begini nih paling enak dientot dari belakang.” aku juga meracau keenakan.

Kira-kira ada 30 sodokan kulakukan, keliatan teriakan Ece semakin menggila. “Ah ah ah… ssssh... oh, mas Ardi, aku mau keluar... terus, Mas... entot aku yang dalem…” pintanya.

Sengaja kutahan laju sodokanku, biar dia tambah penasaran.

“Mas Ardi, ayo donk... entot lebih cepat dan dalam… aku sudah mau keluar nih.” rengeknya.

Sengaja aku berbuat lebih nakal, kutarik kontolku keluar dari memeknya. Aku mau tau reaksinya.

“Aaaah... mas Ardi, jangan dikeluarin donk kontolnya, aku sedikit lagi mau keluar nih. Please, masukin lagi.” rengeknya.

“Aku mau masukin, tapi aku mau foto-foto kamu dulu saat kamu lagi habis-habisan terangsang. Ayo, pose memelas seperti tadi, kamu berbaring di ranjangmu.” kataku.

”Oke deh, apapun asal nanti masukin lagi ya?” rengeknya.

“Iya pasti, kan kita mau dapat posisi yang bagus.” kataku.

Mulailah dia berpose di ranjang dengan wajah dan tubuh sedang mengalami horni berat. Uuh, sumpah deh, wanita akan cantik sekali saat difoto dalam keadaan begini.

Setelah puas mengambil gambar, kurebahkan dia dalam posisi teletang, kontolku yang masih tegang segera kuarahkan ke lubang memeknya. Tubuh Ece bergetar hebat saat aku kembali menusuknya. Memeknya seakan ingin mencengkramku. Akupun terus menyodok dan menyodok. Tak lama Ece berteriak, “Mas Ardi, aku keluaaaaar… uohh nikmatnyaaaa... terus entot aku, Mas… biar cairanku keluar semua…” rintihnya.

Aku terus menyodok, entah sudah berapa kali Ece orgasme, akhirnya akupun meledak, tubuhku bergetar hebat. Tadinya hendak kutarik kontolku saat spermanya mau muncrat, tapi kaki Ece menjepit pinggangku. “Sudah, masukkan saja, Mas. Aku lagi gak subur kok, gak apa-apa. Lagian aku mau merasakan semburan sperma dari kontol mas Ardi yang gede. Ternyata enak banget, hangat sekali.” rintihnya.

“Uuuuooohh... Ece, aku keluuuuaaar… rasakan pejukuuuu… ahhhh!” erangku sambil terus kugenjot kontolku di dalam memeknya, dan akhirnya akupun rubuh karena kecapekan. Sambil terengah-engah, kami berbaring telanjang bersama-sama di ranjang.

“Wow, mas Ardi luar biasa. Kontol mas enak banget deh, terasa penuh di lubangku. Memekku aja masih terasa longgar dan senut-senut.” kata Ece.

“Begitu ya, Ce... Ece cantik sekali kalau telanjang bulat seperti ini... coba aku jadi suamimu, pasti aku akan menyuruhmu tidak pakai baju bila di rumah. Uh, indahnya...” kataku sambil kuperhatikan seluruh lekuk tubuhnya.

“Ah, Mas... jangan liatin aku seperti itu dunk, aku jadi malu…” sahutnya.

Kamipun beristirahat sambil berpelukan mesra. Sampai akhirnya aku pamit mau pulang karena kurasakan lapar sekali. Sesampainya di rumah, akupun segera makan dengan lahapnya. Pikirku, aku harus menjaga staminaku karena sekarang aku harus kuat melayani dua orang wanita yang menurutku haus akan sex. Selesai makan, aku segera istirahat. Sudah dua hari ini aku bertempur dengan dua wanita yang sudah bersuami dan kurasakan tubuhku letih sekali. Tapi baru lima menit aku tertidur, aku mendapat kiriman sms dari Siska yang menanyakan aku kemana karena tadi siang dia ke tempatku tapi aku tidak ada.

Sms itu tidak kujawab, aku harus istirahat dulu, pikirku. Dan aku punya rencana akan menghilang selama tiga hari untuk membuat mereka berdua penasaran. Berpikir seperti itu, akupun tertidur dengan pulasnya.

Jam sembilan malam, kembali aku menyusun siasat. Segera aku naik ke atas bubungan atap rumahku untuk melihat gerak-gerik Siska dan Ece Geulis.

Tepat di atas atap rumah Siska, kuperhatikan pasangan pengantin yang baru berusia tiga minggu itu sedang bercumbu dengan mesranya. Tapi lagi-lagi kulihat Pak Anton tak sanggup untuk melayani hasrat istrinya, ia cepat sekali orgasme. Dengan wajah kecewa, Siska terbaring telanjang di samping suaminya.

“Maaf ya, Sis. Aku capek banget hari ini, mana besok aku harus pergi ke kantor pagi-pagi sekali. Kantorku sedang diaudit kantor pajak, jadi bosku mau aku mengurus hal ini dengan sebaik-baiknya.” kata Anton.

“Iya, nggak apa-apa.” jawab Siska memaklumi. “Oh iya, Mas, ngomong-ngomong si Ardi kapan dipanggil ke kantor kamu?” tanyanya.

“Tadi siang sih CV dia sudah aku serahkan ke bos, mungkin minggu depan dia dipanggil sama bos. Memangnya kenapa, Sis?” tanya Anton.

“Nggak apa-apa, siap-siap aja kalau ditanya sama dia.” jawab Siska.

Di atas atap, aku tertawa geli. Sepertinya Siska kebingungan karena aku tidak jawab sms darinya, mungkin dia pikir tadi siang aku sudah mulai kerja. Hehe, kangen nih ye sama kontolku. Ternyata rencanaku untuk membuat dia penasaran berhasil hari ini.

Akupun beranjak menuju atas rumah Ece Geulis, dan disitu kuperhatikan Ece Geulis sedang tertidur pulas dengan hanya menggunakan kaos dalaman yang tipis dan berenda pada bagian dadanya. Kulihat dia hanya menggunakan CD saja, tapi tidak mengenakan bra, sexy sekali dia. Di sampingnya, anaknya juga sedang tertidur pulas. Malam ini suaminya tidak pulang.

Akupun turun dari atas atap rumah dan segera tidur.

Kira-kita jam sebelas malam kembali kudapatkan sms dari Siska. “Ardi, kamu kemana aja, kok sms dari aku gak dibalas? Kamu marah sama aku ya?”

Aku menahan diri untuk tidak menjawabnya, dan kembali melanjutkan tidurku.

Pagi-pagi sekali aku segera bangun, hari ini aku punya rencana seharian untuk pergi ke Glodok membeli camera pengintai, karena pikirku akan sangat berbahaya kalau aku terus-terusan naik ke atap rumahku. Segera kutuntun Honda CBR-ku menjauh dari kontrakan agar suaranya tidak terdengar. Seharian kuhabiskan waktuku untuk mencari camera pengintai terbaik, setelah kudapatkan, akupun pergi ke toko obat Chinese untuk mencari ramuan obat untuk memelihara staminaku. Jam 18.30, aku pun kembali ke kontrakanku.

Setelah selesai mandi dan makan, aku mulai menjalankan rencanaku untuk memasang camera pengintai di atas rumah Siska dan Ece Geulis. Lumayan lama juga aku memasangnya karena harus berhati-hati dan ada beberapa tempat yang kupasang seperti kamar utama, kamar mandi dan ruang tamu, baik rumah Siska maupun rumah Ece Geulis. Semuanya kubuat rapi agar tidak sampai ketahuan.

Kira-kira jam sembilan malam pekerjaanku selesai, dan saatnya menyaksikan gerak-gerik mereka pada komputerku. Malam ini aku senang sekali karena kwalitas gambar yang kudapatkan sungguh jernih serta kameraku dapat kugerakkan untuk mengambil posisi yang kuinginkan. Dan yang membuatku lebih senang lagi adalah malam itu aku dapat menyaksikan adegan percintaan mereka dengan santai di rumahku. Sekarang ini aku tengah melihat Ece Geulis sedang digumuli oleh suaminya. Tapi sama saja dengan Siska, biarpun suami Ece Geulis punya stamina lebih baik, tetap saja kulihat wajah Ece Geulis tak dapat menyembunyikan kalau dia kurang berhasrat.

Yang lebih parah lagi Siska, malam ini ia tidak disetubuhi oleh suaminya, karena kudengar suasana hati suaminya sedang tidak baik. Hari ini laki-laki itu ditegur oleh bosnya sebab ada kesalahan. Kulihat wajah Siska kelihatan sedih dan kecewa. Suaminya kulihat tertidur pulas, sedang Siska kuperhatikan kelihatan gelisah. Kira-kira jam 22.30, kuliat Siska mengambil handphonenya. Aku menebak sebentar lagi pasti aku mendapat kiriman sms. Dan benar saja, dia mengirimiku sms.

“Ardi, kamu menjauhiku ya? Katanya kamu sayang sama aku, tapi kok tidak pernah membalas smsku?”

Aku tidak membalasnya.

“Kalau kamu tidak mau jawab, ya sudah, kita nggak usah ketemuan lagi seterusnya.” lanjutnya mengancam.

Sengaja aku tidak menjawabnya selama lima menit, baru kemudian kubalas. “Sorry, Sis. Aku bukannya tidak mau menjawab, tapi aku nggak tahu kalau kamu sms. Battere handphoneku rusak dan seharian ini aku ke Roxy untuk cari battere, tapi agak sulit karena model tersebut sudah tidak keluar. Tapi aku akhirnya dapat juga biarpun mahal. Maaf ya, Sis. Emang ada apa?” jelasku. Hehe, ngambek nih ye. Mana bisa aku gak ketemu lagi sama kamu, Sis. Aku kan belum puas sama tubuhmu, pikirku.

“Oh gitu, sorry ya. Kupikir kamu menjauhi aku setelah kejadian kemarin malam.” jawab Siska.

“Aku nggak mungkin menjauhimu, Sayang... karena aku masih belum puas sama kamu, tubuhmu kan belum ku-explorasi, hehe.” candaku.

“Dasar... memangnya aku tambang minyak? Huh!” balas Siska.

“Bukan tambang minyak, tapi tambang nikmat. Sudah siap ku-explorasi? Hehe.” candaku lagi.

“Tambang nikmatku sudah siap di-explorasi dari kemarin, penambangnya aja sombong gak mau jawab undanganku.” balas Siska. “Nanti aku cari penambang yang lain loh!” sambungnya.

“Mana ada penambang yang ahli seperti aku, Sis? Kalau kamu cari penambang lain, aku batalkan kontrak kerja sama kita loh, hehe.” balasku.

“Waduh, jangan donk, Ar. Soalnya susah cari penambang yang punya peralatan besar seperti punyamu, hihi.” jawab Siska.

“Jadi kapan nih mau di-explorasi?” tanyaku.

“Malam ini bisa! Aku ke tempatmu ya?” tanya Siska.

“Oke, tapi kurang seru kalau di rumahku. Aku ada ide seru nih, gimana kalau di rumahmu aja?” ajakku.

“Gila!! Nekat kamu, Ar! Kamu mau kita ketahuan! Gak ah!” balas Siska.

“Justru itu yang bikin seru, orgasmenya pasti lebih pol deh, hehe. Aku kesana ya?” jawabku.

“Jangan, Ar, aku nggak mau.” balas Siska.

Aku tak membalas smsnya. Kuperhatikan dari layar monitor, dia nampak gelisah sekali, dan segera beranjak keluar dari kamarnya.

“Mau kemana, Mah?” tanya Anton setengah terlelap.

“Aku mau minum, Pah, haus sekali. Udah, papa tidur aja.” jawab Siska.

“Ehmm, iya.” balas Anton sambil melanjutkan tidurnya.

Akupun segera keluar dari rumahku dan menuju pintu rumah Siska. Kulihat di jendela wajahnya mengintip dari balik kain korden, tangannya melambai menyuruhku untuk pergi, tapi aku tetap berkeras ingin masuk, hingga akhirnya Siska terpaksa membuka pintunya.

“Gila kamu, Ar. Nanti kalau ketauan gimana?” kata Siska berbisik.

“Justru kita harus ahli dalam hal ini, mau terima tantanganku gak?” balasku berbisik.

“Ehm, tapi…” jawab Siska ragu.

“Udah, nggak usah kelamaan, yuk kita ke kamar mandimu.” ajakku sambil merangkulnya.

“Oke deh, tapi kita jangan sampai ketahuan ya...” jawab Siska.

“Pastilah.” aku mengangguk mengiyakan.

Kamipun beranjak menuju kamar mandinya, untung kamar mandi itu cukup luas untuk kami berdua. Segera kubuka baju Siska dengan penuh nafsu, payudaranya yang bulat ranum langsung keluar karena dia sudah tidak memakai bra dan celana dalam, sejurus kuperhatikan tubuhnya.

”Kamu sexy dan menantang sekali, Sis. Sudah siap ku-explorasi?” tanyaku sambil memijit tonjolan putingnya.

“Ayo cepat, Ar. Jangan berlama-lama, nanti kalau suamiku bangun gimana?” Siska membantuku membuka pakaianku, dan tanganku mulai meremas-remas payudaranya. Kamipun berpagutan mesra.

“Duh, aku kangen sama susumu, Sis. Sudah dua hari aku nggak netek.” kataku sambil mendekatkan bibir untuk menghisap susunya yang montok.

“Auw, pelan-pelan, Ar... jangan nafsu begitu donk. Aku juga kangen sama batangmu, boleh kuciumi?” balas Siska sembari berjongkok di depanku dan mulai mengelus-elus lalu menjilati batang kontolku.

“Ehm... akan kubuat kau keenakan, Ar! Rasakan...” kata Siska sangat bernafsu sambil menjilati kepala kontolku.

“Ooh... Sis, kamu makin ahli aja. Terus, Sis, lidahmu enak sekali.” seruku sambil tanganku kembali memainkan pentilnya.

Saat dia tengah asyik bermain dengan kontolku, tiba-tiba terdengar suara pintu kamarnya dibuka dan ada suara langkah kaki mendekat. “Sis, kamu sedang di kamar mandi?” tanya Anton dari luar.

“I-iya, Pah. Perutku mules nih, gak tau kenapa, mungkin salah makan.” jawab Siska berbohong.

“Oh gitu, aku pikir kamu kemana. Tapi kamu nggak apa-apa kan?” tanya Anton lagi.

“Aku nggak apa-apa kok, Pah. Papa tidur aja lagi, nggak usah kuatir.” jawab Siska.

“Oke deh,” jawab Anton kemudian. Terdengar langkah kakinya menjauh, dan pintu kamar yang ditutup kembali. Kamipun bernapas lega.

“Tuh, kataku apa! Bisa bahaya tau!” sahut Siska berbisik.

“Ah, cuma gitu aja, nggak apa-apa. Tapi seru kan? Hehe, ayo lanjutkan dong!” balasku.

Kembali Siska melanjutkan mengoral kontolku, biasanya dia betah melakukannya, tapi karena saat ini khawatir suaminya curiga, dia segera minta untuk kusetubuhi. Kuminta Siska untuk duduk di bak mandi sambil melebarkan kedua kakinya. Akupun langsung memasukkan kontolku ke dalam memeknya dan pelan tapi pasti mulai kugenjot tubuh montoknya. Mata Siska terpejam-pejam menikmati setiap sodokan dari kontolku dan dari bibirnya keluar suara mendesis pelan.

Hampir sepuluh menit aku menggenjotnya dan mulai ada tanda-tanda dari Siska kalau dia mau orgasme. Tapi saat aku lagi asyik berkonsentrasi, tiba-tiba kembali terdengar suara pintu kamar yang dibuka dan suara kaki Anton yang berjalan mendekat.

“Masih belum selesai, Sis? Kok lama amat?” tanya Anton curiga.

“I-iiya nih, Pah, susah keluarnya, mules banget perutku. Udah, papa tidur aja sana.” jawab Siska cepat.

Sementara dia berbicara, terus saja kugenjot tubuh mulusnya. Tangan Siska mencengkram lenganku, meminta untuk berhenti. Tapi tak kulakukan, malah makin kugenjot tubuh sintalnya.

“Uuuh... perutku cuma mules tapi belum mau keluar. Sssh... udah, Papa sana gih tidur, mungkin aku akan minum pencahar saja biar mudah buang airnya... uuhh!” jawab Siska sambil menahan nikmat dari gesekan batang kontolku di liang vaginanya. Anton tidak tahu kalau di dalam, istrinya sedang mengejang nikmat karena akan orgasme akibat tusukan kontolku.

“Ughhh... a-aku mau keluar!” rintih Siska lupa mengontrol dirinya.

“Kamu tuh sedang apa sih, buang air atau sedang apa?” tanya Anton heran.

“Aku lagi buang air, Pah. Akhirnya keluar juga... lega dan enak rasanya. Pantesan aja susah, itunya besar sih.” kata Siska berdalih.

“Ih, jorok ah... mending aku tidur aja daripada nungguin kamu”. sahut Anton sambil berjalan menjauh.

“Lagian sudah dibilang tidur aja, nggak mau. Syukurin, hihi.” kata Siska. Ia segera berpura-pura mengambil air seolah-olah ingin menyiram kotorannya.

Sementara dari depan, aku terus menggenjot tubuh mulusnya. Keadaan tadi semakin membuatku bernafsu. Setelah hampir sepuluh menit, akhirnya aku meledak. Segera kutarik kontolku dan kuarahkan ke mulut Siska, kupaksa dia untuk menelan spermaku. Awalnya dia tidak mau, tapi terus kupaksa. Kubuka mulutnya agar mengulum kontolku, dan akhirnya saat orgasme, muncratlah spermaku ke dalam mulutnya.

“Telan pejuku, Sis. Aaaaah...” rintihku.

Siska pun dengan terpaksa menelannya dan menjilati sisanya yang menempel di batang kontolku. “Ih, kamu nakalin aku ya, jahat!” manja Siska sambil terus menjilat kontolku hingga kembali bersih dan licin.

Kamipun berciuman dan berpelukan mesra.

“Kamu hebat, Sayang.” kataku.

“Kamu juga hebat, Ar, sudah berhasil menyetubuhi aku di depan suamiku. Nakal sekali kamu!” ia mencubit puting susuku.

“Tapi tadi kamu menikmatinya kan, Sayang?” tanyaku.

“Aku sangat menikmati, Ar. Campur aduk sekali perasaanku tadi waktu hampir orgasme suamiku datang, hebat kamu membuatku seperti ini.” katanya.

“Sudah puas?” tanyaku lagi.

“Sebenarnya mau lagi, tapi nanti bisa bahaya. Sebaiknya kamu segera pulang, Ar.”

Kami pun dengan hati-hati keluar dari kamar mandi dan Siska mengantarku hingga ke depan pintu rumahnya. Sebelum berpisah kucium lembut bibirnya yang basah. “Met jumpa lagi, Sayang. Tidur nyenyak ya,” bisikku mesra.

Siska melepas kepergianku dari balik korden.

Sesampainya di rumah, aku masih menyaksikan Siska dan suaminya bercakap-cakap. “Sudah enakan, Mah?” tanya Anton tanpa curiga.

“Sudah, Pah, sudah lega.” jawab Siska.

“Sebenarnya tadi kamu buang air atau lagi apa sih?” tanya Anton menyelidik.

“Sebenernya aku… emm, aku... tapi papa jangan marah ya… janji ya?” kata Siska.

“Iya, kamu lagi apa sih?” tanya Anton lagi.

“Aku tadi sedang melakukan itu, Pah…” jawab Siska pelan.

“Itu apa, Sis?” tanya Anton penasaran.

“Ini juga gara-gara Papa sih…” rengek Siska.

“Kok gara-gara aku?” tanya Anton bingung.

“Iya, Papa nggak sentuh-sentuh aku, padahal aku tadi lagi kepingin banget. Tapi lihat Papa kecapekan gitu, aku jadi gak tega untuk meminta. Ya sudah, terpaksa aku melakukan itu.” kata Siska.

“Oh, kamu mastubasi?” tebak Anton.

“Hihi... iya, Pah. Tadi waktu aku teriak mau keluar itu, yang kumaksud bukan kotoranku. tapi aku sedang orgasme hebat. Papah ganggu aku aja tadi!” kata Siska.

“Kamu sudah biasa berbuat itu ya?” tanya Anton.

“Nggak, Pah, cuma sesekali aja, kalau pas lagi pengen banget.” jawab Siska.

“Darimana kamu tahu caranya?”

“Aku baca di majalah kesehatan wanita. Aku kan harus menemukan solusi untuk masalah kita ini. Emang kenapa, Papah nggak suka ya?” tanya Siska.

“Bukan begitu, aku nggak apa-apa kok. Yang aku bingung, kalau kamu masturbasi, kamu bayangin siapa, Sis? Aku?” tanya Anton menyelidik.

“Nggak mau! Abisnya Papah jahat nggak mau sentuh-sentuh aku.” balas Siska.

“Lalu siapa donk kalau bukan aku?” tanya Anton.

”Papah beneran pengen tahu?”

Anton mengangguk. ”Katakan, Sis. Aku nggak akan marah kok. Ini kan kesalahanku juga.”

“Emm... aku... aku... b-bayangin... Ardi, Pah.” jawab Siska jengah.

”Kenapa Ardi?” tanya Anton, masih kelihatan tenang.

”Habisnya dia ganteng sih, hihi.” jawab Siska spontan.

“Aku nggak ganteng ya?” tanya Anton agak sedikit marah.

“Cemburu nih ye?” Siska tertawa.

”Aku serius, Sis.” Anton merajuk.

”Iya, iya. Aku bohong kok. Ya pasti bayangin Papah lah, masa sama Ardi.” jawab Siska menenangkan.

“Dasar nakal kamu ya!” kata Anton sambil tangannya meggelitik tubuh Siska. Merekapun tertawa bersama-sama.

Tengah malam, aku dapat sms lagi darinya. “Ar, gawat lho tadi, hampir aja kita ketauan, untung aku bisa menjawab semua pertanyaan suamiku. Kamu sih nakal banget pake acara ngentotin aku di depan suamiku. Tapi btw, seru juga sih. Kamu hebat ya, kutunggu aksimu selanjutnya. Oh iya, cicilan pertama sudah lunas ya, aku sudah terima pembayarannya. Terima kasih ya, Ar...”

Sengaja aku tidak membalasnya.

Sms yang kedua menyusul tak lama kemudian. “Oh iya, besok kan hari minggu, mas Anton kan libur, lebih baik kita jangan ketemuan dulu deh, aku khawatir akan ketahuan. Ok? See u next week,”

Di kamarku aku berkata, ”Asyik juga nih cewek, sudah cantik, sexy, pintar lagi. Jadi tambah sayang gue sama dia. Tunggu petualangan dariku selanjutnya, Sis. Kamu pasti tambah nggak bisa lupain aku.”

Besok paginya, aku bangun dengan tubuh yang segar. Ah, aku mau cuci motorku, pikirku. Dan aku ada ide nakal; aku akan bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana pendek ketat yang biasa dipakai untuk balap sepeda, pasti kontolku akan tercetak dengan jelas. Hahaha... Pasti dua perempuan itu akan ngiler bila melihatku.

Segera kulakukan aksiku. Sebelum keluar, aku melakukan push up dan angkat beban sebentar biar keringat dan ototku yang kencang terlihat menonjol. Memang aku sangat menyukai dan biasanya sering melakukan olahraga balap sepeda dan angkat beban, sehingga otot pahaku menonjol dan tubuhku terbentuk sempurna. Setelah kurasakan otot tubuhku mengencang dan keringatku mengucur deras membasahi tubuh, segera kukeluarkan sepeda motorku dan kuparkir di halaman depan rumahku.

Kulihat sekeliling, ternyata masih sepi. Saat itu masih jam 7.30 pagi, akupun mulai mencuci motorku. Oleh karena siraman dari selang tidak terarah dengan tepat, maka tubuh dan celana pendekku basah tersiram. Sial, pikirku. Tapi kupikir-pikir justru dengan begitu kontolku jadi semakin terlihat tercetak pada celana pendekku. Kondisi tidur saja kontolku mempunyai panjang 10 cm, nah bisa kebayang kan kalau kontol dengan ukuran segitu terjepit celana pendek yang tipis dan ketat, hehe.

Aku terus mencuci. Ternyata tanpa sepengetahuanku, ada sepasang mata yang mengawasiku, dan itu bukan Siska ataupun Ece Geulis. Tak lama muncullah seorang wanita cantik keluar dari rumah kontrakan sebelah rumah Ece Geulis dan berjalan hendak keluar dari gang kontrakan yang pastinya melewatiku. Kira-kira jarak lima meter, aku pura-pura berdiri dengan tegak, sengaja ingin memamerkan tubuh dan batangku yang menonjol.

Tepat di depanku, gadis itu menyapaku, ”Pagi, Mas Ardi,” katanya ramah.

“Oh iya, selamat pagi juga. Lho, kok tahu nama saya? Padahal kan kita belum kenalan,” kataku sambil kuberikan tanganku untuk bersalaman.

“Saya Paramitha, panggil saja Mitha. Saya adiknya Ece Geulis, Mas. Kebetulan saya juga ngontrak di sebelah rumah Ece,” jawab gadis yang ternyata bernama Mitha itu.

“Oh gitu, aku nggak tahu kalau Ece punya adik perempuan, apalagi cantik begini,” rayuku.

“Ah, Mas Ardi bisa aja,” balas Mitha dengan wajah bersemu merah, kuperhatikan dia melirik ke arah celanaku, tapi cepat-cepat ia palingkan begitu melihat apa yang ada disana.

“Beneran cantik kok... Mitha mau kemana?” tanyaku.

“Oh, aku mau ke warung depan, Mas. Mau beli sabun buat mandi, di rumah habis.” jawabnya.

“Jadi belum mandi ya?” tanyaku.

”Iya,” dia mengangguk.

“Belum mandi aja sudah cantik begini, apalagi kalau mandi, hehe.” aku tersenyum. ”Daripada beli sabun buang-buang uang, mendingan sini aku bantu mandiin bareng sama motorku. Tuh aku juga pakai sampo bagus buat mandiin motor, hehehe.” candaku sambil mengarahkan selang yang ada di tanganku ke tubuhnya.

“Ih, jangan donk, Mas, nanti kalau kena bajuku kan basah!” kata Mitha sambil menghindar.

“Bukannya takut basah kali, tapi takut tambah sexy, hehe.” balasku sambil sedikit kusemprotkan air pada tubuhnya.

“Iiih, Mas Ardi nakal ya... basah atuh, Mas, bukannya sexy!” katanya.

“Nggak kok, tuh kan jadi sexy.” kutunjuk baju kaos putihnya yang basah tersiram di bagian dadanya.

Kulihat dia menelan ludahnya dan wajahnya begitu merah, sementara tangannya dengan cepat berusaha menutupi buah dadanya. “Ih, nakal banget Mas Ardi ini, nanti aku cubit loh.” balas Mitha.

“Memangnya berani? Ini cubit!” tantangku sambil menyodorkan dadaku ke dekatnya.

“Udah donk, Mas, Mitha kan mau ke warung,” rengeknya.

“Emangnya kamu mau beli sabun apa sih?” tanyaku.

“Aku mau beli sabun Pantene, Mas.” jawabnya.

“Sama donk sabunnya. Udah nggak usah beli, aku masih ada stok banyak, kamu pakai aja punyaku. Sini aku siram lagi,” kataku sambil kembali menyiram tubuhnya.

“Udah donk, Mas. Tuh kan, aku jadi basah semua nih.” rengek Mitha.

“Oke deh. Tunggu sebentar ya, aku ambilkan sabunnya. Masuk dulu, Mith, duduk dulu aja, tuh di sofa.” jawabku.

Aku pun berjalan masuk ke rumahku untuk mengambil sabun, dan Mitha mengikutiku masuk ke ruang tamuku dan duduk disana. Tak lama aku keluar lagi sambil membawa sabun dan berjalan mendekati Mitha yang sedang duduk sambil membaca majalah kesehatan lelaki yang ada di mejaku.

“Hei, itu kan buat laki-laki, Mit.” kataku sambil berdiri di depannya.

“Oh iya? Sory, habis isinya bagus-bagus, Mas.” jawab Mitha sambil menaruh majalah kembali di meja. Dia pun terkejut saat mendongak, matanya tertumbuk tepat pada tonjolan besar yang tercetak di celana pendekku. Wajahnya langsung merah padam, dia bergegas bangun dari duduknya lalu mengambil sabun yang ada di tanganku.

“Makasih ya, Mas, aku bayarin deh.” kata Mitha dengan wajah masih memerah.

“Nggak usah, Mit. Mau sekalian aku mandiin gak? Hehe,” tanyaku nakal.

“Ihh, Mas Ardi nakal banget sih. Udah ah, aku mau pulang.” jawab Mitha, diapun segera bergegas keluar dari rumahku.

Kupandangi dari belakang tubuhnya, tak disangka, ternyata adik Ece Geulis sangat cantik dan montok. Payudaranya menonjol sekali dan kulitnya lebih putih dari kakaknya, kalau pantatnya sama-sama menonjol. Wah, bisa betah aku tinggal disini. Akupun keluar dan melanjutkan mencuci motor. Sedang asyiknya membilas, dari arah samping kananku ada suara lelaki yang menyapaku. Oh, ternyata Mas Anton.

“Lagi mandiin motor, Ar?” tanyanya.

“Iya nih, Mas, udah keliatan dekil banget.” jawabku.

Kami pun terlibat pembicaraan serius masalah pekerjaan, dia memintaku untuk berhati-hati bekerja agar tidak melakukan kesalahan karena ini menyangkut nama baiknya. Kulihat mata Mas Anton juga memperhatikan tonjolan yang ada di celana pendekku. Mungkin dia iri, hehe... Akupun selesai memandikan motorku dan Mas Anton juga sudah kembali masuk ke dalam rumahnya karena Siska memanggilnya. Kulihat sebelum masuk, Siska menelan ludahnya dan melirik kepadaku dengan tatapan penuh nafsu.

Di kamarku aku berkata, ”Asyik juga tuh perempuan, sudah cantik, sexy, pintar lagi. Jadi tambah sayang gue sama dia. Tunggu petualangan dariku selanjutnya, Sis, kamu pasti tambah nggak bisa lupain aku.”

Hari senin, aku dipanggil untuk interview di kantor Mas Anton. Singkat cerita, akupun diterima. Aku bekerja mulai besok. Selasa pagi, aku berangkat memakai motorku. Seharian aku sibuk bekerja hingga tak terasa kalau hari sudah sore. Saat akan pulang, Mas Anton memanggilku, dia berkata kalau akan kerja lembur malam ini. Ia titip pesan untuk memberitahu dan menjaga istrinya, dia khawatir Siska akan ketakutan ditinggal sendirian. Dalam hati, aku melonjak kegirangan, ”Tenang aja, Mas, aku akan menjaga istrimu sebaik-baiknya, hehe.” bisikku dalam hati.

Segera kutinggalkan kantor itu dan kukebut Honda CBR-ku menuju rumah kontrakanku. Begitu sampai, segera kumasukkan motorku ke dalam rumah dan aku langsung menuju ke rumah Siska. Saat itu Siska sedang nonton teve dengan hanya memakai tank top tipis warna krem. Begitu dipersilahkan masuk, langsung saja kupeluk dan kucium dia dengan penuh nafsu seperti layaknya seorang kekasih yang sudah lama tak bertemu.

Siska kaget bukan kepalang menerimanya, dan bertanya. “Ada apa, Ar, kok tumben?”

“Aku lagi pengen ngentot sama kamu, aku sudah kangen berat nih sama susu dan jepitan memekmu, Sis.” candaku sambil kuremas payudaranya dengan penuh nafsu. Kubimbing dia untuk pindah ke sofa ruang tamu dan kupangku tubuhnya sambil kupeluk dia dari belakang, sementara kedua tanganku terus meremas-remas kedua gunung indah miliknya yang masih terbungkus bra hitam lembut.

“Jangan nekat, Ar, nanti kalau suamiku pulang gimana?” tanya Siska ragu.

“Hehe... jangan takut, Sis. Tadi suamimu minta tolong kepadaku untuk ngentotin kamu malam ini dan supaya benar-benar memuaskanmu karena malam ini dia lembur, mungkin jam satu malam baru bisa pulang, hehe.” candaku.

“Ah masa? Memangnya dia sudah tahu hubungan kita? Kamu bohong ya, Ar, dasar kamu!” kata Siska sambil membaringkan kepalanya di pundakku dan membuat tubuhnya semakin melengkung seksi sehingga payudaranya yang bulat semakin kelihatan membusung indah. Tanganku dengan agresif segera melepas bra hitamnya dan langsung kuremas-remas dengan penuh nafsu kedua gundukan daging kenyal itu. Siska memejamkan matanya menikmati setiap sentuhanku.

“Hehe... mimpi kali ye, kalau bisa seperti itu berarti ilmuku sudah pada level sempurna, Sis. Sekarang ini masih belum, tapi suatu saat pasti ilmuku bisa sempurna dan aku akan bisa menaklukan suamimu itu, hehe... tunggu aja.”

Malam itu kami bersetubuh sepuas-puasnya, dari mulai ruang tamu, ruang makan, kamar mandi hingga terakhir di kamarnya untuk mengantarnya masuk ke dalam mimpi. Aku baru pulang saat Siska sudah tertidur lelap. Melalui komputerku, suaminya kulihat baru pulang jam 1.30 dini hari, dan langsung tertidur.

Esoknya aku kembali bekerja. Suasana di tempat kerjaku yang baru ini ternyata sangat menyenangkan. Perusahaan ini bergerak di bidang jasa penerbangan yang setelah kuamati hampir 80% karyawannya adalah perempuan. Disini rekan-rekan kerjaku kebanyakan adalah wanita-wanita yang mempunyai paras cantik dan bentuk tubuh yang proporsional. Pantesan Mas Anton kalau kerja sampai lupa waktu, pikirku.

Hari ini aku kesal sekali karena kelihatannya aku harus kerja lembur, ada program baru yang diminta oleh divisi Accounting, sudah dari siang aku mempersiapkan perlengkapan yang akan kugunakan untuk kukerjakan pada malam harinya. Huh, sial! Malam ini aku tidak bisa ngentot sama Siska, padahal Mas Anton juga lagi lembur.

Saat aku hendak menaiki lift, aku berpapasan dengan Mas Anton yang berjalan dengan seorang wanita yang cukup cantik. “Eh, kamu, Ar... mau kemana, sudah mau pulang?” tanyanya.

“Belum, Mas, masih ada kerjaan. Mas sudah mau pulang?” tanyaku.

”Belum juga,” jawab Anton. “Oh iya, ini kenalkan sekretarisku, Devi.” katanya.

“Oh iya, saya Ardi.” kuberikan tanganku. Kami pun bersalaman dan saling memberikan senyum. Anton menjelaskan kepada sekretarisnya itu mengenai status kerjaku. Kuperhatikan perempuan ini cantik juga, dan terlihat pintar pintar memilih pakaian yang dapat membuatnya kelihatan anggun dan sexy. Saat itu dia mengenakan baju dalaman berwarna krem yang mempunyai belahan dada yang cukup rendah berbentuk V, lalu dibalut lagi dengan blaser warna hitam serta rok mini sekitar 15 cm di atas lutut. Pahanya yang putih dihiasi bulu-bulu hitam yang halus, kian menambah kesan sexy dari penampilannya. Entah kenapa aku mulai berpikir ngeres kepadanya, tapi segera kutepis pikiran itu.

Kami pun masuk ke dalam lift bersama-sama dan berpisah saat Mas Anton keluar bersama sekretarisnya di lt.15, sedang aku masih melanjutkan hingga lt.17 untuk menemui atasanku. Sesampai di ruangannya, atasanku berkata, “Ar, setelah selesai urus perlengkapan, kamu install program di lt.17 ya!” suruhnya.

“Baik, Pak Lesmana, akan saya kerjakan. Tapi mungkin baru agak malam saya baru bisa install karena masih banyak perlengkapan yang belum lengkap.” jawabku.

“Oke, tidak apa-apa. Yang penting bisa selesai malam ini dan beres semuanya.” balas Pak Lesmana.

“Baik, Pak.” jawabku.

Akupun kembali melengkapi segala sesuatu yang kuperlukan untuk kubawa kesana, oh iya kalau nggak salah lt.17 itukan ruang Mas Anton bekerja. Lama juga aku mempersiapkan semuanya. Jam delapan malam, handphone-ku berbunyi, ada sms masuk. Oh, ternyata dari Siska, dia menanyakan keberadaanku. Akupun menjawab kalau malam ini tidak menemani dia karena diminta lembur. Dia kelihatan sedih karena suaminya juga lembur dan sampai sekarang belum pulang.

Kira-kira sekitar jam sepuluh malam, saat keadaan sudah sepi, aku baru beranjak menuju ke lt.17. Sebelum masuk ruangan Pak Anton, aku memutuskan untuk ke toilet dulu. Saat akan membuka resletingku, kudengar suara yang mencurigakan dari arah salah satu wc yang pintunya tertutup, seperti ada suara desahan nafas yang sangat kukenali. Akupun mendekat dan masuk ke salah satu wc yang ada di sebelahnya. Dengan pelan dan hati-hati kutempelkan telingaku ke dinding wc, dan benar saja dugaanku, ternyata sepasang sejoli sedang bersetubuh menggapai nikmat disana.

Aku penasaran siapa kira-kira yang berbuat hal tersebut, mulai kupanjat dengan hati-hati dinding wc tersebut. Aku kaget bukan main saat kulihat siapa yang ada disana, ternyata itu Mas Anton bersama dengan Devi, sekretarisnya, sedang melakukan penetrasi. Mereka tidak menyadari kalau gerak-gerik mereka kuawasi dan sempat aku mengambil gambar mereka dengan camera handphoneku. Tapi karena takut ketahuan, aku tidak meneruskan acara mengintipku dan segera keluar dari toilet untuk bergegas menuju ruang kerja divisi Accounting.

Di dalam, aku berusaha menenangkan diri dan berpikir cepat untuk menarik kesimpulan. Kasihan juga kau, Siska, pikirku. Kau tidak tahu apa yang dilakukan suamimu di luar. Pantas saja Anton suka lembur hingga tengah malam, dan bila diajak berhubungan oleh Siska dia selalu menolak belakangan ini.

Kira-kira jam 11.30 malam, selesailah pekerjaanku untuk menginstall semua program dan akupun segera kembali ke rumahku. Karena begitu lelah, aku langsung beranjak tidur, tapi sebelumnya sempat kulihat gerak-gerik Siska dan Anton melalui komputerku. Ternyata malam ini mereka bertengkar karena hampir setiap malam Anton selalu lembur dan meninggalkan Siska sendirian di rumah. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi bila saja Siska mengetahui apa yang telah kulihat hari ini. Aku lalu mematikan komputer dan segera tertidur dengan pulasnya.

Esoknya aku bangun kesiangan, untungnya aku hari ini dapat masuk siang karena sudah lembur tadi malam. Saat aku sedang memakai baju setelah mandi dan masih menggunakan handuk, tiba-tiba pintu rumahku diketok orang. Akupun segera beranjak menuju kesana untuk melihat siapa yang datang. Setelah kubuka, ternyata Siska yang datang, dia langsung masuk ke dalam rumahku dan duduk di sofa ruang tamuku.

“Ada apa, Sis?” tanyaku sambil mendekat dan duduk di sebelahnya.

“Aku lagi kesal dengan Mas Anton, Ar.” jawab Siska.

“Memangnya ada apa, wajahmu kok keliatan pucat banget gitu?” tanyaku lagi.

“Aku bertengkar dengan suamiku tadi malam, dan setelah itu aku tidak bisa tidur hingga pagi hari ini. Aku berusaha sms kamu tapi tidak dibalas juga, kamu juga sudah tidak perduli sama aku ya?” balas Siska.

“Oh gitu, pantas saja wajahmu pucat. Sudahlah, tidak usah dipikir lagi, nanti kamu jadi sakit lho,” jawabku.

”Enak saja kamu ngomong, Ar.” sahutnya.

“Emangnya kamu sms aku jam berapa, Sis? Aku tadi malam capek banget habis lembur, jadi begitu nyampe rumah langsung tidur. Maaf ya...” kataku.

“Oh gitu, aku sangka kamu juga sudah nggak peduli lagi sama aku.” kata Siska dengan nada manja.

”Mana mungkin aku begitu, Sis.” balasku cepat.

“Suamiku tadi pagi-pagi sudah berangkat kerja tanpa pamit kepadaku, dia berubah belakangan ini.” lanjut Siska.

“Oh iya, aku pengen tanya sesuatu sama kamu, gimana sih awalnya kamu ketemu sama Mas Anton?” tanyaku.

“Sebenarnya aku tuh sebelum nikah adalah sekretaris big bos di tempatnya bekerja, oleh karena peraturan perusahaan mengharuskan kalau suami istri tidak boleh kerja bareng, maka kami putuskan aku yang berhenti bekerja. Memangnya kenapa, Ar?” tanya Siska.

“Oh gitu... nggak apa-apa, cuma mau tau aja.” jawabku, pantas saja Siska begitu cantik dan sexy, ternyata dia dulu seorang sekretaris big bos. Sungguh beruntung sebenarnya Mas Anton bisa mendapatkan hati dari wanita yang begini cantik dan sexy. Oh iya, aku juga lebih beruntung bisa mendapatkan tubuh Siska tanpa harus membiayai kebutuhan hidupnya, hehe.

“Ar, tau nggak yang membuat aku tambah kesal, pagi ini sampai hari minggu sore, Mas Anton harus keluar kota untuk mengunjungi kantor cabang. Dia benar-benar sudah tidak peduli lagi sama aku.” kata Siska.

“Sudahlah, Sis, jangan bersedih. Nikmati aja setiap keadaan, toh tidak semuanya buruk untuk kita. Lagipula, kan ada aku disampingmu.” balasku.

Siska tersenyum mendengarnya, ”Iya, Ar.” dia mengangguk.

“Oh iya, Sis, mumpung besok hingga minggu suamimu pergi ke luarkota, bagaimana kalau kita juga jalan-jalan? Besok jumat sore setelah aku selesai kerja, kita berangkat... daripada kamu sedih terus,” sambungku.

“Ehm... boleh juga, tapi kita mau kemana?” tanya Siska.

“Kita ke Puncak aja. Aku dulu pernah tahu satu tempat bagus, semacam villa, tapi privasinya bagus banget, ada kolam renangnya pribadinya. Tapi yang jadi masalah, harganya mahal banget…” jawabku.

“Trus kita kesana naik apa, Ar?” tanya Siska lagi.

“Kalau kamu nggak keberatan, kita naik motorku saja, mau?” tanyaku.

“Boleh juga sih, sepertinya seru tuh. Aku nggak pernah jalan-jalan jauh pake motor. Ok deh... soal biaya, aku yang keluarin deh, yang penting kita bisa senang-senang disana.” jawab Siska.

”Ok, sip kalo gitu.” sahutku.

“Aku agak pusing nih, Ar. Aku mau pulang dulu deh, mau tidur…” sambung Siska sambil memegangi kepalanya.

“Sepertinya kamu masuk angin, Sis, makanya nggak usah terlalu dipikirkan. Oh ya, mau kukerokin nggak? Biar besok kamu sudah sehat dan kita bisa menikmati jalan-jalan kita?” tawarku.

“Aku nggak mau dikerok, nanti kulitku jadi rusak, trus nanti kamu nggak gairah lagi lihat aku. Dipijitin aja deh,” jawab Siska.

“Oke deh. Kamu mau dipijit dimana, disini atau di rumahmu?” tanyaku.

“Di rumahku aja, biar bisa langsung tidur. Kamu nanti siang mau kerja kan?” jawab Siska.

“Iya, kamu duluan pulang sana, kalau bareng-bareng takut tetangga pada curiga.” kataku.

“Oke deh... aku pulang dulu ya, Ar. Jangan lama-lama lho,” jawab Siska, dia segera pulang ke rumahnya. Tak lama akupun menyusul. Siska langsung mengajakku masuk ke kamarnya, dan diapun segera berbaring di ranjangnya.

“Sis, kalau mau dipijat, buka dulu donk bajunya.” kataku.

“Oh iya, sorry.” diapun kembali duduk di ranjang dan mulai melepas kaos putih dan celana pendeknya, yang tertinggal sekarang hanya cd dan bra berwarna pink, dia lalu kembali berbaring. Wow, indahnya wanita ini; bokongnya sungguh padat, kakinya yang panjang begitu putih dan halus, punggungnya pun begitu menggairahkan, aku menelan ludah melihat tubuh Siska yang terpampang sangat jelas dihadapanku.

“Ayo, Ar, tolong pijit yang enak ya,” kata Siska dengan mata terpejam rapat.

Akupun segera memijatnya dengan lembut, entah kenapa aku mulai merasa sayang dengan wanita yang satu ini, rasanya aku merasa cocok sekali dengan semua yang dimiliki oleh Siska. Kumulai pijatanku dari kaki dan terus kususuri naik hingga ke pahanya, sesampainya di paha, aku minta kepada Siska untuk melepaskan cd dan bra-nya.

“Sis, kupikir lebih baik kamu lepaskan saja cd dan bra-mu supaya lebih mudah aku memijat.” kataku.

“Iya deh. Tolong dong, Ar, kamu lepasin cd dan bra-ku.” pintanya.

Aku kembali menelan ludah. Dengan tangan sedikit gemetar, kulepaskan cd Siska, dan setelah itu bra-nya juga kulepas hingga terpampanglah tubuh Siska yang mulus telanjang di hadapanku. Lama kupandangi tubuhnya hingga Siska menegurku, “Jadi pijit aku nggak, kok malah bengong?” tanyanya.

“Aku sedang mengagumi tubuhmu, Sis, kamu sexy sekali. Bodoh sekali suamimu meninggalkan istri yang luar biasa cantik dan sexy seperti ini. Kalau aku jadi Anton, aku akan entot kamu siang dan malam, hehe.” jawabku sambil kembali meneruskan pijatan.

“Ah, kamu bisa aja, Ar. Dulu suamiku juga bicara seperti itu waktu kami masih pacaran.” jawab Siska.

“Tapi aku beda, Sis. Aku benar-benar mengagumi kecantikanmu.” rayuku.

“Ah, gombal kamu.” balas Siska.

“Ya sudah kalau nggak percaya, dengan berjalannya waktu, kamu juga akan tahu kalau apa yang kukatakan itu benar.” jawabku. Aku pun terus memijatnya, pantatnya yang bulat tak luput dari pijatanku, sambil sesekali kuselipkan jari-jariku di paha bagian dalamnya hingga menyentuh bibir vaginanya.

Siska merintih nikmat karenanya, “Ughh, nakal kamu, Ar. Nanti kalau aku nggak tahan gimana?” sahutnya.

“Gampang, kan ada aku, hehe.” jawabku.

“Huh, dasar nakal!” balas Siska.

Akupun meneruskan pijatanku ke punggungnya yang mulus, kulihat Siska sangat menikmati pijatanku dan tanpa terasa, mungkin karena mengantuk sekali, diapun tertidur pulas. Aku menghentikan pijatanku dan kubalikkan tubuhnya, kini terpampanglah tubuh bagian depannya beserta dengan aksesorisnya yang begitu menantang. Kusentuh dengan perlahan kedua payudaranya dan kuremas dengan lembut. Kontolku menegang melihat pentil susunya yang begitu menantang, perlahan kudekatkan bibirku kesana dan kuhisap benda mungil kemerahan itu dengan lembut. Kulihat Siska sedikit menggeliat tapi tak membuka matanya.

“Ar, ehmm... kamu nakal ya!” lirihnya.

Meski sudah sangat konak, tapi aksiku tidak kulanjutkan. Pikirku kasihan juga kalau dia kugenjot sekarang, Siska kan lagi capek. Jadi kuambil selimut dan kututupi tubuhnya yang telanjang. Perlahan kubisikkan sesuatu di telinganya, “Sis, kamu istirahat dulu ya untuk memulihkan staminamu, aku mau bersiap berangkat kerja. Oh iya, kunci rumahmu gimana?” tanyaku.

“Bawa aja, Ar, tolong kamu kunci dari luar. Aku nggak mau kemana-mana hari ini. Tapi kamu nanti malam temani aku ya?” jawab Siska.

“Oke deh. Kalau ada apa-apa, kamu telepon aku ya, nanti sore aku datang sekalian bawakan makanan untuk kamu, mau kan?” tanyaku.

“Duh, kamu baik sekali sama aku, Ar. Boleh kalau kamu nggak keberatan,” jawab Siska.

“Santai aja, aku senang kok melakukannya untukmu. Kamu mau dibelikan apa, Sayang?” tanyaku lagi.

“Apa aja terserah kamu, Ar, dan terima kasih sebelumnya.” jawab Siska.

“Tapi siang ini kamu sudah makan kan?” tanyaku kembali.

“Sudah, aku masih ada sayur yang kemarin.” jawab Siska.

“Oke deh, met istirahat ya, Say… tidur yang nyenyak, karena nanti malam akan kita habiskan berdua dengan percintaan yang panas.” sambungku.

“Oke, siapa takut... nanti malam, aku pasti bisa melayanimu.” tantang Siska sambil mengelus kontolku yang masih menegang.

“Sampai nanti malam, Sayang...” kataku sambil kucium bibirnya dan diapun membalas ciumanku.

Siska segera melanjutkan tidurnya, sementara aku berangkat ke kantor. Di perjalanan, aku berpikir, ”Makanan apa yang akan kubawakan nanti sore untuknya?” Ah, akan kubelikan seafood saja untuk mendongkrak gairahnya nanti malam, hehe... pikiran nakalku kembali bekerja.

***

Sore harinya Siska terbangun, dia merasakan tubuhnya lebih segar. Diapun segera menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. “Aku harus memberi penampilan yang terbaik saat nanti Ardi datang.” pikirnya sambil tangannya mulai mengguyur tubuhnya yang telanjang.

Entah kenapa hatinya begitu bersemangat dan bergairah, seperti halnya merasakan cinta pada pandangan pertama. Selesai mandi, diapun merias diri dengan sungguh-sungguh, dipakainya gaun malam yang sexy dengan punggung yang terbuka hingga ke bokong dan belahan dada berbentuk V yang membuat payudaranya yang montok dan putih bersih itu seakan ingin memberontak keluar. Diikatnya rambutnya yang hitam dan panjang ke atas sehingga lehernya yang putih jenjang terlihat menggoda. Disemprotkannya parfum termahal yang dimilikinya ke seluruh tubuhnya. Dia siap untuk bertempur kali ini, pikirnya.

Jarum jam seakan bergerak lambat, tak sabar hatinya menunggu kekasihnya datang untuk bercinta. Demikian halnya juga dengan Ardi, di kantornya ia nampak gelisah, tak sabar dia ingin segera pulang. Dia sudah menelpon restaurant seafood langganannya untuk memesan makanan, jadi saat dia datang ke restaurant itu pesanannya sudah jadi dan tinggal dibawa pulang. Untuk menghemat waktu, pikirnya.

Waktu menunjukan pkl.16.55 WIB, tinggal lima menit lagi, pikir Ardi. Tiba-tiba hp-nya berbunyi, ada sms masuk, ternyata dari Siska.

“Ar, cepat datang ya… aku udah nggak sabar nih. Hati-hati di jalan ya,” bunyi sms itu.

“Oke, tunggu aku ya... sebentar lagi aku pulang. Oh iya, request baju sexy ya, Sis? Hehe.” canda Ardi.

“Tenang aja, aku akan berikan penampilan terbaikku untuk kamu seorang, Sayang… kamu pasti puas malam ini, hihi.” jawab Siska.

“Oke deh, jadi gak sabar nih… see u.” balas Ardi.

***

Pkl.17.00 sudah tiba, segera aku keluar dari kantorku dan menggenjot dengan maximal Honda CBR-ku menuju ke restaurant dan langsung bergegas pulang. Sesampainya di rumah, aku segera mandi untuk menghilangkan bau keringat dan kupakai baju terbaikku, lalu bergegas pergi ke rumah Siska. Dengan segera kubuka pintunya yang tak terkunci, berbisik kupanggil namanya. “Sis, Siska, kamu dimana?” tanyaku.

“Disini... di kamar, kamu masuk aja!” terdengar jawaban darinya.

Segera aku berjalan menuju ke kamarnya. Disana kulihat Siska sedang berdiri di depan kaca rias sambil bergaya sexy, aku segera menghampirinya. “Wow, kamu cantik sekali, Sis!” sapaku sambil langsung memeluknya dari belakang sembari mencium tengkuk dan batang lehernya, tak terasa kontolku sudah mulai tegang melihat penampilan Siska.

“Aku memang cantik, Ar, aku kan sekretaris bigbos… sudah lama juga aku tidak berdandan seperti ini, ini semua demi kamu, Ar. Belum apa-apa aja burungmu sudah bangun begini.” dengan nakal Siska merebahkan kepalanya di dadaku yang bidang.

“Sungguh beruntung Mas Anton bisa memilikimu, Sayang.” balasku sambil mengecup pipinya.

“Apakah kamu tidak beruntung bisa memilikiku diriku?” tanya Siska.

“Aku lebih dari orang yang beruntung, Sis.” kataku sambil memagut bibir sexy Siska dan kami pun mulai berciuman. Cukup lama kami saling melumat sampai aku ingat sesuatu, “Oh iya, aku bawakan makanan, yuk kita makan sama-sama.” kataku.

“Iya nih, aku sudah lapar sekali.” jawab Siska.

Kami pun menuju ruang makan, Siska dengan pakaiannya yang sexy melayaniku bagaikan seorang raja, seakan-akan aku ini adalah betul-betul suaminya.

“Kamu beli apa, Ar?” tanya Siska.

“Aku beli seafood, biar nanti malam kita bisa bertempur habis-habisan, hehe.” candaku.

“Ih nakal... memangnya nanti malam aku mau bercinta sama kamu?” balas Siska.

“Harus mau! Kalau nggak, aku perkosa aja, hehe.” jawabku.

“Ih, maksa nih ye... kalau rayuanmu yang indah sih aku belum tentu mau, Ar, hihi.” canda Siska.

“Ah, selesai makan juga nanti kamu yang bakal minta, apalagi kita sekarang makan seafood, kita lihat saja, hehe.” balasku.

“Huh, sok tahu!” sahut Siska.

“Yah sudah, kita lihat saja. Kalau aku yang benar, aku minta kamu menuruti semua permintaanku, mau?” kataku.

“Boleh, siapa takut?” jawab Siska.

“Yuk kita makan,” kataku lagi.

Kamipun segera menyantap hidangan yang ada, tak lama kami pun telah selesai. Kami lalu beranjak menuju kamar Siska, dia menyalakan AC dan disetelnya pada temperature paling kecil sehingga tak lama suhu di dalam menjadi sangat dingin. Aku pun duduk di tengah ranjangya sambil menyandar di dinding, Siska segera menyusulku dan menyandarkan kepalanya di bahuku sembari tangannya melingkar di pinggangku. Kubalas dengan melingkarkan tangan di bahunya dan mulai mengelus-elus pelan lengannya yang halus mulus sembari kupermainkan bulu-bulu halus di kulitnya. Suhu ruangan terasa semakin dingin, membuat Siska semakin merapatkan tubuhnya ke tubuhku, tangannya mulai nakal meraba-raba kontolku.

“Tuh kan, benar kataku, pasti kamu yang minta duluan, hehe.” kataku.

“Habisnya dingin banget, Ar.” dia terus memainkan kontolku, membuatnya jadi menegang karena diperlakukan seperti itu. Apalagi yang mempermainkannya adalah wanita cantik dan sexy macam Siska.

“Ah, alasan... udah, ngaku aja, aku yang menang kan? Pokoknya kamu harus menuruti semua permintaanku.” balasku.

“Iya deh... emangnya kamu mau minta apa sih?” tanya Siska.

“Aku mau kamu sekarang telepon suamimu,” jawabku.

“Untuk apa, Ar?” tanya Siska.

“Pokoknya kamu telepon dulu deh, nanti kamu juga akan tahu,” desakku.

“Oke, tapi...” jawab Siska ragu.

“Sudah, nggak usah takut. Mana hp-mu?” tanyaku.

“Ini,” Siska memberikannya.

“Sekarang telepon dia... ayo, Sis.” kataku.

Siskapun segera memencet hp-nya dan terdengarlah nada sambung pada hp itu, tak lama terdengar suara suaminya. Aku meminta dengan berbisik agar Siska mengaktifkan loudspeaker, begitu sudah diaktifkan, terdengarlah dengan jelas suara suaminya.

“Halo, Sis… ada apa?” tanya Anton.

“Nggak ada apa-apa, Pah… papa baik-baik aja?” tanya Siska.

“Aku baik-baik aja, sekarang aku lagi di kamar hotel, baru aja sampai.” jawab Anton.

Selagi mereka bercakap-cakap, kupeluk tubuh montok Siska dan mulai kuciumi tengkuk hingga lehernya sambil tanganku bergerilya masuk ke dalam gaunnya untuk meremas-remas gundukan payudaranya.

“Ehmm… aahh… sssh... aduuh!” gumam Siska, tak sadar mengucapkannya karena menerima serangan dariku.

“Kamu kenapa, Mah?” tanya Anton.

“Nggak kenapa-napa, Pah… sshs... aahh... uuhh...” rintih Siska.

“Kok kayak gitu suaranya, kamu lagi ngapain sih?” tanya Anton makin curiga.

“Oh, sorry, Pah... aku lagi… uhh... aku kangen sama Papah... sshh... aaah... uuhh...” jawab Siska berdalih.

“Oh, kamu pasti lagi swalayan lagi ya?” tanya Anton.

“Ehhm... iya, Pah… aduh enaknya... nggak apa ya, Pah, aku ganggu papah sebentar?” jawab Siska.

“Nggak apa-apa, Sis... teruskan saja, aku akan mendengarkan dari sini.” jawab Anton.

Aku suruh agar Siska meminta kepada suaminya untuk memberi arahan untuk melakukan sesuatu, seperti halnya phone sex.

“Pah, aku minta papah untuk memberi arahan kepadaku seperti seakan-akan Papah ada bersamaku, please... Pah!” kata Siska.

“Oke-oke... sekarang seakan-akan kamu kupeluk dari belakang dan kuremas-remas susumu. Kamu menggeliat kenikmatan. Lalu perlahan kubuka baju dan bra kamu sehingga seluruh tubuhmu terbuka, susumu yang montok itu akan menggelantung bebas dengan indahnya dan kembali kuremas-remas dengan penuh nafsu.” kata Anton mengarahkan.

Akupun mengikuti arahannya dan kudengar deru nafas Siska semakin memburu. “Aahh... uuhs... sssh... trus apa lagi, Pah?” tanya Siska.

“Perlahan kubuka cd-mu dan kupermainkan klentitmu dengan jariku hingga kau menggelinjang keenakan, tanganmu mulai meraba-raba kontolku.” jawab Anton.

“Aaww... enak, Pah! Truus... ohhh... aduh, kontolnya udah gede banget... terasa hangat di tanganku… ughh...” balas Siska dengan nafas semakin memburu.

“Perlahan kupangku tubuhmu dan kumasukkan kontolku ke dalam memekmu sambil mulutku menghisap-hisap puting susumu.” kata Anton.

“Oohh... tapi kontolnya gede banget, Pah… rasannya memekku nggak muat... gimana ini, Pah?” tanya Siska terengah-engah.

“Ludahi dulu kontolku dengan lidahmu, aku mau kamu menjilat dan menghisapnya.” balas Anton.

“O-oke, Pah… ehhm, enak sekali kontol Papah… besar, gede banget... panjang lagi... sampai mulutku tidak bisa menampung seluruh batangnya… urat-uratnya… uohh! Begitu kekar dan kasar... aku belum pernah ketemu kontol seperti ini… ehhm... emmm...” rintih Siska.

“Kontolku sudah keras sekali... sekarang coba kamu masukkan ke dalam memekmu.” pinta Anton.

“Iya, Pah, kontolnya sudah keras bukan main… sekarang kumasukkan ya, Pah...” jawab Siska.

Aku terus saja mengikuti arahan dari suaminya, gairahku sungguh meningkat sangat-sangat tajam.

“Sekarang sudah masuk semua, Pah… boleh digenjot ya, Pah?” tanya Siska.

“Oke, sekarang genjot, Sis... yang keras!” kata Anton lagi.

“Uuhh... aaah... ahhh.. auw! Enakk, Pah, terus… enak banget kontolmu... ughh... please, entotin aku terus… tusuk aku yang dalam... arghh…” raung Siska keenakan.

“Sekarang rubah posisimu, Sis... kamu sekarang nungging, biar kuentot kau dari belakang.” pinta suaminya.

Kami pun merubah posisi sesuai arahan Anton, segera kumasukkan kontolku yang sudah sangat menegang ke memek Siska dari belakang, dan langsung kugenjot tubuh sintalnya.

“Auw… sshh… sssh… terus, Pah, tusuk yang dalam… entotin aku!” rintih Siska suka. Tanpa sadar nafas kami berdua memburu keras.

“Sis, kok ada suara nafas selain kamu?” tanya suaminya curiga.

“Oohh... sshh... itu nafas Ardi, Pah… aku sedang digenjot dia, Pah... aaah!” jawab Siska nekat.

“Ardi!!! Kamu serius, Sis? Jangan bercanda kamu!!” bentak suaminya.

“Sshh…hihi, Papah cemburu ya? I-itu bukan suara Ardi kok, tapi suara film blue yang kusewa tadi siang…“ jelas Siska berbohong. Sungguh bodohnya suaminya, tak menyadari kalau istrinya sedang kugenjot menggapai nikmat bersamaku.

”Beneran? Jangan bohong kamu!” kata suaminya.

“Ya enggaklah, Pah… ayo kita lanjutkan, sudah nanggung nih… sshh... ahh!” jawab Siska tanpa takut.

“Emm, baiklah. Sekarang, terus saja kugenjot tubuhmu dengan penuh nafsu... terus dan terus...”

“Ooohh... Pah, aku mau keluar… terus sodok yang keras… terus… yah… terus… ahhh… nikmatnya!” Siskapun mengalami orgasme.

”Kamu sudah selesai, Sis?” tanya suaminya.

“Iya, makasih ya Pah atas arahannya…” sahut Siska.

“Sama-sama, yang penting kamu sudah puas… sekarang kamu istirahat ya,” jawab Anton.

“Iya, Pah… Papah hati-hati ya disana, jaga kesehatan... bye-bye, Pah.” jawab Siska sambil mematikan hp-nya.

Aku yang belum orgasme terus saja menggenjot tubuh montoknya sampai kira-kira seratus sodokan berikutnya, baru aku orgasme. Kami berdua terkapar nikmat di ranjang Siska, napas kami masih terus memburu.

“Gila! Ahhh… gila kamu, Ar… nekat sekali kamu… untung aku dapat berdalih, kalau tidak… bisa gawat kita.” sahut Siska.

“Justru itu yang kusuka dari kamu, pintar dan cerdik dalam menyikapi keadaan, sekaligus nakal dan nekat sepertiku, hehe... kamu hebat, Sayang…” jawabku.

“Kapan aku nakal dan nekatnya?” tanya Siska.

“Itu, waktu kamu bilang ke suamimu kalau kamu sedang digenjot sama aku.” jawabku.

“Itu tadi aku nggak sadar berkata seperti itu, habisnya kontolmu enak sekali sih.” jawab Siska.

“Oh gitu, tapi tetap saja terasa nakal buatku.” kataku sambil kupeluk tubuhnya yang telanjang dengan erat sambil kami tertawa bersama-sama.